Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Spiritual Seseorang

 
Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Spiritual Seseorang

LADUNI.ID - Nabi SAW. sedikit makan, kita sedikit-sedikit makan, 
Nabi SAW. sedikit tidur, kita sedikit-sedikit tidur, 
Nabi SAW. sedikit bicara, kita sedikit sedikit bicara.

orang lain bazar buku dan kitab, kita bazar makanan dan kue tempatnya pun terkadang di halaman masjid, penjual dan pembelinya terkadang ada yang tidak berbusana yang mencerminkan Islami. Akhirnya masjid nuansa spritualitasnya berkurang, karena mirip dengan pasar kue dan makanan.

Satu sisi puasa dan dakwah ramai dan semarak , tapi sisi lainnya, semangat konsumtif berbarengan dengan semangat produksi sampah makanan; semangat makan, semangat belanja, semangat menghabiskan duit. Inilah sebagian potret problem umat Islam. Padahal puasa adalah tidak makan dan tidak minum, artinya harus mengendalikan nafsu makanan, nafsu konsumerisme materialisme, dan nafsu lainnya bukan memperturutkan selera nafsu.

Para ulama tasawuf seringkali mengingatkan bahwa bahayanya agama dan bisa membinasakan manusia dalam beragama adalah, banyak makan, banyak tidur, dan banyak bicara.

Islam adalah agama dunia dan akhirat. Islam tidak hanya mengatur persoalan hubungan dan komunikasi vertikal kepada Allah, tetapi juga persoalan hubungan dan interaksi antar sesama manusia dan makhluk pada umumnya. Termasuk hal yang mendapat perhatian serius dalam Islam adalah masalah makanan dan minuman.

Dalam al-Qur'an, disebutkan perintah makan dirangkaikan dengan perintah bertakwa. 
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS. Al-Maidah/5: 88).

Perintah makan dan perintah bertakwa satu paket, salah satu artinya, bahwa ketakwaan seseorang bisa dilihat pada cara makan dan apa yang dimakannya. Atau makanan itu berpengaruh pada seseorang hingga mencapai ketakwaan. Inilah yang dimaksud pengaruh makanan terhadap spritualitas.

Rasulullah SAW. mengaitkan antara terkabulnya doa dengan makanan halal. Beliau bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah Mahabaik. Dia tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dia memerintahkan orang mukmin sebagaimana memerintahkan para Rasul dengan firman-Nya, "Wahai Rasul, makanlah rezeki yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu." Rasul kemudian menjelaskan seorang pejalan kaki, kumal, dan kotor, menengadahkan tangannya ke langit berdoa: "Wahai Tuhan, Wahai Tuhan. (Tetapi) makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, makan dari barang haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan doanya?" (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Al-Qur'an memerintahkan makan makanan yang tidak saja halal, tetapi juga harus thayyib, sebagaimana firman Allah: 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Wahai manusia, makanlah dari yang halal lagi thayyib dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah/2: 168).

Kata "halal" dalam bahasa Arab berasal dari akar kata halla yang berarti lepas atau tidak terikat. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Dalam bahasa hukum, kata "halal" menunjuk pada arti segala sesuatu yang dibolehkan agama.

Makanan yang dikonsumsi selain halal, juga harus thayyib. Ulama tafsir menjelaskan pengertian thayyib dalam makanan adalah:
(1) makanan yang sehat, yakni makanan yang memiliki zat gizi yang cukup dan seimbang.
(2) proporsional, maksudnya sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebih, dan tidak berkurang. Misalnya, mengambil segelas aqua, apabila sebotol aqua, diminum sedikit, lalu sisanya yang masih banyak dibuang, itu namanya tidak thayyib, menyediakan berbagai makanan dan kue, ternyata yang dimakan hanya sedikit, lalu sisanya basi dan dibuang, ini namanya tidak thayyib. Padahal Allah memerintahkan makan tidak hanya halal tapi harus juga thayyib. 
(3) Aman, tidak kadaluarsa, disimpan di tempat yang tidak menjijikkan dan tidak menghilangkan selera, tidak dikerumuni lalat dan memungkinkan kotor dan rusak.

Dengan demikian, jelas bahwa makanan dan minuman penting diperhatikan sebab memberi pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan pengembangan kualitas diri manusia, baik fisik maupun jiwa dan pikirannya serta spritualitasnya. Semoga dengan ibadah puasa Ramadhan ini, akan mengendalikan diri kita untuk bisa mengendalikan nafsu konsumtif, melahirkan semangat produktif dan peningkatan spritualitas.

Oleh: Dr Wajidi Sayadi