Hukum Anak Hasil Perkawinan Silang pada Hewan

 
Hukum Anak Hasil Perkawinan Silang pada Hewan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam konteks fikih, mengandaikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi "jika seandainya nyata adanya" lalu bagaimana pandangan hukumnya, adalah proses pengasahan cara pikir yang sudah lama dilestarikan. Misalkan ada pertanyaan mengenai seekor hewan yang berupa anjing tapi lahir dari perkawinan kambing dengan kambing, bagaimanakah status hukum anak kambing ini, padahal lahir dari hewan yang jelas halalnya. Atau mengandaikan seorang anak yang berupa wajah manusia tapi lahir dari sapi atau hewan yang bisa dimakan lainnya, bagaimanakah status hukumnya jika disembelih? 

Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas terkesan hanya sebatas pengandaian. Tapi seiring dengan kemajuan teknologi, terciptalah rekayasa genetik yang bisa menghasilkan hal-hal nyata dari pertanyaan pengandaian di atas terjadi. Lalu bagaimanakah pandangan di dalam hukum Islam terkait dengan hal itu. Tapi persolannya bukan ditekankan pada rekaya genetiknya, melainkan kepada apa yang telah dihasilkan tersebut.

Di dalam kitab Hasyiyah Al-Bajuri dijelaskan mengenai hal ini. Jika ada kambing yang dikawinkan dengan sesama kambing tapi kemudian anaknya berwujud seekor anjing, maka anak tersebut dihukumi halal dan suci, mengikuti hukum asal ayah dan ibunya. Sedangakan jika anak lahir dari hewan yang haram dan najis seperti anjing atau babi, maka meskipun anaknya berupa seekor kambing, hukumnya ditetapkan sebagaimana asal dari ayah dan ibunya. Demikian pula jika ada persilangan, anak hewan yang terlahir dari salah satu hewan yang najis dan haram, baik ayahnya berupa seekor kambing sementara ibunya anjing atau sebaliknya, meskipun lahirnya adalah seekor kambing maka tetap dihukumi sebagai najis dan haram. 

Berikut keterangan yang bisa dipahami sebagaimana di atas; 

إِذَا أَحْبَلَ مَأْكُوْلٌ مَأْكُوْلَةً، كَأَنْ أَحْبَلَ ثورٌ بَقَرَةً، فَجَاءَ الْوَلَدُ عَلَى صُوْرَةِ الْآدَمِيِّ فَإِنَّهُ طَاهِرٌ مَأْكُوْلٌ، فَلَوْ حَفِظَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ خَطِيْباً وَصَلَّى بِنَا عِيْدَ الْأَضْحَى، جَازَ أَنْ نُضْحِيَ بِهِ بَعْدَ ذَلِكَ، وَبِهِ يُلْغِزُ لَنَا: خَطِيْبٌ صَلَّى بِنَا الْعِيْدَ الْأَكْبَرَ وَضَحَّيْنَا بِهِ. انتهى

“Bila ada binatang jantan yang halal dimakan dagingnya membuahi binatang betina yang juga halal dimakan dagingnya seperti sapi jantan membuahi sapi betina, kemudian menghasilkan keturunan menyerupai bentuk anak adam maka keturunan tersebut hukumnya suci dan halal di makan, bila ia hafal quran dan menjadi khotib serta bersama kita menjalani sholat Idul Adha, boleh juga diqurbankan setelah rampung menjalani sholat Ied, karenanya ada anekdot fuqoha berbunyi; 'Ada seorang khotib sholat Idul Adha bersama kita tapi halal diqurbankan karena lahir dari binatang yang halal dimakan itu'. (Hasyiyah Al-Bajuri, juz 1, hlm. 40).

Selain itu ada juga keterangan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhaddzab;

وَأَمَّا الْخِنْزِيْرُ فَنَجِسٌ، لِأَنَّهُ أَسْوَأُ حَالًا مِنَ الْكَلْبِ، لِأَنَّهُ مَنْدُوْبٌ إِلَى قَتْلِهِ مِنْ غَيْرِ ضَرَرٍ فِيْهِ وَمَنْصُوْصٌ عَلَى تَحْرِيْمِهِ فَإِذَا كَانَ الْكَلْبُ نَجِسًا فَالْخِنْزِيْرُ أَوْلَى،  وَأَمَّا مَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا فَنَجِسٌ، لِأَنَّهُ مَخْلُوْقٌ مِنْ نَجِسٍ فَكَانَ مِثْلَهُ.

"Adapun babi itu hukumnya najis karena dipandang lebih buruk daripada anjing. Hukumnya boleh dibunuh tanpa alasan, tapi haram dimakan. Jika anjing dihukumi najis, maka demikian pula dipastikan hukumnya babi. Begitu juga anak yang lahir dari salah satu hewan ini, bagaimanapun wujudnya, tetap dipastikan hukumnya najis. Sebab yang terlahir dari hewan yang najis, maka dihukumi sama, yakni najis juga."

Dari keterangan ini semakin jelas bahwa dalam konteks fikih, anak hewan yang terlahir itu sebagaimana hukum asal ayah dan ibunya, tetapi jika terjadi persilangan antara hewan yang halal dengan hewan yang haram, maka anak hewan yang terlahir tetap dihukumi najis dan haram. Tetapi kalau ada anak hewan yang terlahir dari sesama hewan yang halal dimakan, tetapi berwujud hewan yang najis dan haram seperti anjing, maka dihukumi tetap suci dan halal sebagaimana hukum asal ayah dan ibunya. Sebaliknya, jika ada anak hewan yang terlahir dari sesama hewan yang najis dan haram atau dari persilangan dengan salah satunya, meski berwujud hewan yang halal dimakan seperti kambing, maka dihukumi tetap najis dan haram dimakan. Wallahu 'alam bis Showab. []


Sumber: Kitab Hasyiyah Al-Bajuri karya Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, dan Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhaddzab karya Imam An-Nawawi. 

Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 05 Mei 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim