Penjelasan Lengkap dan Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam

 
Penjelasan Lengkap dan Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sebagaimana diketahui, wanita memiliki masa iddah, yakni masa tunggu tertentu setelah ditinggal wafat atau diceraikan suaminya. Pada masa ini pula, suami yang mencerainya bisa kembali atau rujuk kepadanya, tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak raj‘i (bisa dirujuk).

Kaitan dengan masalah iddah ini, Syaikh Abu Bakar ibn Muhammad Al-Husaini dalam Kitab Kifayatul Akhyar, telah menguraikan permasalahannya dengan sangat jelas. Berikut keterangannya:

الْعِدَّةُ اسْمٌ لِمُدَّةٍ مَعْدُوْدَةٍ تَتَرَبَّصُ فِيْهَا الْمَرْأَةُ لِيَعْرِفَ بَرَاءَةَ رَحِمِهَا وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالْولادَةِ تَارَةً وبِالْأَشْهَرِ أَو الْأَقْرَاءِ

“Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seorang wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru’ (masa suci).” 

Selanjutnya, secara umum wanita yang menjalani masa iddah terbagi menjadi dua: (1) Wanita yang menjalani masa iddah karena ditinggal wafat suami, (2) Wanita yang menjalani masa iddah bukan karena ditinggal wafat, seperti dicerai, baik yang sudah bergaul suami-istri ataupun belum.   

Masing-masing dari keduanya terbagi lagi menjadi dua keadaan, pertama dalam keadaan hamil dan kedua tidak dalam keadaan hamil. Kemudian kondisi tidak hamil terbagi lagi menjadi dua: haid dan tidak haid.

Dengan memperhatikan sebab dan kondisinya, maka wanita yang menjalani masa iddah secara umum terbagi menjadi enam kondisi: (1) Wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil, (2) Wanita yang ditinggal wafat suami dan tidak dalam keadaan hamil, (3) Wanita yang dicerai suami dalam keadaan hamil, (4) Wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah/masih haid, (5) Wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah berhenti haid (menopouse), (6) Wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul suami-istri. Hanya saja oleh para ulama, bagian terakhir ini seringkali tidak dimasukkan ke dalam pembagian utama wanita yang ber-iddah.    

Pertama, wanita yang ditinggal wafat suami dan dalam keadaan hamil, maka iddahnya adalah hingga melahirkan. Tidak ada bedanya, apakah kelahirannya kurang atau lebih dari masa iddah pada umumnya. Misalnya, seminggu setelah ditinggal wafat suaminya, sang wanita melahirkan. Maka habislah masa iddah wanita tersebut. Hal ini berdasarkan keumuman makna ayat yang menyatakan:

وَأُولاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. At-Thalaq: 4).

Kedua, wanita yang ditinggal wafat suaminya dan tidak dalam keadaan hamil, atau dalam keadaan hamil namun bukan dari suaminya yang meninggal, maka masa idahnya adalah 4 bulan 10 hari. Tidak ada perbedaan antara wanita yang belum haid, masih mengalami haid, atau sudah berhenti haid (menapouse). Pun tidak ada bedanya apakah sudah pernah bergaul suami-istri atau belum. Hal ini berdasarkan ayat yang menyatakan:

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجاً يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari." (QS. Al-Baqarah: 234).  

Ketiga, wanita yang dicerai suami dalam keadaan hamil, maka iddahnya hingga melahirkan, sebagaimana dalam keadaan hamil yang ditinggal wafat suaminya. 

Keempat, wanita yang dicerai suami, tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan sudah/masih haid, maka iddahnya adalah tiga kali quru'.

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ

"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya." (QS. Al-Baqarah: 228).

Para ulama berbeda pendapat tentang makna quru'. Para ulama As-Syafi’iyah memaknai quru' dengan masa suci. Dan masa iddah dihitung dari masa suci saat diceraikan. Sedangkan jika diceraikan sedang dalam keadaan haid, maka masa iddah dihitung sejak masa suci setelah haid itu.

Contoh sederhana:

Tgl/bln

1/1

10/1 sd

17/1

17/1 sd

10/2

10/2 sd 17/2

17/2 sd 10/3

Keadaan

Suci (Jatuh Talak)

Haid

Suci

Haid

Suci

Jika mengacu kepada quru' sebagai masa suci, maka jika seorang suami menjatuhkan talak pada tanggal 1 Muharram, maka masa iddah istrinya berakhir pada tanggal 10 Rabiul Awal atau saat dimulainya masa haid ketiga.

Kelima, wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil, sudah pernah bergaul suami-istri, dan belum haid atau sudah menopouse, maka iddahnya adalah selama tiga bulan, sebagaimana dalam Al-Qur’an: 

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ

"Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid." (QS. At-Thalaq: 4).

Dalam hal ini, yang terkait dengan bulan yang menjadi patokan penghitungan adalah bulan Hijriyah. 

Keenam, wanita yang dicerai namun belum pernah bergaul dengan suaminya, maka tidak ada masa iddah baginya, sebagaimana firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut‘ah (pemberian) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (QS. Al-Ahzab: 49)   

Demikian uraian singkat tentang masa iddah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 18 September 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz M. Tatam Wijaya, (Alumni Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi dan Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.)

Editor: Hakim