Nasib Kampung Ketupat Samarinda Saat Pandemi Covid-19

 
Nasib Kampung Ketupat Samarinda Saat Pandemi Covid-19

LADUNI.ID, Samarinda - Sejak tanggal 11 Agustus 2017, Kota Samarinda telah ditetapkan sebagai Kampung Ketupat. Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara sudah mengunjungi objek wisata di Kampung Ketupat.  

Ketupat adalah sebuah makanan khas yang terbuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa atau daun palma dan lainnya. Ketupat berbentuk kantong segi empat dan sebagainya, kemudian direbus, dan dimakan sebagai pengganti nasi.

Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Hari Raya Idul Fitri sampai lima hari berikutnya ketika umat Muslim merayakan berakhirnya bulan suci Ramadhan.

Semantara di Samarinda sendiri, ada salah satu kampung yang cukup terkenal yaitu Kampung Ketupat. Di mana hampir semua warganya dari yang muda hingga yang tua mahir dalam menganyam ketupat. Kampung Ketupat terletak di Jalan Mangkupalas, Kelurahan Mesjid, Samarinda Seberang.

Salah seorang warga Kampung Ketupat bernama Iin menceritakan sejarahnya. Iin adalah salah seorang penganyam ketupat. Dari tahun 1999, Iin bersama warga Kampung Ketupat meneruskan warisan dari para nenek moyang mereka dengan menganyam ketupat. Selain melestarikan, menganyam ketupat juga menjadi pekerjaan mereka sehari-hari.

Iin bersama rekannya, bisa menganyam ketupat sebanyak 300 sampai 400 bungkus untuk dijual kepada para pedagang di Samarinda, Tenggarong dan Balikpapan.

“Kalau kami semangat bikinnya bahkan sehari itu bisa sampai 300 atau 400 bungkus. Kalau di sini kami bikin ada dua jenis ketupat. Yang ukuran kecil itu untuk soto Makassar, dan yang besar itu untuk soto Banjar,” ujarnya, sebagaimana dikutip Laduni.id dari laman Kumparan, Kamis (21/5) lalu.

Iin juga mengatakan, ada sebanyak tujuh jenis anyaman ketupat. Namun dirinya mengaku belum bisa membuatnya, karena membutuhkan teknik yang tinggi.

“Ada tujuh jenis anyaman, tapi itu hanya orang tua dulu yang bisa bikin. Habis itu untuk perayaan orang naik haji juga ada lagi. Tapi kami tidak bisa membuatnya,” kata Iin.

Mendekati Hari Raya Idul Fitri, Kampung Ketupat sedikit merasakan angin segar. Karena permintaan ketupat kembali meningkat dibandingkan hari-hari sebelumnya.

 “Kalau sebelum ada corona, kami bisa dapat Rp 400 ribu sekali jual. Jika banyak pesanan bapak-bapak disini juga ikut bikin (nganyam),” terangnya.

Iin mengungkapkan, walaupun ada permintaan dari luar daerah seperti Tenggarong, mereka tidak bisa mengantarkan pesanan, karena akses masuk ke wilayah tersebut untuk sementara waktu ditutup.

“Sekarang agak susah untuk masuk ke sana, diperiksa KTP-nya dan harus domisili sana. Termasuk saat kami mencari bahan di daerah Dondang (Kutai Kartanegara),” ungkapnya.

Iin dan warga Kampung Ketupat lainnya berharap, semoga corona segera berakhir dan dapat kembali normal seperti sedia kala agar dapat memperbaiki perekonomian mereka.

Selanjutnya, Iin menjelaskan dirinya mematok harga untuk anyaman ketupat dengan harga Rp 1.000 per satuannya. Namun jika membeli satu ikat berisi 100 anyaman, akan dijual seharga Rp 50.000 ribu.

“Biasanya para penjual soto ambilnya 500 sampai 1.000 anyaman. Dan sudah ada pelanggannya. Tinggal nelpon biasanya, nanti kita antarkan,” jelasnya.

Namun, pada masa pandemi COVID-19 saat ini, Kampung Ketupat juga terkena imbasnya. Pasalnya, banyak warung-warung soto yang tidak berjualan, karena takut terkena virus tersebut. Sehingga permintaan ketupat pun ikut menurun.

“Lagi corona ini, banyak yang tidak mengambil ketupat. Kemarin sempat penuh di sini, sampai berjamur,” ungkapnya.