Rahasia Santri Tidak Radikal dalam Memahami Makna Jihad

 
Rahasia Santri Tidak Radikal dalam Memahami Makna Jihad
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Santri setiap hari mengaji bab jihad, tapi pemahamannya itu tidak radikal, kenapa? Karena pemahaman mereka luas dan komplit. Tidak serta merta kalau jihad identik dengan arti "qital" perang. Apalagi bom bunuh diri, sebagaimana pemahaman generasi post-islamisme belakangan. Pemahaman para santri itu kontekstual.

Bukankah para santri itu selain menguasai Al-Qur’an dan Hadis juga sering membaca kitab-kitab kuning (Kutubu At-Turats). Sehingga memungkinkan para santri memahami maksud dan kandungan ajaran agama secara benar-substantif. Tidak sepotong-potong atau parsial.

Terkait jihad, misalnya, santri pesantren selain mengerti hukum melakukan jihad berdasarkan kitab suci, pemahamannya juga didasarkan pada hasil bacaan mereka pada kitab kuning seperti Kitab I’anatut Thalibin syarh Fathul Mu’in dan bacaan-bacaan kitab lainya, dengan metodologi dan pendekatan "naqdiyyah muqaranah" (kritis komparatif). Sehingga jihad yang merupakan isim mashdar dari kata kerja jahada-yujahidu, bisa dimaknai secara dinamis, penuh kehati-hatian dan proporsional. Bukan asal "ngebet" dengan dalih bela agama.

Para santri tidak membenarkan perang dan kekerasan sebagai jalan keberagamaan. Apalagi sampai memaksa kelompok lain agar menerima syariat sebagai undang-undang negara. Sebagaimana penyempitan makna jihad, yang sering diartikan oleh sebagian kelompok Islam. Padahal, jihad yang dimaknai berperang demi agama, kadang malah bersifat destruktif dan jauh dari nilai-nilai agama. Merusak wajah Islam yang

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN