Khutbah Jumat: Relasi Peristiwa Isra’ Mi’raj dan Perintah Shalat

 
Khutbah Jumat: Relasi Peristiwa Isra’ Mi’raj dan Perintah Shalat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

KHUTBAH I

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِيْ أَكْرَمَ بِالْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، رَفَعَهُ رَبُّهُ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَأَوْحَى إِلَيْهِ مَا أَوْحَى، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ،

فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ الله تَعَالَى وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُوْنَ. وَقَالَ أَيْضًا سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Setelah memuji kepada Allah SWT dan bershalawat untuk Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, izinkan saya menyampaikan pesan penting untuk kita semua.

Mari kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Kuasa atas segalanya. Sungguh, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta bertakwa, mereka adalah orang-orang yang beruntung. Sebaliknya, siapa yang menyia-nyiakan dirinya dalam kelalaian dan tidak memperhatikan ketakwaan, maka tentu kelak dirinya akan merugi.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Sebagaimana diketahui, Rajab merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT. Bahkan ada yang meriwayatkan bahwa bulan Rajab merupakan bulannya Allah, Sya’ban bulannya Rasulullah, sedangkan Ramadhan adalah bulannya umat Islam.

Tetapi bagaimanapun itu, bulan Rajab adalah bulan mulia sebagaimana yang dimaksud di dalam Surat At-Taubah ayat 36 berikut ini:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (mulia).”

Karena Rajab merupakan bulan yang dimuliakan Allah SWT, maka sebagian ulama menganjurkan untuk memperbanyak doa dan membaca istghfar, khususnya Sayyidul Istghfar, sebagaimana lafadz yang diajarkan oleh Rasulullah.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Di dalam bulan Rajab ini, Rasulullah SAW pernah mengalami peristiwa yang sangat agung, yang mana informasi mengenai hal itu, benar-benar menguji keimanan seseorang. Adalah peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab di zaman nabi.

Sebelumnya, saat itu keadaan sangat memprihatinkan, sebab Rasulullah SAW ditinggal orang-orang tercinta yang melindunginya dari cercaan serta gangguan orang-orang kafir Quraisy. Tapi dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut Allah SWT memuliakan dan menghibur Rasulullah SAW.

Allah SWT berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu (potongan) malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Al-Isra’: 1)

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Dalam sebuah keterangan yang terdapat dalam Kitab Tafsir At-Thabari, peristiwa Isra’ dan Mi’raj diartikan sebagai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram di Makkah menuju Masjid Al-Aqsha di Baitul Muqaddas (Yerussalem), lalu dilanjutkan dengan perjalanan dari Qubbah As-Sakhrah menuju Sidratul Muntaha (akhir penggapaian).

Disinilah keimanan seseorang diuji, apakah mempercayai hal itu atau meragukannya. Bukankah, Rasulullah SAW adalah seorang yang paling jujur, yang tidak mungkin berbohong sedikit pun.

Dahulu, ketika berita itu diceritakan pertama kali, tidak sedikit orang yang meragukannya. Kecuali Sahabat Abu Bakar. Beliau tanpa sedikitpun ragu menyatakan dan membenarkan semua hal yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Dan karena itulah, Sahabat Abu Bakar kemudian dikenal dengan sebutan As-Shiddiq, yakni orang yang senantiasa membenarkan segala hal yang datang dari Rasulullah SAW.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Selama dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj, banyak peristiwa ditampakkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Mulai berbagai kenikmatan hidup di surga, hingga beragam siksaan di neraka. Sampai pada akhirnya, Rasulullah SAW tiba di tempat yang sangat mulia, di Sidratul Muntaha dan langsung berhadapan dengan Allah SWT Tuhan sekalian alam. Hal ini tidak bisa digambarkan dengan imajinasi terbatas manusia. Melainkan hanya dengan keimanan, maka hal tersebut bisa diterima dan dipahami.

Di tempat itulah Rasulullah SAW mendapatkan mandat melaksankan perintah shalat, untuk dirinya dan semua umatnya. Awalnya berjumlah 50 kali shalat, dan Rasulullah SAW pun menerima dengan tanpa keraguan. Tapi, ternyata setelah turun dan berjumpa dengan para nabi di beberapa tingkatan langit, beliau dinasihati agar mendapatkan keringanan jumlah shalat. Karena dirasa jumlah 50 kali shalat itu terlalu banyak, dan tentu akan memberatkan umatnya. Demikianlah saran yang disampaikan oleh Nabi Musa AS.

Pada akhirnya, setelah mengikuti saran tersebut, dan menyampaikan alasan itu kepada Allah SWT, Rasulullah SAW mendapatkan keringanan. Perintah shalat akhirnya menjadi hanya lima kali shalat atau yang kemudian disebut shalat fardhu lima waktu, sehari semalam.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Perintah shalat yang diterima oleh Rasulullah SAW merupakan hadiah yang sangat istimewa, sebab shalat menjadi ukuran kebaikan setiap orang. Shalat juga merupakan hadiah dari Allah SWT untuk menghibur dan menguatkan tekad Rasulullah SAW agar selalu tegar dalam berjuang menyampaikan kebenaran.

Allah SWT berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Allah SWT juga berfirman dalam ayat lain:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ

“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha :14)

Lihatlah, Allah SWT menyatakan bahwasanya shalat itu tidak sekadar perintah, tetapi hakikatnya juga menjadi media untuk selalu dekat dengan Allah SWT, karena dengan shalat itu kita akan selalu mengingat-Nya.

Demikian istimewanya shalat, sampai proses diwajibkannya pun juga istimewa. Bagaimana tidak, perintah shalat itu terjadi di bulan mulia, bulan Rajab, di tempat mulia yang tidak ada seorang pun pernah menjamahnya, bahkan sekaliber Malaikat Jibril, kecuali Nabi Muhammad SAW, yaitu Sidratul Muntaha. Perintah shalat juga diberikan langsung oleh Allah SWT kepada makhluk yang paling mulia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Jadi, jika perintah shalat merupakan hadiah yang sangat istimewa, maka kita harus melaksanakannya dengan rasa syukur dan sungguh-sungguh. Dan jika ada yang tidak memperhatikannya, bahkan meninggalkannya, tentu hal itu adalah kesalahan yang besar dan terancam mendapatkan siksa yang pedih.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Kualitas keimanan seseorang dapat diketahui dengan komitmennya terhadap pengamalan ajaran Islam, baik yang berhubungan dengan Tuhannya maupun yang berhubungan dengan sesama makhluk.

Shalat merupakan bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simbol ketaatan totalitas kepada Allah SWT. Karena di dalam shalat terdapat bentuk upaya interaksi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dan dari sinilah titik terang keberadaan shalat sebagai barometer seorang Muslim untuk mengukur sebatas mana kekuatan agamanya.

Dalam sebuah Hadis dijelaskan:

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ

Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat.” (HR. At-Tirmidzi)

Jika ibadah shalat ditegaskan dengan ibarat sebagai tiang agama, maka hal itu harus benar-benar kokoh dan ada makna atau nilainya dalam setiap melaksanakannya. Bukan hanya sekadar melaksanakannya sebagai perintah, melainkan juga sebagai wujud syukur dan komitmen iman kita kepada Allah SWT.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Dalam rangka mencapai hal itu, Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, menjelaskan di dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin mengenai kiat-kiat agar shalat kita berkualitas dan diterima di sisi Allah SWT.

Pertama, adalah Hudhurul Qolbi (menghadirkan jiwa). Ketika melaksanakan shalat diharuskan konsentrasi penuh, semata-mata mengahadap Allah SWT dan mengharap ridho-Nya. Segala sesuatu yang bersifat keduniaan harus dilupakan sejenak. Karena kita telah diingatkan betapa merugi dan celakanya orang yang melaksanakan shalat dengan keadaan lalai.

Allah SWT berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (QS. Al-Ma’un: 4-5)

Kedua, adalah Tafahhum, yakni menghayati semua hal yang dikerjakan dalam shalat, baik yang berupa bacaan maupun gerakan anggota badan. Karena di dalamnya tersimpan makna pernyataan kesiapan dan kepasrahan kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِىٓ

“Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Taha :14)

Ketiga, adalah Ta’dzim, artinya sikap mengagungkan Allah SWT sebagai Dzat yang disembah, serta adanya kesadaran secara totalitas bahwa manusia merupakan sesuatu yang sangat kecil dan hina di hadapan-Nya.

Keempat, adalah Khouf wa Roja’, yakni rasa takut hanya kepada Allah SWT yang tetap disertai dengan harapan untuk selalu mendapatkan rahmat dan ridho-Nya.

Kelima, adalah Haya’, yaitu rasa malu kepada Allah SWT karena apa yang dipersembahkan kepada-Nya sama sekali belum sebanding dengan rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita sebagai makhluk-Nya.

Jamaah Jumat Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah,

Dengan mampu menghadirkan makna dan nilai-nilai ibadah shalat yang merupakan hadiah istimewa dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, maka diharapkan akan ada hubungan timbal balik antara ibadah ritual shalat dengan sesuatu yang ada di dalamnya. Dan pada akhirnya, sesuai dengan berjalannya waktu, nilai-nilai itu semuanya akan dapat menghiasi kehidupan pribadi setiap Muslim dan akan berdampak baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Antara Hablun Minallah dan Hablun Minannas dapat terlaksana dengan baik.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنَا وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اللآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فيَآايُّهاالنّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تَعَالَى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السِّتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَةً ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيامَةِ.

 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالمُشْركِينَ، ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ، اَللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ، اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ.

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ.رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

***

عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى  ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَكْبَرُ


Oleh Abd. Hakim Abidin, M.A.
(Rais ‘Amm Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik 2014-2015, dan Pendiri Zawiyah Ar-Rifaiyah, Ciputat)
___________

Editor: Roni