Sebelum Cheng Ho dan Columbus, Kapal Besar Nusantara Sudah Lintasi Sepertiga Dunia

 
Sebelum Cheng Ho dan Columbus, Kapal Besar Nusantara Sudah Lintasi Sepertiga Dunia
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sebelum Cheng Ho dan Columbus terkenal, penjelajah laut dari Nusantara telah menjelajahi wilayah-wilayah yang membentang sepanjang sepertiga dari permukaan bumi. Meskipun lebih dari lima abad sebelum era Masehi, masyarakat China telah menghasilkan beragam jenis kapal dengan ukuran yang berbeda-beda, namun peran kapal China dalam pelayaran laut jauh masih terbatas pada tingkat yang minimal pada abad ketujuh.

Dalam narasi perjalanan keagamaan I-Tsing yang berlangsung antara tahun 671 hingga 695 Masehi, dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan, disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya. Sriwijaya pada masa itu merupakan kekuatan maritim dominan yang mengendalikan jalur-jalur perdagangan di "Laut Selatan".

Dalam sebuah catatan, para pelaut Jawa dari masa lampau dijuluki sebagai ahli navigasi yang ulung. Mereka dianggap sebagai pionir dalam seni navigasi tertua, meskipun banyak yang berpendapat bahwa orang Cina sebenarnya lebih berhak atas gelar tersebut, serta menyatakan bahwa pengetahuan ini diturunkan dari mereka kepada orang Jawa.

Namun, yang pasti, orang Jawa telah melakukan perjalanan ke Tanjung Harapan dan menjalin hubungan dengan Madagaskar pada zaman dahulu. Saat ini, banyak penduduk asli Madagaskar yang mengaku sebagai keturunan orang Jawa. Bahkan ditemukan beberapa alat musik, arsitektur rumah dan kuliner mereka, sama dengan yang ada di Nusantara.

Pelaut Portugis yang menjelajahi lautan pada pertengahan abad ke-16 mencatat bahwa orang Jawa telah sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar sebelum mereka. Mereka menemukan bahwa penduduk Tanjung Harapan pada awal abad ke-16 memiliki kulit yang cokelat seperti orang Jawa.

"Mereka mengklaim keturunan Jawa," ungkap Couto, seperti yang dikutip oleh Anthony Reid dalam bukunya berjudul Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.

Misteri Kapal Jung Java,

Ketika pelaut Portugis menjangkau perairan Asia Tenggara pada awal abad ke-16, mereka menemukan bahwa kawasan tersebut didominasi oleh armada Kapal Perang Nusantara yang dikenal sebagai Jung Java. Kapal dagang yang dimiliki oleh orang Jawa ini memegang kendali kuat atas jalur perdagangan rempah-rempah yang sangat strategis, yang membentang dari Maluku hingga Jawa dan Malaka. Pada masa itu, kota pelabuhan Malaka secara efektif menjadi pusat kegiatan perdagangan orang Jawa, menjadi pusat kegiatan ekonomi dan budaya yang penting di kawasan tersebut.

Di sana banyak saudagar dan nakhoda kapal Jawa yang menetap, dan sekaligus mengendalikan perdagangan Internasional. Tukang-tukang kayu Jawa yang terampil membangun galangan kapal di kota pelabuhan terbesar di Asia Tenggara itu. Para tukang kayu itu menggunakan kayu jati sebagai bahan dasar pembuatan kapal tersebut. Bukti kepiawaian orang Jawa dalam bidang perkapalan juga ditemukan pada relief Candi Borobudur yang memvisualkan perahu bercadik - belakangan disebut sebagai "Kapal Borobudur".

Orang-orang portugis itu memuji kehebatan Kapal Jung Java raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku. Disebutkan, Jung Java memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.

Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Kapal Jung Jawa terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513.

Kapal Jung Java ini bisa saja dikatakan setara dengan kapal induk di era modern sekarang ini. Teknologi Kuno Bangsa Indonesia yang Canggih – Di zaman dahulu kala, para nenek moyang kita sudah menemukan banyak penemuan yang terbilang canggih.

Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13. Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata ‘Jung’ digunakan pertama kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibnu Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.

Dampak dominasi Kapal Jung Java begitu besar hingga Geovanni Da Empoli mencatat bahwa China bahkan melarang kapal-kapal tersebut berlabuh di beberapa pelabuhan di wilayah mereka. Rasa khawatir dan ketakutan melanda penguasaan perdagangan China, karena mereka menyadari bahwa kehadiran kapal-kapal Jung Java membawa potensi ancaman terhadap kestabilan kota-kota di sepanjang jalur perdagangan. Satu kapal Jung Java dianggap setara dengan kekuatan 20 kapal Jung China, memberikan gambaran akan kekuatan dan keunggulan yang dimiliki armada Nusantara ini.

Namun, disayangkan bahwa banyak orang Indonesia sendiri tidak menyadari hal tersebut. Kehilangan jejak Kapal Jung Jawa dari sejarah Indonesia pada abad ke-15 hingga ke-16 bukanlah hanya kehilangan bagi pelaut Jawa, tetapi juga bagi pelaut Melayu dan Tionghoa yang menggunakan jenis kapal layar ini.

Kapal Jung Java memegang peranan yang sangat penting dalam jaringan perdagangan Asia Tenggara pada masa lalu. Kapal ini menjadi tulang punggung yang menghubungkan jalur perdagangan antara berbagai kota penting di Asia Tenggara, termasuk Campa (ujung selatan Vietnam), Ayutthaya (Thailand), Aceh, Malaka, dan Makassar, menciptakan sebuah jaringan perdagangan yang kuat dan vital bagi pertumbuhan ekonomi dan budaya di kawasan tersebut.

Hanya saja, keadaan itu berbanding terbalik menjelang akhir abad ke-17, ketika perang Jawa tidak bisa lagi membawa hasil bumi dengan jungnya ke pelbagai penjuru dunia. Bahkan, orang Jawa sudah tidak lagi punya galangan kapal. Kantor Maskapai Perdagangan Hindia-Belanda (VOC) di Batavia melaporkan pada 1677 bahwa orang-orang Mataram di Jawa Tengah tidak lagi memiliki kapal-kapal besar.

Lukisan Kapal Jung Java Dalam kata pengantar antologi cerpen berjudul jung Jawa oleh Rendra Fatrisna Kurniawan yang diterbitkan Babel Publishing tahun 2009 dengan ISBN 978-979-25-3953-0, disebutkan hilangnya tradisi maritim Jawa tersebut adalah akibat kebijakan kerajaan Jawa sendiri setelah kekalahan mereka terhadap Portugis dalam penyerbuan Malaka, yang kemudian lebih memusatkan pada kekuatan angkatan darat.

Dari berbagai ulasan tersebut para sejarawan menyimpulkan, jung dan tradisi besar maritim Jawa hancur akibat ekspansi militer-perniagaan Belanda. Serta, sikap represif Sultan Agung dari Mataram terhadap kota kota pesisir utara Jawa. Lebih celaka lagi, raja-raja Mataram pengganti Sultan Agung yaitu Amangkurat I bersikap anti perniagaan. Apa boleh buat, Misteri Kapal Jung Jawa, Kapal Perang Nusantara hanya tinggal kenangan. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 September 2019. Tim redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Sumber:

1. Buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008. M.C. Ricklefs

2. goodnewsformindonesia.id dan maritimeworld.web.id

3. Channel youtube Guru Gembul dengan judul Sejarah Nusantara yang Disembunyikan

___________

Editor: Muhammad Iqbal Rabbani