Hukum Menggunakan Kaos Kaki Ketika Shalat

 
Hukum Menggunakan Kaos Kaki Ketika Shalat
Sumber Gambar: Foto Michael Burrows / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Khuf dan Jaurab bagi masyarakat Indonesia dikenal dengan bahsa sarung kaki dan sepatu. Dalam kajian dan batasan fiqih khuf berarti sesuatu yang dipakai di kaki yang terbuat dari kulit, wol atau lainnya yang berfungsi memberi kehangatan. Sedangkan jaurab sesuatu yang dipakai di kaki dan berbahan selain kulit, baik difungsikan sebagai sepatu atau tidak. 

Penggunaan khuf dan jaurab dalam melaksanakan ibadah sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti ketika saat berwudhu. Dalam kondisi tertentu seperti ketika dalam perjalanan, cuaca dingin yang ekstrim, atau kondisi lainnya yang tidak memungkinkan untuk melepasnya, kita diperbolehkan tidak melepaskan khuf dan jaurab ketika sedang berwudhu dan hanya mengusapnya saja. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah RA yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى اَلْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ

"Sesungguhnya Nabi SAW pernah berwudhu dengan mengusap ubun-ubunnya, mengusap surban yang diikatkan di kepalanya, dan mengusap kedua sepatunya (sebagai ganti dari basuhan kaki)"

Kemudian hadits Rasulullah SAW dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah RA A dalam riwayat dari At-Tirmidzi

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ عَلَى ظَاهِرِهِمَا

"Aku melihat Nabi SAW. mengusap dua khuf, yaitu bagian atas keduanya"

Baca Juga: Hukum Shalat tanpa Penutup Kepala

Dalam riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ وَمَسَحَ عَلَى الْجَوْرَبَيْنِ وَالنَّعْلَيْنِ

"Sesungguhnya Nabi SAW. wudhu kemudian mengusap dua kaus kaki dan sandalnya"

Praktik mengusap khuf atau jaurab tanpa melepasnya dari kaki ketika berwudhu sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta para sahabatnya telah disepakati kebolehannya oleh ulama empat mazhab dan mayoritas ulama lainnya. Namun demikian, dalam praktiknya terdapat ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti syarat, tata cara, dan hal-hal yang membatalkannya yang harus diperhatikan oleh kita sebelum melakukannya.

Penjelasan di atas dalah penggunaan kaos kaki ketika sedang berwudhu. Lalu bagaimana hukumnya jika kita mengenakan kaos kaki ketika sedang melaksanakan shalat? Apakah sah atau tidak shalatnya?

Mengenai persoalan penggunaan kaos kaki ketika sedang shalat akan berhubungan dengan sujud ketika shalat. Rasulullah SAW telah memberikan contoh tentang tata cara pelaksanaan sujud dalam shalat. Kemudian oleh para ulama disimpulkan bahwa ada tujuh anggota badan yang menjadi bagian dari sujud sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Nabi dan kitab-kitab fiqih. Ketujuh anggota badan tersebut yaitu dahi, kedua tangan, kedua kaki, dan ujung-ujung telapak kaki.

Jumhur ulama sepakat bahwa tidak bisa disebut sujud ketika tidak tidak meletakan kedua kaki. Tentu hal ini berlaku jika dalam kondisi yang normal tanpa ada halangan dan udzur tertentu. Lalu bagaimana jika orang yang sujud mengenakan kaos kaki atau sepatu yang menyebabkan kakinya tertutup?  Dalam hal peletakan kaki saat sujud dan menutup kedua kaki para ulama berbeda pendapat dan memisahkan kedua hal tersebut.

Baca Juga: Penjelasan Syarat Sujud dalam Shalat dan Hukumnya

Mengenai hal tersebut berikut penjelasan Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu

ولا خلاف في عدم وجوب كشف الركبتين، لئلا يفضي إلى كشف العورة، كما لا يجب كشف القدمين واليدين، لكن يسن كشفها، خروجاً من الخلاف
والشافعية والحنابلة متفقون على وجوب السجود على جميع الأعضاء السبعة المذكورة في الحديث السابق، ويستحب وضع الأنف مع الجبهة عند الشافعية، لكن يجب عند الحنابلة وضع جزء من الأنف. واشترط الشافعية أن يكون السجود على بطون الكفين وبطون أصابع القدمين، أي أنه يكفي وضع جزء من كل واحد من هذه الأعضاء السبعة كالجبهة، والعبرة في اليدين ببطن الكف، سواء الأصابع والراحة، وفي الرجلين ببطن الأصابع، فلا يجزئ الظهر منها ولا الحرف
.

"Tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama perihal ketidakwajiban pembukaan dua lutut (saat sujud) agar tidak membawanya pada keterbukaan aurat. Keterbukaan kedua kaki dan kedua tangan tidak wajib, tetapi dianjurkan untuk keluar dari perbedaan pandangan di kalangan ulama. Ulama Madzhab Syafi‘i dan Madzhab Hanbali sepakat atas kewajiban sujud dengan tujuh anggota tubuh seperti disebutkan pada hadits di atas. Bagi Syafi‘iyah, peletakan hidung bersama dahi dianjurkan. Sementara bagi Hanbaliyah, peletakan sebagian sisi hidung itu wajib. Syafi‘iyah mensyaratkan sujud dengan perut telapak tangan dan perut jari kedua kaki. Artinya peletakan satu sisi dari setiap tujuh anggota tubuh seperti dahi itu sudah memadai. Hitungan (sujud) dengan kedua tangan terletak pada perut telapak tangan baik perut jari maupun telapak tangan. Sementara (sujud) dengan kedua kaki dihitung pada perut jarinya sehingga sujud dengan punggung kaki atau tepi kaki dianggap tidak memadai"

Kita harus bisa membedakan antara peletakan tujuh anggota badan saat sujud dan keterbukaan tujuh anggota badan saat sujud. Dalam hal ini ulama sepakat tentang kewajiban peletakan tujuh anggota badan saat sujud, namun dalam hal keterbukaannya terdapat perbedaan pandangan. Seperti keterbukaan kedua kaki dalam sujud sebagian ulama ada yang menyebut tidak wajib karena terdapat dalil bahwa Rasulullah SAW pernah mengusap khuf dan tetap mengenakannya dalam shalat. Hal ini dijelaskan dalam kitab Nailul Authar Syarah Muntaqal Akhbar sebegai berikut:

قال ابن دقيق العيد : ولم يختلف في أن كشف الركبتين غير واجب لما يحذر فيه من كشف العورة وأما عدم وجوب كشف القدمين فلدليل لطيف وهو أن الشارع وقت المسح على الخف بمدة يقع فيها الصلاة بالخف فلو وجب كشف القدمين لوجب نزع الخف المقتضي لنقض الطهارة فتبطل الصلاة

"Ibnu Daqiq Al-Ied (seorang ulama bermadzhab Syafi‘i) mengatakan: Ulama sepakat bahwa keterbukaan kedua lutut (ketika sujud) tidak wajib karena dikhawatirkan tersingkap aurat. Sedangkan ketidakwajiban terbukanya kedua kaki didukung sebuah dalil halus di mana Nabi Muhammad SAW pada suatu ketika mengusap khuf (sejenis kaos kaki rapat dari kulit) tetap mengenakannya dalam shalat. Seandainya keterbukaan kedua kaki itu wajib, niscaya pencopotan khuf juga wajib yang menuntut pembatalan kesucian lalu membatalkan shalat"

Baca Juga: Hukum Bermazhab

Dari beberapa keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwa orang yang shalat menggunakan kaos kaki, sepatu, atau sejenisnya (selama memenuhu syarat seperti tidak najis, dan lainnya) tetap sah karena berdasarkan dalil dan pandangan ulama. Tentu masing-masing orang memiliki pandangan masing-masing tentang tata cara ibadahnya sesuai dengan keyakinan dan pandangan masdzhabnya. Sebaiknya kita tetap menghargai perbedaan tersebut sebagai bentuk kerukunan dan penghargaan antar sesama.

Selain itu Islam adalah agama yang tidak pernah mempersulit umatnya dalam hal melaksanakan ibadah karena dalam ibadah terdapat berbagai rukhsah (keringanan). Allah SWT tidak menghendaki kesulitan bagi kita sebagaimana yang termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 185

يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu"

Dan dalam hadits Rasulullah SAW dari sahabat Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

"Sesungguhnya agama itu mudah. Dan selamanya agama tidak akan memberatkan seseorang melainkan memudahkannya. Karena itu, luruskanlah, dekatilah, dan berilah kabar gembira! Minta tolonglah kalian di waktu pagi-pagi sekali, siang hari di kala waktu istirahat dan di awal malam"

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu
2.  Kitab Nailul Authar Syarah Muntaqal Akhbar
3. Sahih Bukhari dan Sahih Muslim