Hukum Memakai Jilbab Wig Menurut Para Ulama

 
Hukum Memakai Jilbab Wig Menurut Para Ulama
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Memakai jilbab atau wig adalah topik yang sering menjadi perdebatan dalam masyarakat Muslim, terutama dalam hal kewajiban berpakaian sesuai dengan ajaran agama. Menurut para ulama, terdapat pendapat yang beragam terkait hal ini.

Pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa memakai jilbab adalah kewajiban bagi wanita Muslimah. Jilbab dianggap sebagai bagian dari hijab yang menutup aurat wanita, sesuai dengan tuntunan agama Islam. Hal ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Rasulullah SAW yang mendorong pemeluk agama untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri.

Di sisi lain, terdapat ulama-ulama yang memperbolehkan penggunaan wig sebagai pengganti jilbab, terutama dalam situasi-situasi tertentu. Mereka berpendapat bahwa yang penting adalah menutup aurat dengan cara yang layak dan sopan, sehingga wig dapat dianggap sebagai alternatif yang memenuhi syarat tersebut. Namun, pendapat ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.

Ada juga pendapat minoritas yang menolak penggunaan wig sebagai pengganti jilbab. Mereka berargumen bahwa wig tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hijab dalam Islam, karena lebih fokus pada penampilan fisik daripada menutup aurat dengan benar. Oleh karena itu, memakai wig sebagai pengganti jilbab dianggap tidak memenuhi standar hijab yang diwajibkan.

Dalam kesimpulannya, hukum memakai jilbab atau wig menurut para ulama dapat bervariasi tergantung pada interpretasi masing-masing. Meskipun demikian, prinsip utama yang harus dipegang teguh adalah menjaga kehormatan dan kesucian diri sesuai dengan ajaran Islam, baik dalam berpakaian maupun dalam berperilaku.

Akan tetapi dalam pandangan fiqih memakai Jilbab Wig diperbolehkan karena hanya berupa aktivitas menutupi rambut memakai kain yang berwarna yang bentuknya tidak menyerupai helaian-helaian rambut sehingga tidak menimbulkan kesan penipuan dan merubah ciptaan.

Sedikit ulasan tentang menyambung dan hal yang menyerupai rambut. Menyambung rambut pada dasarnya di larang dalam hukum Islam, karena mengkibatkan unsur zuur (penipuan) dan taghyiirul khilqoh (merubah ciptaan Allah) dan tidak menghormati atas bagian tubuh rambut orang lain sedang Islam benci sekali terhadap perbuatan menipu dan tidak menerimakan karya Allah, karenanya Nabi muhammad SAW melarang perbuatan ini.

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ

“Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya.” (HR.Bukhari Muslim).

Namun bila yang dipakai sebagai penyambung rambut tersebut bukan sesuatu yang menimbulkan kesan penipuan karena bentuk sambungannya bukan rambut atau hal yang menyerupai rambut, sebagaimana jilbab wig, hukumnya boleh.

- Kitab Mughni Al-Muhtaaj I/191.

ووصل شعر الآدمي بشعر نجس أو شعر آدمي حرام للخبر السابق ولأنه في الأول مستعمل للنجس العيني في بدنه وفي الثاني مستعمل لشعر آدمي والآدمي يحرم الانتفاع به وبسائر أجزائه لكرامتهوكالشعر الخرق والصوف كما قاله في المجموع قال : وأما ربط الشعر بخيوط الحرير الملونة ونحوها مما لا يشبه الشعر فليس بمنهي عنه

Menyambung rambut dengan menggunakan rambut najis atau rambut anak adam hukumnya haram berdasarkan hadits diatas dan karena memakaikan barang najis dalam dirinya (dalam masalah pertama) serta mengambil keuntungan dari bagian tubuh (rambut) orang lain yang kemulyaannya haram dimanfaatkan.Seperti halnya rambut juga tidak boleh disambung dengan memakai sobekan kain, bulu wool. Sedang mengikat rambut memakai benang-benang sutera yang di warnai dan benang lain yang tidak menyerupai rambut hukumnya tidaklah di larang. Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 7 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar