Biografi KH. Munir Mawardi, Pengasuh pesantren Al-Muniroh, Gresik

 
Biografi KH. Munir Mawardi, Pengasuh pesantren Al-Muniroh, Gresik

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-guru

3.    Penerus
3.1  Anak-anak

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mengasuh Pesantren
4.2  Karier

5.  Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Munir Mawardi dilahirkan pada tahun 1918 di Desa Ujungpangkah kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik29 . KH. Munir Mawardi lahir dari seorang ayah yang bernama KH. Mawardi dan ibu bernama Nyai Maimunah. Beliau adalah anak ke empat dari delapan bersaudara. KH. Munir Mawardi yang paling menonjol, yang kelak akan melanjutkan perjuangan orangtuanya mengasuh pondok pesantren tersebut.

1.2 Wafat
Pada hari Senin tanggal 15 Nopember 1999 KH. Munir Mawardi berpulang ke Rahmatullahi karena sakit.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Mawardi memiliki empat istri yaitu Nyai Maimunah (Sidayu), Marfu’ah (Ujungpangkah), Sarti’ah (Banyuurip), Masti’ah (Drajat). Meskipun begitu KH. Mawardi tinggal bersama, mereka hidup rukun dan damai. Diantaranya saling memberi dan menerima dalam kondisi apapun satu
sama lain. Keluarga KH. Munir Mawardi merupakan keluarga yang agamis.

Hal ini dilihat dari ayahnya seorang tokoh masyarakat Ujungpangkah yang terkenal pada masanya sekaligus perintis Pondok Pesantren Al Muniroh. Dia juga gemar menuntut ilmu pengetahuan diberbagai pondok pesantren, maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang dia peroleh.

Sehari-hari KH. Mawardi aktif mengisi pengajian, karena dia adalah tokoh masayarakat dan perintis Pondok Pesantren Al Muniroh. Sedangkan nyai Maimunah adalah seorang Nyai yang sehari-harinya mengisi pengajian juga bersama muslimat masyarakat Ujungpangkah.

Pernikahan KH. Munir Mawardi dengan Nyai Mardliyah melahirkan 10 keturunan yaitu:

  1. Hj. Muniroh
  2. H. Halim
  3. H. Abdullah Munir
  4. Ishomuddin
  5. Hj. Titin Hamidah
  6. Fathimah
  7. H. Syaiful Islam Al Ghozi
  8. Nurul Widad
  9. Hj.Faridah
  10. Uswatun Hasanah.

Setelah meninggalnya Nyai Mardliyah karena sakit, KH. Munir Mawardi menikah lagi dengan Nyai Sihamah dan dikaruniai 11 keturunan yaitu:

  1. Ahmad
  2. Asiyah
  3. H. Abdul Fathoni
  4. Kholid, Mahrus
  5. Hj. Amanatullah
  6. Aisyah
  7. Ainur Rohmah
  8. Khotimatul Husna
  9. Shohibul Firdaus
  10. Abdullah
  11. Muthi’

KH. Munir Mawardi mempunyai istri yang bernama Nyai Rohimah yang melahirkan 6 keturunan yaitu:

  1. Khosyyatillah
  2. Ulul Ilmu
  3. Ulin Nuha
  4. Qomaruz Zaman
  5. Abdullah Mudli’
  6. Harisun Alaikum.

Semasa hidupnya, KH. Munir Mawardi dikenal sebagai sosok kiai yang alim, sabar dan tegas dalam mengasuh pondok pesantren. Dia hobi
sekali membaca salawat burdah. Selain itu, dia bukan orang yang sombong, karena menurut istri-istrinya dia tidak pernah membeda-bedakan siapapun yang dikenal bersikap apa adanya sama seperti menanggapi saudaranya sendiri. Sehingga secara perlahan masyarakat sekitarnya mulai menghargai dan menghormatinya seperti sosok almarhum ayahnya yang berwibawa dan kharismatik.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
Sejak kecil KH. Munir Mawardi sudah terkenal dengan kecerdasannya. Talenta yang dimiliki telah diketahui oleh ayahnya. Oleh karena itu KH. Munir Mawardi mulai diajari oleh ayahnya untuk membaca Alquran. Pada awalnya KH. Munir Mawardi hanya diajari oleh ayahnya untuk sekedar membaca Alquran saja, akan tetapi akan kecerdasannya beliau dengan cepat bisa membaca Alquran yang telah diajarkan oleh ayahnya.

Melihat kemampuan yang dimiliki oleh KH. Munir Mawardi, maka ayahnya memutuskan untuk mengajari dia tentang agama dan menghafal Alquran.
Pendidikan utama yang didapat KH. Munir Mawardi adalah dari ayahnya sendiri, yang dengan sabar mengajarinya. Dari situ beliau bisa membaca Alquran dengan baik dan benar. Beliau mempunyai guru Al Qur'an yang bernama Kyai Munawwar dari Sidayu.

Dengan tekat yang kuat dan penuh. Pada tahun 1940-an KH. Munir Mawardi melangkahkan kaki ke pondok pesanten di Peterongan Darul Ulum Jombang yang diasuh oleh Kyai Romli. KH. Munir Mawardi mempunyai teman seangkatan dengan Kyai Usman Ishaqi dari Surabaya. Di pesantren inilah beliau menimba ilmu selama lima tahun. Disana dia belajar ilmu syari’at, fiqih dan juga belajar ilmu tarekat. Sebelum mondok di pesantren tersebut dia memang sudah dikenalkan dengan pengajian-pengajian yang disampaikan oleh ayahnya di pesantrennya sendiri.

Sekitar tahun 1945 (sebelum merdeka) KH. Munir Mawardi kemudian menuntut ilmu di Makkah kepada KH. Mahfud bin Abdul Manan (Pacitan), beliau menjadi imam besar di Makkah. Di Makkah KH. Munir Mawardi banyak belajar dari KH. Mahfud bin Abdul Manan. Setelah KH. Munir Mawardi menyelesaikan belajarnya di Makkah, beliau meminta izin pada KH. Mahfud bin Abdul Manan untuk pulang ke kampung halamannya.

2.2 Guru-guru:

  1. KH. Mawardi
  2. KH. Munawwar
  3. KH. Romli Tamim
  4. KH. Mahfud bin Abdul Manan

3. Penerus Perjuangan
3.1  Anak-anak beliau

  1. KH. Abdullah Munir
  2. KH. Syaiful Islam Al Ghozi

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Mengasuh Pesantren
Setelah KH. Mawardi wafat, Pondok Pesantren Al Muniroh kemudian diambil alih pimpinan KH. Munir Mawardi, karena hanya dia anak ke empat
dari delapan bersaudara yang paling menonjol keilmuannya, cerdas, tekun dan bertanggung jawab. Sebelum alih pimpinan pondok pesantren dipegang KH. Munir Mawardi, keadaan masyarakat Ujungpangkah sangat memprihatinkan, banyak sekali kasus pencurian, penjudian, penganiayaan dan perbuatan tercela lainnya.

KH. Munir Mawardi menilai kondisi tersebut itu karena kurangnnya pendidikan masyarakat. Beliau mulai terjun kemasyarakat untuk mengamalkan ilmunya selama belajar di berbagai pondok pesantren terutama di Makkah. Di pondok pesantren ini tidak hanya menggelar pendidikan agama secara tradisional, tetapi juga membuka pendidikan formal.

Pesantren Al Muniroh Ujungpangkah Gresik adalah mempunyai peranan yang sangat besar dan menentukan pendidikan formal maupun non formal,
KH. Munir Mawardi sebagai pengasuh kedua setelah ayahnya KH. Mawardi. Beliau memegang kebijakan umum dalam pondok pesantren mulai dari tahun 1946 setelah beliau menyelesaikan jenjang pendidikannya di Makkah sampai pada akhir hanyatnya pada tahun 1999.

Oleh karena itu peran dan tanggungjawab dalam bidang pendidikan fomal atau non formal sangat besar dan menentukan. Pada awal kepemimpinannya, Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Muniroh sudah mengalami kemajuan. Terlihat banyak santri yang belajar di Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al Muniroh. Disini tidak hanya dibangun pondok pesantren saja, melainkan juga didirikan sekolah formal mulai dari TK, MI, MTs, MA dan SMA.

4.2 Karier Beliau:
Pengasuh pesantren Al-Muniroh Ujungpangkah, Gresik

5. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:
https://digilib.uinsa.ac.id

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya