Tiga Gua yang Pernah Disinggahi Nabi Muhammad SAW

 
Tiga Gua yang Pernah Disinggahi Nabi Muhammad SAW
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Pembaca Laduni.id yang budiman, sebagai umat Islam, kita tentu familiar dengan kisah-kisah gua yang pernah menjadi tempat singgah Rasulullah SAW. Gua-gua tersebut menjadi saksi bisu ketika Baginda Rasulullah SAW menerima wahyu ilahi atau merawat luka-luka akibat perang yang dialaminya.

Penasaran gua-gua itu seperti apa? Yuk, simak penjelasan dan keterangan mengenai tiga gua yang pernah disinggahi oleh yang mulia Baginda Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. GUA HIRA
Gua Hira adalah tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT yang pertama kalinya melalui malaikat Jibril. Gua tersebut sebagai tempat Nabi Muhammad SAW menyendiri dari masyarakat yang pada saat itu masih belum mengenal kepada Allah.

Gua Hira terletak di Arab Saudi, berada di tebing yang menanjak dengan kemiringan agak curam. Meskipun tidak terlalu tinggi, untuk mencapai gua ini dibutuhkan kondisi fisik yang kuat.

Bagi sebagian besar kaum Muslim, perjalanan ibadah haji tidak hanya dianggap sebagai pemenuhan prosesi atau ritual sesuai tuntunan syariat, tetapi juga dihayati sebagai bentuk wisata religius. Salah satu aspeknya adalah melalui kegiatan ziarah, dan destinasi yang paling diminati oleh jamaah haji atau mereka yang berumrah adalah Gua Hira yang terletak di Jabal Nur (Gunung Cahaya).

Gunung ini terletak sekitar enam kilometer sebelah utara Masjidil Haram. Pada ketinggian sekitar lima meter dari puncak gunung, terdapat suatu lubang kecil yang dikenal sebagai Gua Hira. Inilah tempat yang menjadi saksi ketika Nabi Muhammad Saw menerima wahyu pertamanya, menciptakan momen sakral dalam sejarah Islam di dalam kesunyian gua yang sederhana.

Sementara puncak Jabal Nur mencapai kira-kira dua ratus meter, dikelilingi oleh gunung-gunung, batu-bukit, dan jurang. Gua Hira tersembunyi di belakang dua batu raksasa yang terjal dan sempit, dengan ketinggian sekitar dua meter. Di ujung kanan gua, terdapat lubang kecil yang memungkinkan pengunjung melihat pemandangan bukit dan gunung searah dengan kiblat Makkah.

Bentuk Gua Hira memiliki dimensi yang agak memanjang, tersembunyi di belakang dua batu raksasa yang curam dan sempit, hanya bisa dilalui oleh satu orang. Ruang di dalam gua cukup untuk menampung sekitar 5 orang, namun hanya cukup untuk tidur bersama 3 orang secara berdampingan. Tinggi gua mencapai setinggi orang berdiri, yakni sekitar 2 meter. Jika tidak ada bangunan yang tinggi di Masjidil-Haram, dari mulut gua bagian belakang bisa terlihat Ka’bah (Masjidil-Haram).

Meskipun tidak diwajibkan dalam syarat berhaji, pada musim haji banyak jamaah haji yang memanfaatkan kesempatan untuk mendaki Jabal Nur dan menyaksikan Gua Hira. Kawasan gunung ini kering tanpa tumbuhan, hanya dihiasi oleh batu-batu besar. Mendaki puncak Gua Hira memerlukan waktu setidaknya 2 jam. Di puncaknya, suasana sangat sunyi dan hening, menciptakan pengalaman yang mendalam bagi para pengunjung.

Dengan kondisi seperti itu, Gua Hira merupakan tempat yang ideal di Makkah bagi Nabi Muhammad SAW untuk bertahannuts. Suasananya tenang, dan jauh dari keriuhan kota Makkah kala itu. Dan tentu saja, Muhammad telah mempertimbangkan dengan matang pemilihan gua ini sebagai tempatnya ‘mencari’ Tuhan.

Saat sampai di depan pintu gua, terlihat tulisan Arab ‘Ghor Hira’ dengan cat warna merah. Di atas tulisan tersebut, tampak dua ayat pertama dari Surat Al-Alaq tertulis dengan cat warna hijau. Gua Hira terletak persis di samping kiri tulisan ini, menciptakan suasana yang khusyuk dan sarat makna bagi para pengunjung.

Di gua ini, menjelang usia 40 tahun, Rasulullah yang selalu mendalami tafakur, beribadah sesuai ajaran agama Ibrahim, menghabiskan berjam-jam bahkan berhari-hari hanya dengan membawa bekal makanan dan minuman secukupnya. Beliau pulang hanya untuk mengambil bekalan dan kembali lagi ke gua. Sepanjang bulan Ramadhan, beliau memusatkan waktu untuk beribadah.

Pada malam 17 Ramadhan, yang bertepatan dengan 6 Agustus 610, Rasulullah melihat "cahaya" yang terang benderang memenuhi ruangan gua. Secara tiba-tiba, Malaikat Jibril muncul di hadapan beliau, menyampaikan wahyu Allah SWT yang pertama, yaitu Surat Al ‘Alaq (1-5).

Setelah pengalaman tersebut, dengan perasaan takut dan gelisah, Rasulullah bergegas pulang dan meminta Khadijah, 'Selimutkanlah Aku, Selimutkanlah Aku.' Khadijah dengan penuh perhatian menyelimuti beliau dan mendampinginya hingga hilang rasa takut.

Setelah mendengar kisah yang sangat luar biasa dari suaminya di Gua Hira, Khadijah segera mendatangi Waraqah bin Naufal, anak saudara perempuannya yang juga seorang pemeluk agama Nasrani pada zaman Jahiliyah. Waraqah, yang pandai menulis kitab Injil dalam bahasa Ibrani, memberikan pemahaman kepada Muhammad SAW bahwa dirinya akan diangkat menjadi Nabi dan Rasul, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa, menerima wahyu Allah SWT melalui Malaikat Jibril.

Hari itu, Senin 17 Ramadhan yang bertepatan dengan 6 Agustus 610 M—menurut Ibnu Sa‘ad dalam Al-Thabaqat Al-Kubra—kala Muhammad tengah khusyuk bertafakur, ia menerima wahyu pertama. “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq: 1-5).

2. GUA TSUR

Jabal Tsur, yang termasuk dalam salah satu dari 100 Istilah Kosa Kata dalam Haji dan Umroh, kini lebih dikenal dengan sebutan Hayyu Al-Hijrah. Bukit Tsur memiliki keterkaitan yang erat dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Terletak di tengah-tengah Makkah, sekitar 4 km di selatan Masjidil Haram, Bukit Tsur berada di kawasan Kudai. Diperlukan waktu sekitar satu setengah jam untuk mencapai puncaknya.

Di bukit ini, terdapat sebuah gua dengan tinggi sekitar 1,25 meter dan luas 3,5 meter persegi. Gua ini memiliki dua lubang masuk di sisi barat dan timur, di mana lubang di sebelah barat digunakan sebagai pintu masuk yang pernah digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk bersembunyi.

Jabal Tsur adalah gunung setinggi 458 meter yang berada di sebelah selatan Kota Makkah. Gua Tsur terletak di puncak Gunung Tsur. Di gua itulah Rasulullah SAW bersama Abu Bakar Shiddiq bersembunyi selama tiga hari dari kejaran kaum kafir Quraisy ketika hijrah ke Madinah Al-Munawwarah.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersembunyi di dalam gua Tsur dari kejaran kaum Quraisy yang ingin membunuh beliau. Disertai oleh sahabat Abu Bakar Shiddiq, Rasulullah SAW bersembunyi di gua Tsur hingga tiga hari lamanya. Abu Bakar sendiri sempat cemas, karena hanya sejengkal dari dalam gua kaki Rasulullah bisa terlihat di luar.

Dengan pertolongan Allah, mulut gua Tsur dilindungi oleh sarang laba-laba yang menyelimutinya dengan jaring-jaring tebal. Di sebelah mulut gua, merpati bersarang dan bertelur, sesuai dengan yang disebutkan dalam Al-Qur'an, Surat At-Taubat ayat 40, yang berbunyi, 'Sedang di salah satu dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua.'

Ketika kaum Quraisy mengepung Rasulullah SAW, mereka akhirnya menyerah karena menganggap mustahil bagi seseorang untuk masuk ke dalam gua dan bersembunyi. Rasulullah dan Abu Bakar kemudian keluar dari Gua Tsur, naik onta yang dibawa oleh Abdullah bin Uraiqit atas pesan Abu Bakar. Saat itu, Abdullah sendiri belum memeluk Islam.

Dari Bukit Tsur, Rasulullah SAW ditemani Abu Bakar dan Amir bin Fuhairah, seorang penggembala kambing milik Abu Bakar, berangkat menunju Madinah dengan Abdullah bin Uraiqit sebagai penunjuk jalan. Peristiwa ini menandai awal hijrah Nabi Muhamamad SAW dari Makkah Al-Mukarraomah ke Madinah Al-Munawwaroh.

3. GUA UHUD
Gua Uhud di Gunung Uhud. Gua ini dikenal sebagai tempat Nabi Muhammad dirawat usai perang Uhud. Nabi Muhammad SAW mendapatkan perawatan setelah mengalami luka dalam perang tersebut.

Sekarang, sekitar gua telah dipagari untuk menghindari banyaknya orang yang masuk. Bahkan, sebagian mulut gua telah ditutup dengan semen untuk mencegah praktik syirik. Pagar-pagar ini memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dan terbuat dari kawat besi. Pagar tersebut rapat dan tidak dapat dilintasi oleh orang.

Ketika dilihat dari bawah, jalur menuju gua terlihat licin, membutuhkan kehati-hatian ekstra dalam mendakinya. Coretan-coretan terlihat di sekitar gua, sementara dulu aksesnya terbuka untuk umum, namun sekarang telah dibatasi.

Lokasi gua ini tidak terlalu jauh dari Masjid Uhud, sekitar 500 meter. Untuk mencapainya, perlu melalui permukiman warga karena kawasan gunung sudah dihuni oleh rumah-rumah penduduk.

Banyak orang yang bercerita bahwa di dalam gua tercium aroma wangi. "Memang ada aroma wangi," seperti yang diceritakan oleh banyak orang.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, perah Uhud adalah pertempuran antara umat Islam dengan kaum kafir Quraisy. Perang terjadi pada 22 Maret 625 Masehi atau 7 Syawal 3 H. Kaum muslimin saat itu berjumlah 700 orang melawan tentara kafir 3.000 orang.

Dalam pertempuran itu, kaum Muslimin langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad, sementara tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Meskipun jumlah pasukan tidak seimbang, awalnya umat Islam berhasil memenangkan pertempuran. Strategi yang diterapkan oleh Rasulullah berjalan dengan baik, termasuk penempatan 50 pemanah di Ainain (Jabal Rumat) yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubair.

Saat itu, Rasulullah memberi pesan kepada 50 pemanah: "Gunakan panahmu untuk menahan kavaleri musuh. Jaga agar kavaleri tetap menjauh dari belakang kita. Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita akan aman. Jangan sekali-kali meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan ikut bergabung; jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami," demikian pesan Rasulullah.

Setelah pasukan kafir berhasil dipukul mundur, pasukan pemanah turun dari Jabal Rumat untuk mengambil harta rampasan. Meski sudah diingatkan oleh Abdullah bin Zubair untuk tidak turun sesuai dengan pesan Rasulullah agar tidak melibatkan diri dalam apapun kondisinya.

Dalam suasana kelengahan itu, pasukan kafir Quraisy berhasil memanfaatkannya untuk mengatasi pasukan kaum Muslimin. Pasukan kafir, yang kali ini dipimpin oleh Khalid bin Walid, melancarkan serangan balik yang tak terduga terhadap pasukan Muslim. Hasilnya, terjadi perebutan sengit, dan akhirnya, sekitar 70 pejuang Muslim gugur sebagai syuhada, termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib, paman tercinta Nabi Muhammad. Kematian sang paman yang sangat dihormati dan dicintai oleh Nabi membuat hati beliau penuh duka.

Kepergian Hamzah bukan hanya kehilangan pribadi bagi Nabi Muhammad, tetapi juga merupakan pukulan besar bagi umat Islam. Hamzah, yang dikenal sebagai "Singa Allah," adalah pejuang yang berani dan setia, menjadikannya sosok yang sangat dihormati dalam komunitas Muslim. Kehilangan ini memberikan dampak emosional dan psikologis yang mendalam pada Nabi dan umat Islam, mendorong mereka untuk menghadapi tantangan lebih lanjut dengan semangat yang lebih kuat dan tekad yang tidak tergoyahkan.

Dalam kondisi pasukan muslimin pecah belah, muncul rumor Nabi Muhammad meninggal. Saat itulah iman para pasukan kaum muslimin tergugah. Sahabat yang posisinya dekat langsung melindungi Rasulullah di tengah lemparan batu. wajah Rasulullah terluka. gigi gerahamnya tanggal. Batu yang mengenai Rasulullah itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash.

Dalam kondisi yang terdesak, sahabat bersama Rasulullah mundur dan mendaki Gunung Uhud untuk menyelamatkan diri dari kejaran musuh. Ternyata di atas bukit sudah ada Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya. Melihat itu, Umar bin Al-Khathab dan beberapa sahabat Rasul mengusir pasukan Khalid. Mereka langsung kabur.

Rasul dan sahabat saat itu menuju Gua Uhud. Dan di situlah Nabi Muhammad dirawat karena luka di bagian wajah akibat serangan kaum kafir. Banyak orang bercerita, bau wangi dari Gua Uhud berasal dari bekas darah nabi yang menetes. Wallahu a’lam bish shawabi.

Shallahuu'alan Nabi Muhammad....


 

Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 17 November 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Muhammad Iqbal Rabbani