Gus Yahya: Organisasi yang Mencita-citakan Khilafah Sama dengan Gerakan Komunis Internasional

 
Gus Yahya: Organisasi yang Mencita-citakan Khilafah Sama dengan Gerakan Komunis Internasional

LADUNI.ID, Jakarta - Katib Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut organisasi yang mencita-citakan khilafah, seperti Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin, tak beda dengan gerakan komunis internasional yang menghendaki rezim tunggal di dunia.

Menurutnya, gerakan yang bercita-cita tentang khilafah itu tergolong gagasan baru yang sedang dipaksakan pada dunia Islam.

"Jadi mereka sama dengan gagasan komunis internasional yang memungkinkan satu rezim komunis untuk satu dunia," ujar pria yang akrab dipanggil Gus Yahya, di sela-sela Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU), di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis (28/2).

Gus Yahya mengatakan ideologi dan gerakan yang membawa gagasan secara universal seperti khilafah maupun komunis hanya menghasilkan kemelut dan kekacauan di seluruh dunia.

"Maka harus ditolak dan kembali pada asal dari nilai agama yaitu rahmah, kemanusiaan, dan akhlaqul karimah," katanya, yang juga merupakan anggota Wantimpres itu.

Menurutnya NU sendiri sudah memiliki sikap lewat Khittah NU 1984. Bahwa, NU memutuskan untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, wathoniyah, insaniyah, serta menerima NKRI berdasarkan UUD 1945.  Tidak ada perintah syariat ataupun dalil sebagai landasan legitimasi keberadaan sebuah negara,  itu berarti boleh membangun negara atas legitimasi apapun, termasuk konsep negara-bangsa, tak ada kewajiban umat Islam untuk menerapkan sistem khilafah yang mencakup seluruh dunia dalam satu kekuasaan sistem politik.

"Kami hanya melengkapi argumen agama," lanjutnya.

Ia pun meminta umat Islam di seluruh dunia menerima keberadaan negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat serta tak mengintervensi urusan negara lain.

"Kita sekarang umat Islam di seluruh dunia harus terima keberadaan negara-bangsa yang ada sebagai [negara] merdeka, berdaulat masing-masing dan tidak boleh mengintervensi urusan negara lain," katanya.