Hukum Perempuan yang Memakai Gelang Kaki

 
Hukum Perempuan yang Memakai Gelang Kaki
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Ladun.ID, Jakarta - Gelang kaki, atau yang juga dikenal sebagai "anklet", merupakan salah satu jenis perhiasan yang umum digunakan oleh perempuan di berbagai budaya. Namun, dalam beberapa konteks agama dan budaya, penggunaan gelang kaki oleh perempuan dapat menjadi subjek perdebatan terkait dengan norma-norma yang berlaku. Dalam konteks Islam, hukum terkait penggunaan gelang kaki oleh perempuan menjadi bahan diskusi di antara para ulama.

Beberapa ulama menyatakan bahwa penggunaan gelang kaki oleh perempuan adalah mubah atau diperbolehkan, dengan syarat bahwa gelang tersebut tidak mencolok dan tidak menarik perhatian lawan jenis. Pandangan ini mengacu pada prinsip umum dalam Islam yang menyatakan bahwa segala sesuatu halal kecuali ada dalil yang menunjukkan sebaliknya. Dalam hal ini, karena tidak ada dalil yang secara spesifik melarang penggunaan gelang kaki, maka penggunaannya dianggap diperbolehkan.

Namun, pandangan lain menyatakan bahwa penggunaan gelang kaki oleh perempuan dapat dianggap sebagai bentuk perhiasan yang berlebihan dan dapat menarik perhatian lawan jenis, yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya fitnah atau godaan seksual. Oleh karena itu, mereka yang mengikuti pandangan ini mungkin memilih untuk menghindari penggunaan gelang kaki sebagai bagian dari upaya menjaga kesucian dan kehormatan diri.

Di tengah perbedaan pendapat ini, penting bagi setiap perempuan yang mempertimbangkan untuk menggunakan gelang kaki untuk memahami konteks budaya dan agamanya secara lebih mendalam. Selain itu, konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang dipercayai juga dapat membantu dalam memahami pandangan-pandangan yang berlaku dalam komunitas tertentu. Pada akhirnya, keputusan untuk menggunakan gelang kaki atau tidak seharusnya didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai agama dan budaya yang diyakini, serta pertimbangan terhadap dampak sosial dan spiritualnya.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, boleh dalam artian tidak berlebihan (isyrof) dan tidak makruh karena hal itu termasuk jenis perhiasan yang dilegalkan dalam Islam ini menurut para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali) hanya saja terdapat sebuah pendapat dikalangan Syafi’iiyah kelegalan perhiasan kaki di atas asal tidak melebihi batas kewajaran yang berlaku di sekitar yang ukuran standardnya tidak lebih berat dari satu mitsqal (4.4 gram). Ketentuan kelegalan di atas masih dibatasi bila pemakaian perhiasan di atas murni dengan maksud untuk hiasan diri bukan menarik simpati dari lawan jenis, karena bila ini yang terjadi maka menjadi muthlak haram pemakaiannya berdasarkan firman Allah SWT:

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ٣٣

“Tetaplah (tinggal) di rumah-rumahmu dan janganlah berhias (dan bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu. Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣١

“Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

Menurut Ibn Katsir “Konon wanita Arab di zaman Jahiliyah mengenakan gelang dikakinya (binggel-java, pent), mereka berjalan tanpa suara namun untuk menarik perhatian lawan jenisnya ayunan kakinya dibuat sedemikian rupa hingga menimbulkan suara gemerincing di kakinya dan menarik perhatian”. 

Referensi:

- I'anatut Thalibin:

ﻭﻳﺤﻞ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﻭﺍﻟﻔﻀﺔ - ﺑﻼ ﺳﺮﻑ - ﻻﻣﺮﺃﺓ ، ﻭﺻﺒﻲ - ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ - ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺴﻮﺍﺭ ، ﻭﺍﻟﺨﻠﺨﺎﻝ ، ﻭﺍﻟﻨﻌﻞ ، ﻭﺍﻟﻄﻮﻕ

- Mughni Al-Muhtaaj I/392 :

ولا يكره للمرأة لبس خاتم الفضة خلافا للخطابي قاله في المجموع ولم يتعرض الأصحاب لمقدار الخاتم المباح ولعلهم اكتفوا فيه بالعرف أي وهو عرف تلك البلد وعادة أمثاله فيها فما خرج عن ذلك كان إسرافا كما قالوه في خلخال المرأة هذا هو المعتمد وإن قال الأذرعي الصواب ضبطه بدون مثقال لما في صحيح ابن حبان وسنن أبي داود عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال للابس الخاتم الحديد ما لي أرى عليك حلية أهل النار فطرحه فقال يا رسول الله من أي شيء أتخذه قال اتخذه من ورق ولا تتمه مثقالا قال وليس في كلامهم ما يخالفه اه

Wallahu A'lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 15 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar