Harta Benda Wakaf dan Harta Warisan

 
Harta Benda Wakaf dan Harta Warisan

LADuNI.ID - Sebetulnya instrumen ekonomi sosial umat Islam yang sangat menjanjikan dan merupakan investasi masa depan umat Islam adalah wakaf. Namun dalam prakteknya sebagian di masyarakat seringkali terkendala oleh masalah. Di antara masalahnya ialah ahli waris dari wakif, yakni yang mewakafkan harta bendanya sering kali mencampuri nadzir, bahkan seolah-olah para ahli waris berhak menentukan dan mengatur-ngatur nadzir. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukkannya.

Harta benda wakaf dan harta warisan adalah dua hal yang sangat berbeda.

Wakif yang sudah mewakafkan tanahnya atau harta benda lainnya adalah sudah melepaskankan hak kepemilikan pribadinya dan diserahkan tanggung jawab pemeliharaan dan pengelolaanya kepada nadzir.

Harta yang sudah diwakafkan, maka sepenuhnya adalah milik Allah yang dititipkan dan dipercayakan kepada nadzir sesuai peruntukkan dan niat dari yang berwakaf. Misalnya, Wakif berwakaf untuk Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren, Panti Asuhan anak yatim, sarana ibadah seperti masjid, sarana kesehatan, dan lain-lain, maka penggunaan harta dan hasil dari harta wakaf itu harus dikembalikan kepada sesuai peruntukkan dan niat dari yang berwakaf itu.

Maka ketika, ada pihak-pihak mengambil alih harta tanah wakaf dijadikan hak milik pribadi, maka hakekatnya adalah mengambil dari hak lembaga pendidikan pondok pesantren, dari hak anak-anak yatim, dan dari hak-hak lain-lain. Ini perbuatan tercela diharamkan dalam agama dan juga perbuatan melawan hukum, melanggar Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004.

Sedangkan harta warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia. Harta yang merupakan milik pribadinya ketika masih hidup, ketika meninggal dunia, maka harta yang ditinggalkan itulah namanya harta harisan. Inilah yang bisa diwarisi. 
Sedangkan harta wakaf sudah bukan lagi milik pribadinya ketika ia masih hidup, maka ketika ia meninggal dunia, harta wakaf itu tidak termasuk harta warisan, tidak bisa diwarisi.

Kalau yang berwakaf saja sudah tidak ada lagi haknya karena dilepaskan hak kepemilikannya dengan Ikrar (Akad) Wakaf, maka anak-anaknya atau pun cucu-cucunya lebih tidak berhak sama sekali terhadap harta yang sudah diwakafkan.

Masalah seperti ini sudah diatur dengan tegas dalam hadis Rasulullah SAW.

Abdullah bin Umar menceritakan: 
أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُنِي بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلاَ يُبْتَاعُ وَلاَ يُورَثُ وَلاَ يُوهَبُ قَالَ فَتَصَدَّقَ عُمَرُ فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لاَ جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ 
Umar ibn al-Khattab memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW. minta nasehat. Kata Umar, wahai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik itu, apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Kalau engkau suka, engkau tahan pokoknya tanah itu dan engkau sedekahkan (Wakafkan) (hasilnya).” Kemudian Umar mensedekahkan (mewakafkan) tanahnya (untuk dikelola),TIDAK DIJUAL, TIDAK DIBELI, TIDAK DIWARISI, dan TIDAK DIHIBAHKAN. Ibnu Umar berkata: ”Umar menyedekahkan (hasil pengelolaan tanahnya) kepada orang-orang miskin, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak dilarang bagi para pengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (selayaknya) dan memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Muslim).

Banyak hal yang mau dijelaskan terkait dengan hadis ini, tapi sesuai dengan konteks masalah warisan dan Wakaf, maka hadis ini dengan tegas Rasulullah SAW. Menyebutkan TIDAK DIJUAL, TIDAK DIBELI, TIDAK DIWARISi, TIDAK DIHIBAHKAN. Titik.

Dalam Undang-Undang Wakaf Tahun 2004 Bab IV Pasal 40 disebutkan: Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: dijadikan jaminan; disita; dihibahkan; dijual; diwariskan; ditukar; atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Dalam Undang-Undang Wakaf Tahun 2004 ditegaskan ketentuan Pidananya pada Bab IX Pasal 67: (1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana Pasal 41, DIPIDANA dengan PIDANA PENJARA PALING LAMA 5 (LIMA) TAHUN dan /atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Semoga bisa dibedakan antara harta warisan dan harta wakaf, dan terhindar dari pelanggaran terhadap ajaran agama dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Wakaf.

Harta benda wakaf yang dijadikan milik pribadi dan diambil pemanfaatannya akan menghilanglkan keberkahan dalam hidup dan usaha. Lebih-lebih lagi di akhirat kelak.

Semoga harta yang sudah diwakafkan oleh orang tua, dan kakek-nenek, mereka dapat menikmati dan merasakan pahalanya oleh mereka di alam kuburnya bagi yang sudah meninggal dunia.

Oleh: Dr. Wajidi Sayadi, M.Ag

Dosen IAIN Pontianak