Cara Wudhu Batin Menurut Sang Sufi Syekh Hatim al-Asham

 
Cara Wudhu Batin Menurut Sang Sufi Syekh Hatim al-Asham

LADUNI.ID, Jakarta - Ada seorang yang dikisahkan sebagai seorang yang gemar beribadah. Namanya “Isam bin Yusuf”. Dia adalah seorang ahli ibadah yang terkenal wara' (hati-hati), tawadhu' (rendah hati), taat beribadah, dan senantiasa khusyu' dalam shalatnya.

Karena kehati-hatiannya, ia selalu khawatir bila ibadahnya tidak diterima oleh Allah Subhanallahu wa ta'ala. Karenanya, Isam bin Yusuf senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang menyebabkan ibadahnya tertolak. Sebab, akan sia-sialah apa yang dikerjakannya, bila ibadahnya tidak diterima Allah Subhanallahu wa ta'ala.

Suatu hari, beliau menghadiri pengajian yang diajarkan sufi ternama, Syaikh Hatim al-Asham. Kesempatan ini digunakan olehnya untuk menggali ilmu dari Sang Sufi itu.

Maka, dia pun menyempatkan untuk bertanya pada Sang Sufi: "Wahai Abu Abdurrahman, bagaimanakah cara Anda menunaikan ibadah shalat?"

Atas pertanyaan itu, Hatim al-Asham pun menjawab: "Apabila waktu shalat telah tiba, maka aku pun segera berwudhu secara lahir dan batin."

Mendengar jawab itu, Isam bin Yusuf pun bertanya lagi: "Apakah yang kau maksud dengan wudhu batin itu? Kalau wudhu lahir, aku sudah tahu."

Hatim bin al-Asham pun menjawab :

"Wudhu lahir adalah membersihkan anggota wudhu sebagaimana yang diajarkan al-Quran dan hadis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah kita fahami."

Sedangkan wudhu batin itu, kata Hatim al-Asham, adalah membasuh anggota badan dengan 7 cara, yakni:

(1). Senantiasa bertobat kepada Allah atas segala dosa,
(2). Kemudian menyesali segala dosa-dosa yang dikerjakan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,
(3). Membersihkan diri dari cinta dunia (hubbud dun-ya),
(4). Menghindarkan diri dari segala pujian manusia,
(5). Meninggalkan sifat bermegah-megahan,
(6). Tidak berkhianat dan tidak menipu,
(7). Menjauhi perbuatan iri dengki,

"Kemudian, Aku pergi ke Masjid, lalu kuhadapkan wajahku ke arah kiblat dan hatiku kepada Allah. Selanjutnya, aku berdiri dengan ‘penuh rasa malu’ di hadapan Allah. Aku bayangkan bahwa Allah ada di hadapanku dan sedang mengawasiku. Sementara surga ada di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, malaikat maut di belakangku. Dan aku membayangkan pula, seolah-olah aku berada di atas jembatan ash-Shirat al-Mustaqim. Dan aku anggap shalat yang akan aku kerjakan adalah shalat terakhir bagiku."

"Kemudian aku bertakbir, dan setiap bacaan dalam shalat, senantiasa aku pahami maknanya. Aku juga ruku’ dan sujud dengan menganggap diriku sebagai makhluk yang paling kecil dan tak mempunyai kemampuan apapun di hadapan Allah. Selanjutnya aku akhiri dengan tasyahhud (tahiyyah) dengan penuh penghambaan dan pengharapan kepada Allah, lalu aku memberi salam."

"Demikianlah shalatku, yang telah kulaksanakan selama 30 tahun terakhir ini," ujar Hatim al-Asham.

Mendengar penjelasan Hatim al-Asham itu, Isam bin Yusuf pun tertunduk lesu dan menangis. Ia membayangkan bahwa ibadahnya selama ini masih belum seberapa dibandingkan dengan ibadah yang dikerjakan oleh Hatim al-Asham. Segala sesuatunya ternyata harus dilaksanakan dengan penuh pengharapan dan ridha Allah, serta selalu diawali dengan kesucian lahir batin.

“Wudhu dalam pemahaman Sang Sufi Merupakan pintu masuk menuju ibadah yang terbaik, yakni shalat, dan berdialog dengan Allah Subhanallahu wa ta'ala. Sebab, wudhu yang selama ini ia laksnakan merupakan bentuk penyucian lahir. Tanpa kesucian lahir, mustahil pula akan tercapai kesucian batin."

Sudah seharusnya, ia lanjutkan aktivitas penyucian lahir itu menuju penyucian batin. Berkesimpulan: "Untuk melaksanakan shalat lahir-batin yang sempurna, diperlukan wudhu lahir batin yang sempurna juga."

Wallahu'alam bish-shawab…

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

***

Sumber: Ya Tarim Wa Ahlaha
Editor: Muhammad Mihrob