Temui Paus Fransiskus, Gus Yahya Ajak Tokoh Agama Dunia untuk Selesaikan Konflik

 
Temui Paus Fransiskus, Gus Yahya Ajak Tokoh Agama Dunia untuk Selesaikan Konflik

LADUNI.ID, Vatikan - Setelah musyawarah seharian pada hari Rabu, 15 Januari 2020, di Gregorian University, Roma, malam harinya delapan belas tokoh agama-agama Ibrahim diterima oleh Sri Paus dalam audiensi pribadi di kediaman beliau di kompleks Basilica, Vatikan. Pastor Bob Roberts menjelaskan kepada Sri Paus tentang hasil-hasil diskusi hari itu, termasuk penegasan dukungan terhadap “Piagam Persaudaraan Kemanusiaan” yang ditandatangani bersama oleh Paus Fransiskus dan Tetua Agung Al Azhar, Syaikh Ahmad Al Tayeb di Abu Dhabi pada Februari tahun lalu (2019).

Demikian yang diterangkan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya pada Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan, sebagaimana rilis yang diterima Laduni.id, Kamis (16/1).

Seperti diberitakan sebelumnya, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yakni Gus Yahya dijadwalkan hadir sebagai pembicara dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan, Selasa-Jumat 14-17 Januari 2020.

Dalam pertemuan itu, terdapat beberapa pernyataan dari beberapa tokoh agama di Vatikan, Roma. Sri Paus mengingatkan bahwa forum Inisiatif Agama-agama Ibrahim (Abrahamic Faiths Initiative) adalah wahana untuk mengedepankan ikhtiar-ikhtiar,

“Tapi dalam masalah apa pun yang dihadapi, kita harus kembali ke akar keberadaan kita, yaitu saudara sesama manusia”.

Diskusi yang digelar sejak pagi hingga sore mengerucutkan sikap dan langkah bersama dalam menghadapi kemelut kemanusiaan dewasa ini, yang sangat kental diwarnai oleh konflik antar kelompok agama.

Sam Brownback, Duta Besar Keliling Amerika Serikat Untuk Kebebasan Beragama, pada awal diskusi menyampaikan keprihatinan yang mendalam,

“Apabila kita biarkan berkembangnya konflik antara agama ini, sudah pasti ujungnya adalah saling bunuh diantara kita semua!”

Ungkapan itu persis seperti analisis yang dipaparkan dalam “Deklarasi Gerakan Pemuda Ansor Tentang Islam Untuk Kemanusiaan (Humanitarian Islam)”, pada tahun 2017 yang lalu.

Reverand Thomas Johnson dari World Evangelical Alliance menekankan bahwa deklarasi saja tidak cukup, karena belum tentu banyak orang mau sungguh-sungguh membaca dan mempelajarinya.

Gus Yahya Staquf dari Nahdlatul Ulama menimpali bahwa memang siapa pun yang membuat deklarasi harus siap menindaklanjutinya dengan langkah-langkah strategis yang nyata. Ia pun memberi contoh dengan menjelaskan kiprah Nahdlatul Ulama dalam mambangun strategi transformatif melalui aktifisme sosial, yaitu melakukan pelayanan bagi masyarakat dalam arti luas, termasuk melindungi hak-hak kelompok minoritas.

Chief Rabbi David Rosen menambahkan perlunya kalangan politik menengok agama-agama sebagai basis strategi resolusi konflik, bukan hanya pendekatan militer dan ekonomi.

Ambassador Sam Brownback pada kesempatan itu menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas segala yang telah dilakukan oleh Nahdlatul Ilama selama ini dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Musyawarah pada akhirnya mencapai kesepakatan untuk terjun ke wilayah konflik demi mengupayakan jalan keluar.

Gus Yahya pun mengingatkan bahwa hal itu harus dilakukan dengan strategi yang komprehensif dan terkonsolidasi, dengan dukungan instrumen-instrumen dan sumberdaya-sumberdaya yang penuh.

Gus Yahya adalah salah satu dari enam tokoh wakil dunia Islam yang diundang untuk memberikan kontribusi pemikiran tentang gerakan bersama untuk perdamaian dunia.

Pertemuan tersebut diinisiasi oleh “Multi-Faith Neighbours Network” (Jaringan Tetangga Antaragama), yakni sebuah organisasi Amerika yang diawaki oleh Imam Mohamed Magid, yang merupakan Imam Eksekutif All Dulles Area Muslim Society (ADAMS) Center (Pusat Komunitas Muslim Wilayah Dulles) di Sterling, Virginia, AS. Selain itu, ada Pastor Bob Roberts, pendiri Gereja Northwood di Keller, Texas, AS; dan Rabbi David Saperstein, Presiden World Union for Progressive Judaism (Perserikatan Yahudi Progresif Seluruh Dunia).