Segregasi Seks dan Penyimpangan Seksual di Timur Tengah

 
Segregasi Seks dan Penyimpangan Seksual di Timur Tengah

LADUNI. ID,  Jakarta  - Ada beberapa kalangan yang menganggap bahwa segregasi atau pemisahan orang berdasarkan jenis kelamin (Laki-laki dan perempuan) adalah cara jitu untuk menjaga moralitas manusia. Rujukannya adalah praktek yang terjadi di Timur Tengah, termasuk di Afghanistan. 

Beta dari 2009 sudah bekerja dan tinggal secara terus menerus di beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk di Afghanistan di mana praktek segregasi seksual itu dijadikan referensi oleh beberapa kelompok kecil di Indonesia. 

Apa yang beta lihat adalah sebagai berikut:

1. Segregasi berdasarkan jenis kelamin itu sudah semakin ditinggalkan oleh orang di negara-negara yang pernah beta kunjungin. Praktek ini hanya dilakukan di struktur-struktur demografi terkecil, misalnya di daerah-daerah tertentu. Jadi kalau rujukannya adalah Timur Tengah, khususnya negara-negara Islam, maka itu salah besar. Mereka sendiri sudah mulai meninggalkan praktek tersebut;

2. Tingkat perselingkuhan meningkat. Ada fenomena menarik yang beta amati yaitu tingginya tingkat perselingkuhan maupun prostitusi di negara-negara ini. Bukan rahasia lagi bahwa tempat-tempat prostitusi itu sangat banyak di negara-negara di TImur Tengah. Bukan hanya itu, perselingkuhan yang dilakukan oleh istri-istri juga cukup tinggi, walaupun untuk klan atau keluarga tertentu, jika ketahuan, khususnya buat perempuan, maka bisa dibunuh alias terjadinya honor killing;

3. Perilaku seks menyimpang juga cukup tinggi. Perempuan-perempuan yang belum menikah, tapi ingin melakukan hubungan seksual dengan pasangan mereka akan memilih hubungan anal seks, demi menjaga 'keperawanan' mereka buat suami di malam pertama. Yang menarik adalah, karena fenomena anal seks ini semakin meningkat, hubungan seksual pertama kali yang dilakukan oleh pasangan yang baru menikah itu biasanya lewat anal seks dan bukan lewat vagina. Jadi kalau ternyata hubungan anal seks itu lancar tanpa hambatan, maka keberadaan selaput darah sang istri pada malam pertama itu sudah tidak relevan lagi. 

4. hubungan sesama jenis alias LGBT juga sangat tinggi dan semakin terbuka. Kalau kita pergi ke puluhan bar di Iraq maupun Amman, maka sangat jelas terlihat bagaiman lelaki-lelaki Arab yang saling bermesraan satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin bisa dipahami karena interaksi mereka dengan lawan jenis itu minim bagi sebagian orang. Di Afghanistan misalnya, bahkan ada tradisi bahwa dalam pertemuan para bapak-bapak, mereka biasa dihibur oleh anak-anak laki-laki yang didandani ala perempuan. Tugas mereka menyajikan teh, menari dan kemudian menjadi pelampiasan seksual dari bapak-bapak tersebut.

Jadi apa kesimpulannya?
Bahwa segregasi berdasarkan jenis kelamin sebagai 'silver bullet' untuk memperkuat moralitas seseorang itu adalah sebuah tesis yang lemah, apalagi dengan memakai referensi Timur Tengah. Bahkan sebaliknya, segregasi itu malah berpotensi meningkatkan penyimpangan moralitas maupun seksual seperti yang terjadi di negara-negara di Timur Tengah.

Yang kedua, menjual 'perilaku TImur Tengah' sebagai referensi perilaku dengan moral tinggi adalah sebuah pembodohan masyarakat di Indonesia. Harusnya mereka belajar dari kita.

Yang ketiga, jualan Timur Tengah memang menghasilkan duit di Indonesia, karena masih ada pasarnya.

Penulis: Alto Luger