Petunjuk Kebenaran yang Sesungguhnya

 
Petunjuk Kebenaran yang Sesungguhnya

“Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkanmu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya”. (QS. Ali Imran, 03:69).

LADUNI.ID, Jakarta - Kaum Ahli Kitab yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebagian dari mereka selalu menginginkan untuk menyesatkan kaum muslimin.  Sikap seperti ini sebenarnya dilakukan juga oleh pemeluk agama lainnya. Mereka selalu melakukan berbagai aktifitas untuk melakukan pemurtadan terhadap orang-orang muslim. Sebenarnya mereka tidak akan mampu menyesatkan orang-orang muslim, karena mereka telah memiliki akidah dan keyakinan yang sangat kuat dalam diri mereka terhadap agama Islam. Sebaliknya, mereka itulah yang menyesatkan diri sendiri tetapi mereka tidak menyadari hal itu.

            Dengan sikap pembangkangan sebagaimana disebutkan di atas, mengakibatkan mata hati mereka tertutup sehingga tidak lagi memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, membedakan antara petunjuk dan kesesatan. Sikap seperti itu dilakukan karena berbagai sebab, mungkin mereka menutup diri dari kebenaran, mungkin juga mereka bersikap hasad atau dengki terhadap orang-orang mukmin karena mereka memperoleh kesuksesan yang gemilang di bawah kepemimpinan Nabi akhir zaman, yaitu Muhammad s.a.w.. Keangkuhan atau sikap takabbur juga dapat mengantarkan seorang manusia bersikap keras dan kaku serta menolak kebenaran. Hal ini dapat dibuktikan dari para pembangkang yang selalu memusuhi para Nabi dan umatnya.

            Dalam surat al-Baqarah misalnya disebutkan bahwa sebagian besar dari ahli kitab menghendaki terjadinya pemurtadan besar-besaran terhadap umat Islam karena sikap hasad dan kedengkian mereka.

“Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikanmu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah, 02:109).

            Dalam surat al-Nisa’ juga disebutkan sikap mereka sebagaimana diuraikan di atas, sehingga mereka dapat memurtadkan umat Islam dan bersama-sama mereka menjadi orang-orang kafir.

 “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah”. (QS. Al-Nisa, 05:89).

            Memperhatikan informasi dari ayat al-Qur’an yang diuraikan ayat di atas, maka tidaklah aneh kalau orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan kelompok non-muslim yang lainnya terus berusaha dengan berbagai cara untuk memurtadkan umat Islam. Hal ini mereka lakukan di berbagai tempat di dunia, apalagi pada saat sekarang dengan era globalisasi dan lajunya era IT, sikap yang dilakukan mereka sangat jelas dan kasat mata.

            Melihat kenyataan ini, maka umat Islam diperintahkan al-Qur’an agar melakukan dialog dengan mereka orang-orang non-muslim dan menjelaskan kekeliruan-kekeliruan mereka dengan argument yang kuat, yang tidak bisa dibantah ataupun ditepis, dijelaskan dalam ayat berikutnya:

“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya)”. (QS. Ali Imran, 03: 70).

            Ayat ini mempertanyakan kepada kaum Ahli Kitab, mengapa mereka kafir, tidak mengikuti petunjuk kebenaran yang datangnya dari Allah s.w.t. melalui Rasul yang terakhir. Padahal mereka mengetahui bahwa apa yang disampaikan Nabi Muhammad adalah kebenaran yang tidak terbantahkan. Mereka mengetahui informasi tentang Nabi Muhammad dari kitab-kitab mereka, baik Taurat maupun Injil. Tetapi mereka menyembunyikan informasi itu dan mengingkari kebenaran yang ada dari kitab mereka sendiri. Sikap seperti ini merupakan perilaku yang sangat tercela, karena mereka mengetahui kebenaran kemudian mencampakkannya, sebaliknya mereka mengambil jalan yang sesat.

            Selain Kaum Ahli Kitab itu, menyembunyikan kebenaran, lalu mengambil jalan yang sesat, mereka juga mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, padahal mereka mengetahui.

“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur-adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?”. (QS. Ali Imran, 03:71).

            Umat Islam diarahkan ayat ini agar melakukan dialog dengan kaum Ahli Kitab sebagaimana dialog yang dilakukan pada ayat-ayat sebelumnya. Diarahkan agar melontarkan suatu pertanyaan pada mereka, kenapa mereka berani mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, kemudian mereka menyembunyikan kebenaran yang hakiki, padahal mereka mengetahui dan menyadari hal itu. Mencampur-adukkan antara yang hak dan batil biasanya dilakukan dalam rangka mengaburkan batas-batasnya dan statusnya, sehingga kebenaran itu menjadi tidak jelas, demikian juga kebatilan. Padahal sesungguhnya amat jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan, antara yang halal dan yang haram dan antara yang baik dan yang buruk. Maka menjadi sia-sialah usaha mereka dalam hal ini.

            Apabila mereka tidak berhasil melakukan pemurtadan kepada umat Islam, sebagian lain dari mereka berusaha untuk menjadikan umat Islam sebagai orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang menampakkan dirinya sebagai orang-orang yang beriman, sedangkan hatinya berada dalam kekafiran. Mengenai hal ini dijelaskan ayat berikutnya:

“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)”. (QS. Ali Imran, 03:72).

            Usaha mereka dalam rangka menyebarkan virus kemunafikan, tidak bisa dianggap ringan, karena sikap kemunafikan itu malah lebih berbahaya dari orang-orang kafir sendiri. Orang-orang kafir jelas berada di luar umat Islam, sehingga mudah menengarai dan mengenal mereka. Sebaliknya orang-orang munafik selalu berada di lingkungan orang-orang beriman, tetapi hakikanya mereka adalah orang-orang kafir. Sikap kafir mereka tidak dapat ditengarai atau diketahui, karena itulah munafik ini lebih berbahaya dari orang-orang kafir sendiri.

            Setelah menjelaskan sikap kaum Ahli Kitab dan kelompok non-muslim lainnya, sebagaimana diuraikan di atas, ayat berikutnya menuntun umat Islam agar tetap berpegang teguh pada agama yang benar dan petunjuk yang sesungguhnya dari Allah s.w.t.. Petunjuk Allah itulah kebenaran mutlak yang harus diikuti oleh setiap orang yang ingin meraih kesuksesan duniawi dan ukhrawi.

 “Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran, 03:73).

            Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang muslim tidak boleh mengikuti kemauan orang-orang Ahli Kitab atau non-muslim lainnya yang selalu menjerumuskan umat Islam, tetapi harus selalu mengikuti tuntunan agama Islam dan mengikuti orang-orang muslim yang telah memperoleh petunjuk kebenaran. Petunjuk kebenaran itu datang dari Allah s.w.t. yang diwahyukan kepada Nabi dan Rasul terakhir. Allah s.w.t. memiliki hak prerogatif untuk menentukan para Rasul atau para Nabi yang dikehendaki-Nya dari ras atau bangsa apapun. Mereka kaum non-muslim tidak akan mampu melakukan perdebattan dengan orang-orang muslim karena mereka tidak memiliki argumen yang kuat.  Karunia Allah Maha Luas, diberikan kepada siapapun yang dikehendaki-Nya.

            Allah mengkhususkan atau memberikan rahmat-Nya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Karena itu, para Nabi dan Rasul ditetapkan oleh Allah s.w.t. terdiri dari berbagai ras, bangsa, dan suku, tidak saja dari kalangan orang-orang Yahudi. Allah mengutus Rasul-Nya kepada setiap bangsa di dunia sampai dengan datangnya Rasul yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad s.a.w.. Mengenai hal ini disebutkan ayat berikutnya:

 “Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (QS. Ali Imran, 03:74).

            Karunia Allah s.w.t. berupa kenabian dan kemajuan-kemajuan dari berbagai bangsa diberikan kepada mereka secara bergiliran. Suatu bangsa meraih kejayaan pada suatu masa, pada masa lain kejayaan itu pindah pada bangsa-bangsa lainnya. Bangsa Masepotamia pernah mengalami kejayaan yang sangat tinggi, sehingga pernah mengalahkan kejayaan kaum Bani Israil yang memperoleh kejayaan sebelumnya. Bangsa Mesir pernah meraih kejayaan yang peninggalan-peninggalannya masih dijumpai sampai sekarang. Kejayaan Bangsa Arab, kejayaan bangsa-bangsa di Eropa, kejayaan Bangsa India, China, Jepang, Amerika dan sebagainya. Semua itu terjadi silih berganti.

Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA