Tahun 636 M: Strategi Cemerlang Sayyidina Khalid bin Walid ketika Menuju Syam dalam Pertempuran Yarmuk

 
Tahun 636 M: Strategi Cemerlang Sayyidina Khalid bin Walid ketika Menuju Syam dalam Pertempuran Yarmuk
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Pertempuran Yarmuk, yang berlangsung pada tahun 636 Masehi, merupakan salah satu episode krusial dalam sejarah perang di wilayah Timur Tengah. Konflik ini mempertemukan dua kekuatan besar pada masa itu, yaitu Pasukan Romawi Bizantium dan Pasukan Islam yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, salah satu jenderal ulung dari pasukan Islam. Pertempuran ini terjadi di dataran luas Yarmuk, sebuah wilayah strategis di dekat perbatasan antara Suriah dan Yordania.

Sebelum pertempuran dimulai, kawasan tersebut berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi Bizantium, yang pada masa itu menghadapi tekanan dari ekspansi pasukan Islam yang telah merebut sejumlah wilayah di wilayah Arab. Kedua kekuatan ini saling berhadapan di tengah geografi yang menguntungkan bagi pertahanan, namun sekaligus menantang bagi perencanaan taktis. Pasukan Romawi, meski memiliki keunggulan dalam hal jumlah dan perlengkapan militer, dihadapkan pada pasukan Islam yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, seorang strategi ulung yang telah membuktikan kehebatannya dalam pertempuran sebelumnya.

Pertempuran Yarmuk menjadi panggung utama di mana dua kebudayaan dan peradaban bertabrakan, menciptakan dinamika perubahan sejarah yang begitu mendalam. Faktor-faktor seperti ketegangan agama, perubahan politik, dan kompleksitas hubungan antar suku bangsa menjadi dasar dari peristiwa ini. Namun fokus artikel ini akan mengarah kepada cerdasnya strategi Sayyidina Khalid bin Walid yang bermanuver dari Iraq menuju ke lokasi pasukan Islam dan pasukan Romawi bertarung.

Salah satu latar belakang mengapa Sayyidina Khalid bin Walid bermanuver dari Iraq ke Yarmuk adalah perintah Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq yang melihat bahwa, panglima-panglima Islam pada saat itu sangat kewalahan menghadapi pasukan Romawi yang dinilai sangat kuat. Beberapa panglima yang dikirim ke sana. Antara lain ada Yazid bin Abi Sufyan, Syurahbil bin Hasanah, Amr bis Ash, Ubaidah ibnu Jarrah, dan Ikrimah bin Abu Jahal.

Padahal saat itu Khalid bin Walid baru saja memenangkan perangnya di Iraq, tapi beliau harus segera menuju ke Yarmuk secepatnya, sementara jarak antara Iraq dengan Yarmuk memakan waktu satu bulan perjalanan.

Pasukan Islam di Iraq dihadapkan dengan dua kondisi jalan yang akan membawa mereka menuju ke Syam. Jalan yang pertama tentu saja cepat yaitu melewati Ain Tamr ke utara Syam. Walaupun cepat, Sayyidina Khalid berfikir bahwa bila melalui jalur ini pasti akan menemui kabilah-kabilah Arab yang masih di bawah kepemimpinan Kerajaan Romawi, dan tidak menutup kemungkinan pula akan terjadinya pertempuran yang mengurangi kekuatan tentara Islam.

Atau melewati sebuah gurun Sahara yang sangat panas, tidak akan menemukan air, sangat ekstrem, dan juga berbahaya. Akhirnya Sayyidina Khalid memilih jalan tersebut dan meminta tour guide yang akan memandu perjalanan mereka.

Lalu didatangkanlah Rafi’ bin Umairah At-Ta’i. “Bawa mereka ini,” kata Khalid kepadanya.

“Engkau tak akan mampu dengan membawa kuda dan barang–barang itu, penunggang kuda yang hanya seorang diri dikhawatirkan akan menghadapi bahaya besar. Selama lima hari lima malam perjalanan tak akan bertemu air,” kata Rafi’.

Khalid menatap orang itu seraya berkata, “Ini harus dilaksanakan. Perintahkan menurut kemauanmu.”

Melihat keteguhan sikap dan hati pasukan Islam membuat Rafi’ yakin bahwa memang tak mungkin lagi ia mengelak dari perintahnya.

Lalu Rafi’ meminta untuk disediakannya air yang sangat banyak serta unta-unta yang sangat gemuk. Setelah unta-unta itu didatangkan, unta tersebut dibuat menjadi kehausan dengan cara tidak memberinya minum dan memberikan makanan berupa daun-daun kering. Setelah sekiranya cukup, akhirnya unta-unta itu diberi minum yang pertama, lalu diberi minum lagi yang kedua, lalu diberi minum lagi sampai ketiga, lalu setelah itu bibir unta itu ditutup rapat.

Akhirnya dengan membaca “Bismillah” berangkatlah mereka melalui jalur yang sangat berbahaya tersebut, dengan keyakinan yang disandarkan kepada Allah SWT, dan mempercayai pemandu jalan mereka yaitu Rafi’.

Setiap hari mereka masing-masing turun dari kudanya, mula-mula mereka makan dan minum dari persediaan yang mereka bawa, lalu sampai persediannya habis mereka menyembelih unta mereka yang dijadikan tangki air. Setelah di bedah, maka mereka memberi minum kudanya dan mereka minum juga dari situ. Strategi cerdas ini tidak pernah digunakan di masa lampau, tapi digunakan dengan sangat cerdas oleh Khalid bin Walid.

Sampai pada hari kelima, Rafi’ melihat sebuah pohon yang dinamai pohon Ausaj (tumbuhan belukar jenis licyum, daunnya kecil-kecil dengan buah bulat kemerahan, rasanya asam, terdapat umumnya di Tanah Arab), akhirnya ia mengabarkan hal ini kepada pasukan Islam, lalu ia menyuruh pasukan untuk menggali sampai ke akarnya, karena tepat di bawahnya terdapat air yang melimpah. Sungguh pertolongan Allah SWT nyata adanya.

Pada akhirnya sampailah bala bantuan pasukan Sayyidina Khalid ini jauh lebih cepat dari perkiraan pasukan Islam yang ada di Syam. Secara kebetulan pasukan Islam datang saat Raja Heraklius sedang memperkuat pasukannya dengan mendatangkan panglima Romawi yang digadang-gadang dapat mengalahkan Khalid bin Walid. Pihak Romawi merasa begitu gembira dengan datangnya Panglima Romawi itu, begitu pula dengan Pasukan Islam yang sangat gembira dengan kedatangan Saifullah atau pedangnya Allah SWT.

Kalau bertanya berapa banyak pasukan yang dibawa oleh Sayyidina Khalid di dalam peristiwa di atas, ada banyak pendapat yang beredar di kalangan penulis. Ada yang berkata 9.000, ada pula yang menyebutkan 6.000, ada juga yang berpendapat 800, 600, dan 500 orang. Sumber pendapat yang berkata 9.000 orang itu menyebutkan bahwa Khalid berangkat dengan setengah pasukannya yang ada di Iraq sesuai perintah Sayyidina Abu Bakar. Nah tentara di Iraq pada saat itu berjumlah 18.000 pasukan.

Sebaliknya yang mengatakan ratusan orang itu ingin memperkuat pendapatnya bahwa tujuan perjalanan Sayyidina Khalid merupakan kejeniusannya dalam menjadi komandan. Karena dengan pasukan yang tidak terlalu banyak itu, dapat bergerak dengan cepat. Apabila bergerak dengan pasukan yang sangat banyak di takutkan menghambat pergerakan dengan menolong siapa saja yang perlu ditolong, misal dalam perjalanan ada yang luka atau sakit.

Ada pula pendapat yang mengambil jalan tengah, yaitu saat masih di Iraq Sayyidina Khalid telah membagi pasukannya menjadi dua. Yang memiliki kondisi yang lebih kuat ikut melalui jalan yang ekstrem, sementara yang tidak terlalu kuat meneruskan perjalanan melalui jalan yang pertama untuk segera bergabung dengan pasukan Muslimin di Bosra.

Itulah salah satu cerita ke jeniusan Sayyidina Khalid bin Walid pada saat menuju Perang Yarmuk. Dengan kombinasi kejeniusan taktis, kekuatan fisik, dan kepemimpinan yang luar biasa, Khalid bin Walid tetap menjadi figur yang menginspirasi dalam sejarah militer, dan kontribusinya membentuk peta peradaban Islam di masa-masa awal.


Penulis : M.Iqbal Rabbani

Editor: Kholaf Al Muntadar