Etika Komunikasi Massa dalam Perspektif Islam

 
Etika Komunikasi Massa dalam Perspektif Islam
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam rangka memperoleh kepastian data dan fakta sebagai bahan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat, diperlukan penelitian yang seksama oleh kalangan pers, terutama wartawan. Hal ini menjadi kenicayaan yang tak bisa diabaikan untuk mendapat kebenaran suatu hal.

Ajaran Islam mengakomodasi etika akurasi informasi tersebut, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an. Mengenai hal ini dapat dilacak melalui penggunaan kata tabayyun yang disebutkan di dalam Al-Qura'n sebanyak tiga kali. Disebutkan sebanyak dua kali dalam Surat An-Nisa’ ayat 94, dan satu kali disebutkan di dalam Surat Al-Hujarat ayat 6.

Allah SWT berfirman di dalam Surat An-Nisa' ayat 94:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا ضَرَبْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَتَبَيَّنُوْا وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقٰىٓ اِلَيْكُمُ السَّلٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًاۚ تَبْتَغُوْنَ عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖفَعِنْدَ اللّٰهِ مَغَانِمُ كَثِيْرَةٌ ۗ كَذٰلِكَ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, bertabayunlah (carilah kejelasan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan salam kepadamu, “Kamu bukan seorang mukmin,” (lalu kamu membunuhnya) dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Demikianlah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Allah SWT juga berfirman di dalam Surat Al-Hujurat ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Dari ayat di atas, jika dilihat dari lafadhnya, maka kita akan mengetahui bahwa kata tabayyanu merupakan fi’il amar yang menuntut kesungguhan untuk meneliti dan mencari kejelasan informasi yang diterima dari seseorang. Imam  At-Thabari menjelaskan pengertian lafadh tabayyanu dengan “berhati-hatilah kamu, sampai jelas sekali kebenaran sebuah informasi. Jangan kamu tergesa-gasa untuk menerimanya.”

Selain meneliti materi informasi yang diterima, etika jurnalistik mengisyaratkan untuk meneliti integritas dan kredibilitas sumber yang mem-berikan informasi. Orang fasik sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, sebetulnya tidak bisa dijadikan sumber, sebab dia mempunyai i'tikad buruk pada umat Islam. Sedangkan, sebagaimana diketahui bahwa kepercayaan pada sumber merupakan prasyarat dalam jurnalistik.

Dalam Al-Qur'an juga ditegaskan, bahwa kalau ada suatu persoalan dan memerlukan jawaban yang benar, maka bertanyalah kepada ahlinya. Demikian Allah mengingatkan dalam Surat An-Nahl ayat 43:

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

"Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui."

Dari sini, kita bisa mengetahui dan memahaminya lebih luas, bahwa jika seorang jurnalis menginginkan suatu kebenaran informasi, maka hendaklah ia memikirkan terlebih dahulu siapa yang akan dijadikan sumbernya dengan mempertimbangkan disiplin ilmunya dan kapasitasnya sebagai sumber informasi.

Cara yang demikian itu secara implisit terlihat pada awal ayat 7 Surat Al-Hujarat, Allah SWT berfirman:

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ فِيْكُمْ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۗ لَوْ يُطِيْعُكُمْ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنَ الْاَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرّٰشِدُوْنَۙ

“Ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Seandainya dia menuruti (kemauan)-mu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Akan tetapi, Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran.”

Dalam praktik jurnalistik, memang masih ada wartawan yang menanyakan persoalan kepada orang yang kurang memahami masalahnya. Dan akibat dari cara seperti itu, pembaca atau pemirsa tidak mendapatkan informasi komprehensif dan bahkan sering ada yang salah dan termakan informasi bohong atau hoax. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 29 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi (Pegiat Literasi Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Aceh)

Editor: Hakim