Wisata Rohani dan Berdoa di Makam KH. Abdullah Faqih Banyuwangi

Memperoleh Donasi Sebesar : Rp 0. Donasi Sekarang
 
Wisata Rohani dan Berdoa di Makam KH. Abdullah Faqih Banyuwangi

Sepintas Sejarah

KH. Abdullah Faqih atau lebih dikenal kiai Faqih Cemoro sudah tidak asing adalah Ulama besar, dan waliyullah. Kiai Faqih yang lahir pada tahun 1870 Masehi. Beliau dikenal bukan hanya penyebar Islam,saja, tapi juga pejuang kemerdekaan yang gigih melawan penjajah Belanda.

Nama Kecil kyai hadji Abdullah Faqih adalah RM Mudasir. Sejak kecil RM mudasir merupakan seorang yang giat mengaji dan senang akan pengembaraan untuk mencari ilmu pengetahuan,kratif, dan penuh inisiatif. di dalam keseharianya RM Mudasir seorang yang tawadu’ dan memiliki Kecerdasaan. Di bawah bimbingan Mbah putri adik Dari raden Rokso itu maka KH Abdullah Faqih yang kala itu bernama RM Mudasir mengaji dan terus giat aktif di dalam pencarian ilmu.

Pada tahun 1887, kala itu Mudasir masih berusia sembilan tahun. Dia sudah memutuskan untuk berkelana mencari ilmu.  Mudasir muda telah berkelana ke berbagai tempat. Diantaranya ke Kiai Purwosono di Lumajang. Kurang lebih dua tahun, ia menuntut ilmu sekaligus mengabdi disana.

Selain ke Lumajang, Mudasir muda juga pergi ke Lirboyo. Ditempat itu, ia berkeinginan untuk menuntut ilmu disebuah pesantren yang diasuh oleh ayahanda KH Abdul Karim, pendiri Pesantren Lirboyo.

Kiai Faqih ini santri urutan ke-22 dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Saat belajar, satu angkatan dengan KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Hasbullah, dua kiai besar asal  Jombang yang dikenal sebagai pendiri NU.

Pada 1904, Kiai Faqih menyempurnakan ilmu dan juga rukun Islam ke tanah suci Mekkah. Di tempat kelahiran Islam ini, Kiai Faqih belajar lagi kepada Kiai Mahfud Termas dan ulama lain sejamannya. Enam tahun lebih, ia tuntaskan dahaga ilmunya di tanah haram tersebut.

Berbekal ilmu, spiritualitas, mentalitas, pengalaman dan jaringan ulama nusantara yang telah dirangkai, mendorong Kiai Faqih untuk merintis pesantren di kampungnya. Ia memulainya sejak tahun 1911, namun baru mendapatkan legalitas dari Pemerintah Hindia Belanda pada 17 Agustus 1917. Pemberlakuan Ordonasi Guru menjadi rintangan administratif yang kerap mengkungkung pertumbuhan pesantren saat itu.

Awalnya hanya dua tiga orang santri yang mengaji ke Kiai Faqih. Namun karena kealimannya, lambat laun Pesantren Cemoro mulai menarik minat masyarakat luas untuk belajar disana. Ratusan santri dari berbagai daerah, tidak hanya dari dalam Banyuwangi, juga turut berdatangan.

Kiai Faqih wafat pada malam Jumat Kliwon tahun 1953 di usia  83 tahun. Kiai karismatik itu dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat istrinya, almarhumah Suryati, yang meninggal lebih dulu di usia 60 tahun.

 

Lokasi Makam

Makam KH. Abdullah Faqih Banyuwangi di kompleks pemakaman keluarga Pesantren Cemara Banyuwangi.