Gejala dan Proses Menuju Positif Covid-19

 
Gejala dan Proses Menuju Positif Covid-19

LADUNI.ID, Jakarta - Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya di Laduni.id berjudul Keluarga dan Teman Vs Energi Negatif tentang Covid-19 yang terbit pada Selasa (31/3) kemarin. Dalam edisi lanjutan yang ditulis oleh Arief Musta'in (Direktur Indosat Ooredoo) ini, menceritakan tentang pengalaman mengenai gejala dan proses hingga dirinya divonis positif Covid-19. Berikut ulasannya.

***

1. Barangkali perjalanan menuju positif COVID19 saya agak berbeda dengan yang lainnya. Saya harus berganti 4 Rumah Sakit untuk seluruh proses ini, karena sesuatu dan lain hal.

2. saya awalnya demam saja, dan masih masuk kantor walau tidak bisa sampai sore, beberapa meeting saya batalkan. Selanjutnya, karena sudah demam tiga hari tidak kunjung selesai, istri meminta saya ke dokter untuk periksa. Malam itu juga ke IGD RS Pertama, karena menunggu sampai jam 10 malam, belum dapat panggilan, akhirnya pulang dulu agar bisa istirahat, menjaga stamina yang sudah mulai drop.

3. Besok paginya langsung diarahkan ke Dokter polikinik di RS Pertama ini, dan meminta saya untuk test darah guna melihat apakah ini sakit tipus atau DB, setelah di check darah, saya terdeteksi awal kena DB, karena indikasinya  trombosit mulai turun. Sehingga saya harus segera di rawat hari itu juga (di RS Pertama) dan terus dipantau oleh dokter  agar trombosit kembali naik dan setelah itu dibolehkan pulang. Saya dirawat 9 hari di RS pertama ini, untuk menuntaskan persoalan trombosit yang sempat menurun.

4. Jadi Saya sempat 2 hari pulang ke rumah, karena trombosit sudah di atas normal.

5. Yang mengherankan saya, saat dilakukan  beberapa test darah (saya tidak hafal istilah kedokterannya) dokter akhirnya menyimpulkan bahwa saya tidak kena DB. Ada semacam virus yang ikut menumpang gejala tersebut, kira kira begitu penjelasan dari Dokter. Di RS pertama ini banyak teman Indosat dan Telkom serta tetangga yang menjenguk saya (saya berdoa semoga teman teman yang menjenguk saya, mudah mudahan selalu sehat terus dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Kebanyakan menjenguknya sebelum saya sesak nafas).

6. Seluruh paramedis yang merawat saya di RS pertama menggunakan seragam normal, tidak ada yang menggunakan APD, termasuk tidak menggunakan masker. Karena mungkin tidak terlihat saya suspected ke Covid19.

7. Saat saya meninggalkan rumah sakit pertama, alhamdulillah demam sudah reda dan tidak ada batuk sama sekali.

8. Nah, yang belum pulih ketika sudah di rumah adalah lemas dan tidak ada nafsu makan karena semua makanan hampir tidak ada rasanya (menurut WHO ini juga salah satu tanda covid19)  Terus nambah sesaknya (di mulai dari 2 hari sebelum saya pulang, munculnya), padahal sebelumnya saya tidak ada persoalan dengan pernafasan.  Membaca Al Fatihah saat sholatpun, tersengal sengal rasanya. 

9. Oiyaa selama di rumah sakit pertama, photo USG di semua fungsi organ alhamdulillah dinyatakan normal, termasuk photo thorax juga tidak ada gejala pneumonia (saya di photo sebelum kondisi saya sesak)

10. Selama 2 hari di rumah, perasaan saya sudah tidak nyaman dan timbul rasa cemas kalau ada terjadi apa apa dengan situasi sesak napas ini. Sehingga akhirnya saya putuskan untuk berangkat ke IGD rumah sakit kedua (sengaja saya pindah RS, agar dapat second opinion).

11. Karena saya mengeluh sesak, petugas IGD langsung mengambil photo thorax lagi, dan hasilnya ada gejala pneumonia,  berbeda dengan photo yang pertama di rumah sakit pertama, yang kesimpulannya normal. Jadi cepat sekali yaa perubahan paru paru,  akibat serangan covid19 ini.

12. Dalam kesempatan ini , berdasarkan pengalaman pribadi saya tersebut, kalau teman teman mengalami kondisi sesak napas sampai tersengal sengal, saya menganjurkan ada baiknya memeriksakan diri secepatnya, kalau bisa ketemu dokter paru paru lebih baik.

13. Malam itu juga saya masuk ISOLATION ROOM (ada tulisan itu pada pintu depannya) dengan ruang seadanya (saya sudah di infus saat itu) Karena ruang isolasi di RS Kedua ini memang sangat terbatas.

14.  Besoknya saya tanyakan, apakah saya bisa dirawat disini, jawabannya tidak bisa, harus ke rumah sakit rujukan pemerintah, karena bapak sudah masuk PDP, kata susternya. Ini lagi diurus surat menyurat untuk dibawa ke rumah sakit rujukan, RS Ketiga.

15. Akhirnya saya di antar oleh Ambulance dari RS kedua dengan 2 petugas yang menggunakan APD lengkap. Ini kali pertama saya diantar oleh dua orang  yang menggunakan APD lengkap. Gak pernah kebayang sebelumnya. Seragam APD juga baru tahu seperti itu ternyata.

16. Malam itu juga masuk RS ketiga (RS Rujukan Covid19), di gedung baru yang kamarnya ada tiga tempat tidur tapi hanya saya saja yang stay di situ, sendirian jadinya untuk sementara waktu.

17. Hari kedua, alhamdulillah batuk tidak ada, sesak nafas masih, kondisi fisik lemas, karena asupan makan belum bisa full, ini tantangan cukup berat karena seharusnya tubuh ini perlu stamina yang fit agar produksi antibody bisa lancar. Di tambah gempuran energi negatif yang terus datang bertubi tubi, menjadi pressure psikis tersendiri.

18.  Alhamdulillah, Keluarga menambah amunisi buah, madu, kurma, burjo, jagung dan ketela rebus setiap hari, dikirim via ojol, karena tidak boleh ada pengunjung di ruang isolasi. Pokoknya sendirian selama 24x7. Sebagai catatan, saya membawa notebook dan HP untuk mengisi waktu agar bisa terus produktif semampu saya (walau sebenarnya dua alat ini ibarat pedang bermata dua)

19. Siangnya, dilakukan test swab pertama, sample diambil dari hidung ( agak sakit, karena ada alat yang dimasukkan cukup dalam ke saluran hidung)

20. Hari hari menjalani isolasi adalah tantangan yang tidak ringan, merubah cara mengelola waktu dan aktifitas di arena yang hanya selebar kamar isolasi saja, terkadang juga menjadi pressure psikis sendiri yang harus dikelola dengan baik.Tidak bisa saya pungkiri, mental saya turun menghadapi Covid19 ini, kecemasan masih hadir, walau terus dicoba dilawan. Terasa betul hidup ini hanya tergantung dari Yang Maha Hidup (Al-Hayyu).

21. Untuk mengisi waktu selama di ruang isolasi ini, saya perbanyak dzikir, tilawah al quran belum bisa (karena akan tersengal sengal saat membacanya) memperbaiki bbrp hafalan quran, membaca bbrp ebook, membuat slide powerpoint dan  saya terkadang ikutan sebisanya agenda video conference dengan teman teman, (pernah sampai malam) untuk mendiskusikan bbrp topik,  dengan kekuatan yang mampu saya lakukan.

22. Dan saatnyapun tiba, dua hari setelah pengambilan swab test, kesimpulannya yang ditunggu telah datang, bahwa saya positive covid19 yang kabarnya diterima oleh Istri saya melalui WA dari petugas RS Ketiga. Saya sudah pesan ke istri, informasi bahwa saya positif covid19 disampaikan saja apa adanya ke ketua RW, itu lebih baik daripada banyak informasi yang berseliweran yang akhirnya kesimpulannya malah kemana kemana.

23. Kenapa hal ini penting saya sampaikan,  karena ini isu yang sangat sensitif di setiap kompleks perumahan. Istri saya juga sampai down gara gara banyak pertanyaan WA yang bertubi tubi dari berbagai  penjuru untuk menanyakan satus saya tersebut. Hal ini juga saya lakukan sendiri,  kalau ada WA dari teman, menanyakan kabar saya, saya juga sampaikan saja, bahwa saya positif covid19 ga ada yang perlu ditutup tutupi.

24. Kesimpulan bahwa saya Positif Covid19 itu, memulai babak baru di dua medan pertempuran. Psikis dan Medis. Untuk yang medis saya percaya penuh dokter dan paramedis yang menangani, meskipun saya juga sering konsultasi dengan Dokter Indri terkait dengan obat-obatan yang diberikan, terima kasih banyak Dok, yang selalu meresponse pertanyaan dari saya. Sedangkan, untuk yang psikis sudah saya sampaikan di PART I.

25. Saat saya di RS Ketiga ini dan setelah hasil Covid19 positif, ada bbrp hal yang menggelayuti fikiran saya tentang tatalaksana perawatan pasien Covid19 (saya dapat referensinya dari Cak Aris) yang sepertinya kurang dijalankan sepenuhnya di RS ketiga ini.

26. Saya menyadari mungkin semua paramedis overloaded dengan penambahan jumlah pasien, apalagi ini RS Rujukan atau mungkian sosialisasi tatalaksana pasien itu yang belum sempat disampaikan ke semua paramedis, karena ini sesuatu yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya kejadiannya, wallahu a’lam. Saya jadi teringat, biasanya kalau di kantor ada SOP/Tools/Metode baru yang harus diimplementasikan, saya biasanya ambil sample ke bbrp team member yang terjauh dari jangkauan saya untuk memastikan aliran informasi itu sudah sampai ke ujung terjauh atau belum.   

27. Sejujurnya realitas yang saya alami terkait tatalaksana pasien membuat saya ketar ketir, kalau saya tidak ditreatment dengan standard bagaimana perkembangan dan kesudahan nantinya. Disinilah dimulailah skenario keberangkan menuju RS ke empat. Setelah hasil diskusi di WAG dan  disimpulkan oleh teman teman baik saya, kita harus pindah dari RS ketiga ini. Saya sangat berterima kasih atas bantuan dari team WAG yang bergerak cepat untuk eksekusi scenario ini.

Saya sempat diinterogasi sedikit oleh perawat di RS ketiga ini (sepertinya info sudah sampai), kenapa bapak pindah  RS ? ada apa ? dengan nada sedikit ngegas (Saya memaklumi beliau mungkin sedang cape karena overloaded) Tapi saya juga harus mengambil keputusan yang terbaik.

28. Terakhir, ada satu hal yang saya sulit untuk menjawabnya, TAPI ini memang benar benar diperlukan (karena ada bbrp pertanyaan senada, dan tidak mudah untuk mentrace-nya) kira kira saya tertular dari siapa ? Bbrp bahkan menanyakan siapa saja yang saya berkesempatan bertemu selama 5 sd 8 hari belakangan ini. Karena saya bbrp hari masih masuk kantor yaa banyak yg saya temui karena ada meeting yang harus saya lakukan, kemudian sholat berjamaah di masjid kantor dan masjid perumahan, termasuk ketika di rumah sakit juga masih ketemu banyak orang. 

29. In short, deteksi dan shared informasi untuk masing masing status covid19 diri kita sebenarnya sangat perlu, agar physical distancing bisa terus dijalankan dengan lebih akurat dan tidak harus membuat parno banyak orang. Namun kita sadari, upaya ini sangat berat dan tidak mudah, karena banyak sekali kendala yang dihadapi kita bersama saat ini untuk mewujudkannya. Saya melihat ada bbrp aplikasi yang sudah disiapkan dan sudah bisa diunduh atau di akses via web. Menurut saya pribadi, sebaiknya inisiatif inisiatif yg bagus bagus ini di integrasikan saja, sehingga semua menggunakan tools yang sama.  Lebih praktis dan simple.

30. Berkaitan dengan itu juga, sekarang saya punya tekad untuk mensupport dan menjadi endorser sebuah inisiatif mulia dari teman teman saya yang akan membuat Covid-19 Mobile Laboratory Diagnostic untuk melakukan pengetesan PCR secara mobile.

* Oleh Arief Mustain, Direktur Indosat Ooredoo