Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama Mengusung Tema “Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia”

 
Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama Mengusung Tema “Memacu Kinerja, Mengawal Kemenangan Indonesia”
Sumber Gambar: nu.or.id, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam kesempatan agenda Harlah ke-101 Nahdlatul Ulama, istilah tabayyun ditegaskan kembali oleh Rais Aam Pengurus Besar (PBNU), KH. Miftachul Akhyar. Menurut Kyai Mif, tabayyun adalah satu-satunya solusi atau senjata untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Hal tersebut beliau sampaikan dalam pidatonya dalam Acara Konbes NU 2024 di Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (29/01/24):

“Manakala PBNU melakukan (perbuatan) sesuatu, (maka) datang dan tanyakan. (Jangan) belum datang, sudah pengumuman.”

Selain itu KH. Miftachul Akhyar juga menyinggung istilah terkait anjuran sikap sami’na wa atha’na.

"Sami'na wa atho’na, di situlah Allah memberikan anugerah (yaitu) adalah perilaku ulama dulu, bahkan para nabi juga mengucapkan sami'na wa atho’na (kami mendengar dan menaati)."

Masih menurut Kyai Mif, klarifikasi itu dapat menciptakan suasana yang kondusif. Sehingga, dapat menjadikan kemaslahatan bagi kehidupan yang ada di dunia bahkan sampai di akhirat.

"Kalau tidak paham dan tidak mengerti, temuilah! Ngomong langsung sama orangnya, jangan ngomong di luar. Apalagi tidak mengerti jluntrungannya, sudah tiba-tiba menshare dengan kata-kata," jelasnya.

Klarifikasi ini oleh beliau dianggap penting. Sebab, NU akan menjadi rujukan bagi masyarakat luas. NU harus menjadi penerjemah agama Islam dan memanfaatkan momentum tersebut saat menjadi pengurus NU di berbagai sektor manapun.

"NU ingin menjadi Mutarjim (penerjemah) semampunya. Menerjemahkan Islam yang benar, dakwah yang merangkul tidak memukul,  dakwah yang membina tidak menghina. Dakwah yang mengayomi tidak menyaingi dan dakwah yang simpatik," jelas Kyai Mif.

“Kita harus memacu kinerja untuk mengawal kemenangan Indonesia karena di tengah tantangan sejarah berskala peradaban ini Indonesia harus menang supaya kita semua tetap berdaulat,” ujarnya.

“Oleh karena itu di beberapa tempat saya sampaikan, isma’u athi’u. Sampaikan sam’an wa tho’atan, karena itu pun sangat dipesankan Rasulullah SAW,” tambah Kyai Mif.

Menegaskan pernyataannya di atas, Kyai Mif kemudian mengutip Al-Qur’an, Surat Al-Maidah ayat 7, “Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah Dia ikatkan kepadamu ketika kamu mengatakan, ‘Kami mendengar dan kami menaati.’ Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.”

Di sini Rais Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar mengingatkan kembali agar pengurus NU dapat mendengar dan menaati keputusan organisasi.

“Janji Allah baiat kita, perjanjian kita, kalau diikuti dengan sami’na wa atho’na, ini kata Allah wadzkuru ni’matallah (ingatlah nikmat-nikmat Allah),” pungkasnya.

Sementara, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf juga menyampaikan bahwa NU harus berperan nyata, tidak bekerja seperti mengejar layangan putus yang hanya ikut beramai-ramai tanpa mendapatkan hasil.

Gus Yahya menyebut, organisasi NU didirikan untuk niat dan harapan-harapan akhirat. Karenanya, organisasi yang besar ini harus dijalankan dengan cara mengupayakan pelaksanaan dari tuntunan-tuntunan agama Allah.

“Itulah sebabnya sejak didirikan hingga sekarang tidak ada satu pun, tidak ada satu pun keputusan Nahdlatul Ulama kecuali didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan agama, pertimbangan-pertimbangan syariat, pertimbangan apa yang benar, apa yang salah, apa yang baik menurut syariat,” jelasnya.

Gus Yahya menambahi, NU memiliki struktur kepengurusan yang disebut syuriyah yang terdiri dari para kyai ahli syariat yang secara khusus bertugas untuk membuat keputusan-keputusan berdasarkan syariat.

“Kalau Ketua Umum Tanfdiziyah seperti saya, apalagi cuma Ketua PWNU kayak Kang Zuhdi itu, kita ini cuma pesuruh yang melaksanakan keputusan-keputusan syuriyah,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu sambil bercanda.

Wewenang dari kepemimpinan Nahdlatul Ulama, pada dasarnya adalah wewenang hukumah. Artinya, NU sebagai jam’iyah menjalankan fungsi imamah dengan wewenang sebagaimana wewenang imam.

“Yang dikatakan bahwa ‘hukmul imam yarfa’ul khilaf’, apapun pendapat kita masing-masing, apabila sudah ada ketentuan keputusan dari organisasi, maka semua perbedaan harus ditundukkan kepada keputusan organisasi itu,” lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus, menegaskan bahwa tugas Nahdlatul Ulama adalah memperbaiki kerja dan berupaya memenangkan Indonesia.

“Urusannya NU itu memperbaiki kinerja memenangkan Indonesia, bukan memenangkan capres,” kelakar Gus Mus dalam sambutannya.

KH. Ahmad Mustofa Bisri juga menegaskan bahwa forum tersebut bukanlah tempat untuk membahas politik, melainkan untuk membahas kinerja Nahdlatul Ulama itu sendiri. []


Pewarta: Kholaf Al Muntadar

Editor: Hakim