Hukum dan Adab Meletakkan Al-Qur’an

 
Hukum dan Adab Meletakkan Al-Qur’an
Sumber Gambar: laduni.id

LADUNI.ID, Jakarta - Hampir semua umat muslim tentu tahu, bahwa membaca Al-Qur’an memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Satu huruf Al-Qur’an bisa mendatangkan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Namun, kita juga harus belajar bagaimana adab meletakan Al-Qur’an.

Meskipun terdengar sepele, hal ini ternyata seringkali tidak diketahui oleh masyarakat luas. Padahal memperlakukan Al-Qur’an dengan baik merupakan bentuk penghormatan kepada ayat-ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Lantas, seperti apa adab meletakkan Al-Qur’an?

Salah satu pertanyaan tentang bagaimana adab meletakan Al-Qur’an adalah tentang hukum meletakkan mushaf Al-Qur’an di atas tanah atau lantai untuk waktu yang sebentar atau lama. Dan wajibkah meletakkan Al-Qur’an pada tempat yang tinggi dari lantai dengan tinggi minimal satu jengkal?

  • Adab Meletakkan Al-Qur’an

Dikutip dari buku Tajwid Lengkap Asy-Syafi’i karya Abu Ya’la Kurnaedi, adab meletakan Al-Qur’an di tempat yang tinggi lebih utama, seperti di atas kursi atau rak pada dinding yang jauh dari permukaan tanah maupun lantai.

Adapun jika terpaksa meletakkannya di lantai karena kebutuhan mendesak dan bukan untuk menghinakannya, dengan catatan permukaannya suci, seperti saat seseorang mengerjakan shalat dan tidak mendapati tempat yang tinggi, atau ketika sujud tilawah, maka melakukan yang demikian tidak mengapa. Sejauh ini tidak diketahui adanya larangan terkait hal ini. Walaupun begitu, adab meletakan Al-Qur’an di atas kursi, bantal, atau rak dinilai sebagai sikap yang jauh lebih hati-hati.

Al-Qur’an adalah kalamullah Ta’ala yang wajib diagungkan dan dimuliakan, sehingga hendaknya dibaca dalam keadaan yang paling baik. Ketika akan membaca Al-Qur’an, mak kita diajarkan untuk membaca ta’awudz terlebih dahulu. Memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari setan yang terkutuk ketika hendak mulai membaca Al-Qur’an.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk", (QS. An-Nahl 16:98).

Selain tahu adab meletakan Al-Qur’an, kita juga harus tahu bahwa ketika membaca Al-Qur’an harus mengambil tempat yang bersih. Oleh karena itu, para ulama sangat menganjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah itikaf.

Memuliakan dan mengagungkan Mushaf Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah, dan sekaligus bukti keimanan dan ketakwaan seseorang. Oleh karena itu kita wajib memperlakukan Mushaf Al-Qur’an dengan penuh adab, sopan santun yang tinggi. Dan hendaknya kita juga mendidik anak-anak kita agar tidak meletakkan Al-Qur’an secara langsung di lantai tanpa alas apa pun yang mengangkatnya agak tinggi dari atas lantai.

Karena, barang siapa meletakkan Mushaf secara langsung di lantai dengan niat untuk menghinakannya, maka DIA MENJADI MURTAD DAN KUFUR, keluar dari Islam, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala  melindungi kita semua dari perbuatan semacam ini.

Dan jika seseorang meletakkan Mushaf Al-Qur’an di lantai secara langsung tanpa niat menghinakan Al-Qur’an, kendati TIDAK MENJADI MURTAD, akan tetapi ia SANGAT TIDAK BERADAB KEPADA AL-QUR’AN, telah memperlakukan Kitabullah dengan sangat buruk. (Diasarikan dari Fatwa Habib Umar bin Hafidz)

Syekh Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi dalam kitab Tuhfatul Habib menyatakan:

وَ يَحْرُمُ وَضْعُ الْمُصْحَفِ عَلَى اْلأَرْضِ بَلْ لاَ بُدَّ مِنْ رَفْعِهِ عُرْفاً وَلَوْ قَلِيْلاً

Haram hukumnya meletakkan mushaf di lantai, akan tetapi Mushaf tersebut harus diangkat, meskipun hanya sedikit.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah meletakkan lembaran-lembaran Mushaf di lantai, bahkan ketika sejumlah Yahudi memberikan kepada beliau kitab Taurat, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  meletakkan Taurat tersebut di atas bantal.

أَتَى نَفْرٌ مِنْ يَهُودَ فَدَعُوا رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلّم إلَى الْقُفِّ، فأتَاهُمْ في بَيْتِ المِدْرَاسِ، فقالُوا: يَا أبَا الْقَاسِمِ إنَّ رَجُلاً مِنَّا زَنَى بامْرَأَةٍ فاحْكُمْ بَيْنَهُمْ، فَوَضَعُوا لِرَسُولِ الله صلى الله عليه وسلّم وِسَادَةً فَجَلَسَ عَلَيْهَا ثُمَّ قالَ: ائْتُونِي بالتَّوْرَاةِ، فأُتِيَ بِهَا، فَنَزَعَ الْوِسَادَةَ مِنْ تَحْتِهِ وَوَضَعَ التَّوْرَاةَ عَلَيْهَا وقالَ: آمَنْتُ بِكَ وَبِمَنْ أنْزَلَكَ…..

Beberapa orang yahudi datang dan mengundang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk hadir ke Quff (tempat dekat Madinah), lalu beliau mendatangi mereka di tempat yang biasa mereka gunakan untuk mengaji. Mereka berkata, “Wahai Abul Qasim, seorang laki-laki di antara kami berzina dengan seorang wanita, maka tetapkanlah hukum bagi mereka.” Mereka lantas memberi bantal Rasulullah saw untuk digunakan duduk, beliau pun duduk. Kemudian beliau minta diambilkan Taurat, naskah Taurat itu lalu diberikan kepada beliau. Beliau menarik bantal yang didudukinya dan meletakkan Taurat tersebut di atasnya seraya bersabda: “Aku beriman kepadamu dan kepada Dzat Yang menurunkanmu…..” (Sunan Abu Dawud, no.4443).

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ menegaskan, ulama telah sepakat bahwa hukum menjaga dan menghormati mushaf Al-Qur’an adalah wajib. Bahkan kalau ada orang yang sampai berani dengan sengaja membuang mushaf di tempat yang kotor, bisa menjadi kafir karena ia telah menghina Al-Qur’an:


  أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى وُجُوبِ صِيَانَةِ الْمُصْحَفِ وَاحْتِرَامِهِ فَلَوْ أَلْقَاهُ وَالْعِيَاذُ بِاَللَّهِ فِي قَاذُورَةٍ كَفَرَ  
 

Artinya: “Ulama telah sepakat atas kewajiban menjaga mushaf dan memuliakannya. Apabila ada orang yang dengan sengaja membuang Al-Qur’an di tempat kotor, ia menjadi kafir, naudzu billah” (Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, juz 2, hal. 71).

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:

ومن النصيحة لكتاب الله عز وجل : أن لا تضعه في موضع يمتهن فيه ، ويكون وضعه فيه امتهاناً له ، كمحل القاذورات ، وما أشبه ذلك

Bagian dari bersikap baik terhadap kitabullah adalah hendaknya tidak diletakkan di tempat yang hina. Sehingga ketika al-Quran diletakkan di sana, terhitung menghina Al-Qur’an. Seperti tempat-tempat kotor atau semacamnya.

وأما وضع المصحف على الأرض الطاهرة الطيبة : فإن هذا لا بأس به ، ولا حرج فيه ؛ لأن هذا ليس فيه امتهان للقرآن ، ولا إهانة له ، وهو يقع كثيراً من الناس إذا كان يصلي ويقرأ من المصحف وأراد السجود يضعه بين يديه : فهذا لا يعدُّ امتهانا ، ولا إهانة للمصحف ، فلا بأس به

Sementara meletakkan mushaf di tanah yang baik dan suci, hukumnya dibolehkan dan tidak masalah. Karena ini tidak terhitung menghina Al-Qur’an. Dan ini banyak terjadi di masyarakat, ketika mereka shalat sambil membaca mushaf, ketika hendak sujud mereka letakkan di depannya. Ini tidak termasuk penghinaan atau menghina Al-Qur’an, sehingga tidak masalah. (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/423).

Hadis diatas secara jelas memperlihatkan bagaimana Rasulullah saw memperlakukan kitab Taurat yang telah dirubah-rubah oleh orang Yahudi tersebut di atas bantal, tentunya Al-Qur’an lebih utama untuk diperlakukan seperti itu.

Dengan demikian, apabila Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam  yang sebagai manusia terpilih saja selalu menghormati kitab suci Taurat, apalagi kita sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kitab-kitab kita sendiri, Al-Qur’an, sudah seharusnya kita menghormatinya. Wallahu A’lam.

 

___________
Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada Senin, 8 April 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan.
Editor : Sandipo

Sumber : Al-Qur’an dan Hadis