Catatan Sejarah Kenabian, Ketika Pendeta Yahudi Cegah Raja Yaman yang akan Menghancurkan Madinah

 
Catatan Sejarah Kenabian, Ketika Pendeta Yahudi Cegah Raja Yaman yang akan Menghancurkan Madinah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Kitab Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, dijelaskan bahwa Imam Ibnu Hisyam bercerita, sebagaimana yang dikutip dari Imam Ibnu Ishaq tentang peralihan kekuasaan kerajaan Yaman kepada Hassan bin Tubban As’ad. Ayah Hassan, Tubban As’ad adalah “Tubba’ul Akhir” (raja terakhir), kemudian dikuasai oleh Rabi’ah bin Nashr, lalu diambil kembali kekuasaannya oleh Hassan bin Tubban As’ad Abi Karib setelah Rabi’ah bin Nashr meninggal.

Imam Ibnu Ishaq berkata: 

فَلَمَّا هَلَكَ رَبِيْعَةُ بْنُ نَصْرٍ رَجَعَ مُلْكُ الْيَمَنِ كُلّهُ إلِيَ حَسَّانِ بْنِ تُبَّانَ أَسْعَدَ أَبِي كَرِبَ، - وَتُبَّانُ أَسْعَدُ هُوَ تُبَّعُ الْآخِرِ - ابن كُلْكِي كَرِبَ بن زَيْدٍ، وَزَيْدٌ هُوَ تُبَّعُ الْأَوَّلُ اِبْنُ عَمْرٍوذِي الْأَذْعَارِ بْنِ أَبْرَهَةَ ذِي الْمنَارِِ بْنِ الرِّيْشِ

“Di saat Rabi’ah bin Nashr meninggal, kerajaan Yaman seluruh (wilayah)nya kembali ke Hassan bin Tubban As’ad Abi Karib, -Tubban As’ad merupakan raja terakhir- bin Kulki Karib bin Zaid, dan Zaid merupakan raja pertama, bin ‘Amr Dzil Adz’ar bin Abrahah Dzil Manar bin Risy.” (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 71-72)

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Tubba’ -gelar raja-raja Yaman- Tubban As’ad Abi Karib (ayahnya Hassan) ini datang ke Madinah dan membawa dua orang Rabbi Yahudi ke Yaman.

وَتُبَّانُ أَسَعَدُ أَبْوْ كَرِبَ الَّذِيْ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ وَسَاقَ الْحَبْرَيْن مِنْ يَهُوْدِ الْمَدِيْنَةِ إِلَي الْيَمَنِ

“Tubban As’ad Abu Karib mendatangi Madinah dan membawa dua rabbi Yahudi Madinah ke Yaman.” (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 71-72)

Kembali pada Tubban As’ad. Menurut Imam Ibnu Ishaq, suatu ketika ia melintasi Madinah dan tidak melakukan kekerasan pada penduduknya (fa lam yahij ahlaha). Ia meninggalkan salah seorang anaknya di sana yang kemudian dibunuh oleh penduduknya. Mengetahui itu, ia kembali ke Madinah dengan tujuan menghancurkannya, menghabisi penduduknya, dan menebangi pohon-pohon kurmanya. Maka kabilah Al-Anshar berkumpul dipimpin oleh ‘Amr bin Thallah, saudara dari Bani An-Najjar untuk menghadapi Raja Yaman, Tubban As’ad. (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 73)

Kemarahan Tubban As’ad semakin besar ketika seorang dari Bani ‘Adi bin An-Najjar (orang Madinah), bernama Ahmar membunuh salah seorang pengikut Tubban As’ad. Pembunuhan ini disebabkan oleh tindakan pengikut Tubban As’ad yang memotong tandan (tangkai) kurma. Setelah membunuhnya, Ahmar berkata, “innamat tamru liman abarrahu” (kurma hanya untuk orang yang mengurusnya). Sebelum melangsungkan peperangan, orang-orang Anshar (penduduk Madinah) menegaskan bahwa: 

اِنَّهُمْ كَانُوْا يُقَاتِلُوْنَهُ بِالنَّهَارِ وَيُقِرُّوْنَهُ بِالَّيْلِ

“Sesungguhnya mereka siap berperang (melawan Tubban As’ad) di siang hari, tapi tetap menyenangkan mereka (sebagai tamu) di malam hari.” (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 77)

Pernyataan sikap ini membuat Tubban As’ad terkejut hingga mengatakan, “Wallahi, inna qaumana lakiram” (demi Allah, sesungguhnya bangsa kami adalah bangsa yang terhormat).  

Ketika peperangan terjadi, datanglah dua Rabbi (pendeta) Yahudi dari Bani Quraidhah menemuinya. Kedua Rabbi ini sangat luas pengetahuannya. Mereka mendatangi Tubban As’ad karena mendengar ia akan menghancurkan kota Madinah.  

حِيْنَ سَمِعَا بِمَا يُرِيْدُ مِنْ إِهْلَاكِ الْمَدِيْنَةِ وَأَهْلِهَا، فَقَالَا لَهُ: أَيُّهَا الْمَلِكُ، لَا تَفْعَلْ فَإِنَّك إنْ أبَيْتَ إِلَّا مَا تُرِيْدُ حِيْلَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهَا، وَلَمْ نَأمَنْ عَلَيْكَ عَاجِلَ الْعُقُوْبَةِ. فَقَالَ لَهُمَا: وَلِمَ ذَلِكَ؟ فَقَالَا: هِيَ مُهَاجَرُ نَبِيٍّ يَخْرُجُ مِنْ هَذَا الْحَرَمِ مِنْ قُرَيْشٍ فِي آخِرِ الزَّمَانِ تَكُوْنُ دَارَهُ وَقَرَارَهُ 

“Ketika dua rabbi (Yahudi) itu mendengar rencana Tubban As’ad untuk menghancurkan Madinah dan penduduknya, mereka berdua berkata kepadanya: “Wahai tuan raja, jangan tuan lakukan (penghancuran ini). Karena sesungguhnya, jika tuan mengabaikan (nasihat kami) melainkan apa yang tuan inginkan saja, (akan) terjadi pertempuran antara tuan dan Madinah. Maka kami tidak akan selamat dari siksaan yang segera datang akibat perbuatan tuan.” Tubban As’ad bertanya kepada mereka berdua: “Kenapa itu bisa terjadi?” Dua rabbi Yahudi itu menjawab: “Madinah adalah tempat hijrah seorang nabi yang akan muncul dari tanah Haram (kelak), yaitu dari bangsa Quraisy di akhir zaman. Dia akan menjadikan Madinah negeri dan tempat tinggalnya.” 

Mendengar penjelasan dua Rabbi Yahudi itu, Tubban As’ad percaya. Ia mengurungkan niatnya dan sangat mengagumi dua Rabbi tersebut. Setelah berbincang dengan mereka, Tubban sangat meyakini keluasan pengetahuan mereka berdua. Ia pun memeluk agama dua rabbi Yahudi itu (wa atba’ahuma ‘ala dinihima) dan meninggalkan Madinah.(Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 78)

Inilah awal mula ia membawa pulang dua rabbi itu ke Yaman. Nama dua orang pendeta atau Rabbi Yahudi itu adalah Suhait dan Munabbih:

 وَاسْمُ الْحَبْرَيْنِ سُحَيْتٌ وَالْآخَرُ مُنَبِّهٌ 

“Nama dua rabbi (Yahudi) itu adalah Suhait dan lainnya, Munabbih.” (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 75)

Lalu mereka berdua mengatakan, di riwayat lain, kurang lebih sama dengan riwayat sebelumnya, hanya redaksinya yang berbeda, yaitu: 

إِنَّ هَذِهِ الْبَلْدَةَ مُهَاجَرُ نَبِيّ يُبْعَثُ بِدِيْنِ إِبْرَاهِيْمَ

“Sesungguhnya nergeri ini adalah tempat hijrah seorang Nabi (kelak) yang diutus dengan agama Ibrahim.” (Imam Abul Qasim Abdurrahman As-Suhaili, Ar-Raudlul Unuf wa Ma’ahu As-Sirah An-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Kairo: Dar Al-Hadis, 2008, juz 1, hlm. 75)

Setelah mendengar dan percaya akan penjelasan dua Rabbi Yahudi tersebut, Tubban As’ad diriwayatkan melantunkan syair keimanannya kepada Nabi Muhammad.

Berikut bait-bait syair yang diucapkan Tubban As’ad sebagaimana tercatat juga di dalam Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir: 

شَهِدْتُ عَلَى أحْمَدَ أنَّهُ نَبِيٌّ مِنَ الله بَارِي النَّسَم

فَلَو مُدُّ عُمْرِي إِلَي عُمْرِهِ لَكُنْتُ وَزِيْرًا لَهُ وَابْنَ عمّ

وجَاهَدْتُ بِالسَّيفِ أعْدَاءَه وَفَرَّجْتُ عَنْ صَدْرِهِ كُلَّ هَمّ

“Aku bersaksi atas Ahmad, sungguh ia adalah nabi dari Allah Sang Pencipta nafas. Andai dipanjangkan umurku sampai umurnya, kujadikan diriku sebagai pembantu dan sepupunya. Berjihad menggunakan pedang melawan musuh-musuhnya, dan kuringankan setiap gelisah dari dadanya.” 

Wallahu A’lam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 28 Januari 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim