Pemilu Telah Berlalu, Mari Saling Memaafkan Meraih Husnul Khatimah Nisfu Syakban

 
Pemilu Telah Berlalu, Mari Saling Memaafkan Meraih Husnul Khatimah Nisfu Syakban

LADUNI.ID, KOLOM-Tanpa terasa waktu terus berlalu, kini telah memasuki bulan Syakban. Negeri kita sejak beberapa bulan terakhir diadakannya kampanye baik terbuka maupun tidak terbuka. Salah satu media kampanye yang sangat aktif berupa media sosial.

Fenomena yang terjadi selama pra hari pencoblosan 17 April 2019 kerap terjadi hal yang mengarah kepada penghinaan, cacian dan lainnya semua itu bermuara kepada dosa. Kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa baik disengaja ataupun tidak terlebih secara terbuka ujaran kebencian dapat diakses melalui medsos, sudah selayaknya kita saling meminta maaf kepada saudara kita baik itu kesalahan sengaja ataupun tidak terlebih menjelang bulan LPJ(Laporan Pertanggung Jawaban) amalan kita di malam Nisfu Syakban.

Apakah memang ada tradisi saling meminta maaf di akhir Bulan Sya'ban atau menjelang Bulan Ramadan dalam khasanah Islam?
Meminta maaf itu tidak terukur dengan waktu dan momentum, setiap saat terbuka le bar untuk meminta maaf terlebih di akhir bulan Sya'ban dengan frekwensi potensi melahirkan juga tidak kalah hebatnya xengan momentum pilpres dan pileg di pesta demokrasi tahun ini.

Dalam konteks ukhuwah islamiyah dan humanisme, tradisi meminta maaf adalah hal yang wajib dilakukan umat Islam, jika merasa telah bersalah kepada saudaranya.
Memanfaatkan momentum nisfu syakban juga pra bulan Ramadan, untuk saling memaafkan, adalah terjemahan dari sikap zuhud yang berkembang dalam tradisi sufism.

Dalam tradisi ini, dosa dhahiriyah (terlihat) sesama manusia, spontan dimaafkan. Sedangkan dosa bathiniyah, seperti dengki, hasad, dan iri hati, itulah yang harus selalu dihindari untuk menjaga hati tetap bersih.

Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Ada hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tentang meminta maaf.

“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449).

Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, juga tidak ada larangan yang diajarkan oleh Islam. Siapa tahu kita ada terbesit dosa bathiniyah dalam jiwa kita kepada orang lain.

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356,).

Sudah menjadi tradisi dalam kodrat kehidupan kita, meminta maaf dan memaafkan adalah pekerjaan yang maha berat. Meski sudah menyadari kesalahan namun meminta maaf kepada mereka yang telah didzalimi dan disakiti bukan perkara yang mudah.

 

Tentunya disini ada semacam ego atau gengsi yang mencegah seseorang untuk mengatakan, “Aku minta maaf, aku telah bersalah.”Terkadang orang lebih suka melakukan apa pun yang lebih sulit daripada meminta maaf. Dan ini merupakan salah satu bentuk kesombongan karena ia merasa sedemikian mulia sehingga malu dan tidak bersedia untuk minta maaf.

 

Sebaliknya, meski bisa menahan sakit akibat kedzaliman orang lain, memberi maaf juga bukan perkara yang mudah. Ada semacam rasa sakit yang tergores yang seakan-akan tidak bisa lepas dari ingatan dan akan senantiasa membekas.

 

Padahal Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi yang berlapang dada dan pemaaf. Sebagaimana yang pernah disinggung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bahwa manusia adalah tempat salah dan dosa. Memberi maaf orang atas kesalahan yang mungkin tidak disengajanya termasuk keutamaan tersendiri bagi orang yang tersakiti. Rasululllah bersabda,
ثَلَاثٌ أُقْسِمُ عَلَيْهِنَّ مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْداً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

 

“Ada tiga golongan yang berani bersumpah untuknya, tidaklah berkurang harta karena shodaqoh, dan tidaklah menambah bagi seorang pemaaf melainkan kemulyaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (rendah hati) melainkan akan diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR.Tirmidzi)

 

Rasulullah juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang yang memaafkan kesalahan orang lain adalah Surga. Beliau bersabda dalam hadits Ibnu Abbas;

 

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يُنَادِي مُنَادٍ فَيَقُولُ : أَيْنَ الْعَافُونَ عَنِ النَّاسِ ؟ هَلُمُّوا إِلَى رَبِّكُمْ خُذُوا أُجُورَكُمْ ، وَحَقَّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إِذَا عَفَا أَنْ يُدْخِلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ ” .

 

“Kelak pada hari kiamat, ada pemanggil yang menyeru, “Dimanakah orang-orang yang memaafkan orang lain? Kemarilah kepada Rabb kalian dan ambillah pahala kalian!” Dan wajib bagi setiap muslim bila suka memaafkan maka Allah masukkan dia ke dalam Surganya.”

 

Islam mengajarkan pada umatnya bahwa memberi maaf tak menunjukkan seseorang itu lemah karena tidak mampu membalas. Sebab memaafkan orang lain terutama seseorang mampu membalas merupakan kemuliaan karena ia belajar dari sifat-sifat Allah, yaitu Al-‘Afuwwu Al-Qoodiru (Yang Maha Memaafkan dan Maha Berkuasa).

 

Janji Allah, siapa yang memaafkan disaat dia mampu membalas, ia akan meraih Surga Allah.

 

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُشْرَفَ لَهُ الْبُنْيَانُ ، وَتُرْفَعَ لَهُ الدَّرَجَاتُ فَلْيَعْفُ عَمَّنْ ظَلَمَهُ ، وَلْيُعْطِ مَنْ حَرَمَهُ ، وَلْيَصِلْ مَنْ قَطَعَهُ ”

 

“Barangsiapa yang ingin dibangunkan baginya bangnan di Surga, hendaknya ia memafkan orang yang mendzaliminya, memberi orang yang bakhil padanya dan menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.” (HR. Thabrani

 

Pesta demokrasi kini telah usai tepatnya 17 April 2019 dengan tugas dan kewajiban kita rakyat memberikan jatahnya untuk menentukan siapa wakil rakyat dan pemimpin negeri ini, walaupun belum diumumkan siapa yang telah di takdirkan Allah SWT yang terbaik dan kita hendaknya menerimanya dengan lapang dada dan penuh keikhlasan. 

Kita intropeksi diri dan mencoba untuk meminta maaf terlebih dosa sesama pasca kampanye pesta demokrasi lima tahunan. Nisfu Sya’ban sebagai LPJ amalan kita dan itu merupakan salah satu malam pengampunan dosa. Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliki menjelaskan bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah lailatul Maghfirah, yakni malam pengampunan atas dosa-dosa. Sayyid Muhammad menyebutkan beberapa hadis yang menunjukkan bukti bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah malam maghfirah. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani dan Ibnu Hibban dari Mu’adz bin Jabal:


يطلع الله الي جميع خلقه ليلة النصف من الشعبان فيغفر لجميع خلقه الا لمشرك او مشاحن

Allah mendatangi semua mahluknya pada malam Nisfu Sya’ban kemudian mengampuni semua makhluknya (manusia) kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang munafiq yang menyebabkan perpecahan.

 

Hadis di atas adalah salah satu hadis tentang pengampunan di malam Nisfu Sya’ban. Walaupun hadis di atas dhaif, namun masih tetap bisa diamalkan. Karena terkait dengan fadhail a’mal dan kedhaifannya tidak terlalu parah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama’ hadis sebagaimana yang telah disebutkan oleh An-Nawawi dalam Taqribnya.


Walaupun malam Nisfu Sya’ban adalah malam ampunan, namun tidak serta merta semua dosa bisa diampuni pada malam tersebut. Dan juga tidak serta merta orang-orang yang tidak melakukan apa-apa pada malam ini mendapat ampunan.

Sayyid Muhammad al Maliky setelah menyebutkan amalan-amalan yang mestinya dilakukan pada malam nisfu syaban (seperti membaca al-Quran, Beristighfar, dan berdzikir), beliau menyebutkan dosa-dosa yang tidak serta merta diampuni dimalam Nisfu Sya’ban.

Beranjak dari itu mari kita berlapang dada dan merentangkan tangan untuk saling meminta maaf terhadap segala kesalahan baik dosa vertikal terlebih dosa horizontal antar sesama. Walaupun memberi maaf lebih utama daripada memaafkan pasca diminta maaf.

Namun tidak salahnya kita meminta maaf kepada bersangkutan secara indivudu, toh kalaupun itu belum bisa direalisasikan dengan berbagai faktor, mari raih keutamaan memaafkan saudara kita walaupun tanpa diminta maafnya. Sekali lagi alfaqir sebagai penulis juga meminta maad kepada semuanya dan telah memberi kemaafan kepada siapa saja meskipun tidak sempat meminta maafnya. Mari kita membuka pintu maghfirah meraih ridha-Nya dalam LPJ Nisfu Syakban menuju hari esok yang berkah bermahkota sa'adah daaraini. Amin.

Wallahu Muwaffiq Ila Aqwanith Thariq
***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Pemulung dan Penghimpun Hikmah yang tercecer. Dijlkutip dari berbagai sumber