Prihatin pada Anak Bianci, Ustadz di Madin Al-Ibriz Iru Nigeiyah Berharap Program SGTP Lebih Luas

 
Prihatin pada Anak Bianci, Ustadz di Madin Al-Ibriz Iru Nigeiyah Berharap Program SGTP Lebih Luas

LADUNI.ID, Sorong - Sejak dilaksanakannya program Santri Goes to Papua (SGTP), telah memberikan perubahan yang amat signifikan bagi anak didik (santri) di Kabupaten Sorong. Adanya Madrasah Diniyah (Madin) Al-Ibriz Iru Nigeiyeh, merupakan salah satu capaian yang prestisius bagi keberislaman suku Kokoda di daerah itu, yakni keberislaman yang berdasar pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dan rahmatan lil ‘aalamiin.

Ustadz Agus yang selama ini dengan sabar mendampingi anak-anak suku Kokoda, mengisahkan bahwa perjuangan untuk mengajarkan Islam di Papua tidak boleh berhenti di Sorong saja. Sebab, saat Ustadz Agus mengunjungi Kampung Bianci di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, terlihat masih banyak anak-anak suku Bianci yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran agama. Berikut ini kisah Ustadz Agus ketika mengunjungi Kampung Bianci.

Allahul kafi, robbunal kafi, qoshodnal kafi, wajadnal kafi...,” demikianlah "rengrengan" yang saya dengar dari mulut anak-anak Kampung Bianci, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, beberapa saat kemudian saat saya tiba di sana. Sebuah kampung yang seratus persen memeluk agama Islam dan menjadi satu-satunya kampung yang seluruh penduduknya muslim di Distrik Waigeo Barat.

Tidak hanya anak-anak, beberapa orang tua juga "merengrengkannya". Bahkan sampai bersiul pun ada yang mengikutkannya pada nada salah satu hizib yang"direngrengkan" itu. Rasa takjub dan penasaran saya pun timbul. Dan belakangan saya pun bertanya pada seorang anak yang kebetulan sedang menyenandungkannya, “Dari HP,” begitu jawabnya.

Selepas Maghrib, di Masjid darurat yang dibuat (karena masjidnya masih dalam taraf pembangunan), terlihat anak-anak yang besar duduk berhadapan dengan anak-anak yang kecil. Namun terlihat oleh saya ada seorang anak yang hanya menonton. Setelah saya tanya nama dan kenapa tidak membawa Iqro', ia bilang tidak punya Iqro'.

"Sana, kamu ke rumah belakang masjid ini! Cari om Nikson dan minta Iqro'!" Ucap saya.

Saya memang sengaja membawa beberapa Iqro' dan puluhan Qur'an titipan teman di Sorong untuk diberikan kepada mereka setelah kang Putra Wayag bercerita tentang kampung halamannya ini. Kebetulan dia ngajak saya dalam acara mudiknya ini. Terimakasih kang ya! Apalagi Wayagnya!

"Tidak ada gurunya, om. Gurunya sudah pulang," jawab anak-anak ketika anak yang saya suruh ambil Iqro' sudah tiba dan saya suruh gabung dengan temannya yang lain.

"Kapan baliknya?"

"Tidak kembali lagi, om. Sudah pulang ke rumahnya. Kita-kita yang besar ini diberi tugas untuk ngajar teman-teman yang belum bisa," jawab mereka yang membuat hati saya trenyuh mendengarnya dan sekaligus bahagia.

Usai 'Isya', ketika ngobrol dengan masyarakat setempat, saya baru tau ternyata yang ngajar mengaji selama ini adalah babinsa yang ditugaskan di kampung yang daerahnya berupa pulau itu. Sebuah kampung yang didiami oleh suku Kawe yang 100 persen beragama Islam sejak kerajaan Ternate-Tidore. Juga suku yang merupakan salah satu dari empat suku besar di Raja Ampat.

"Namanya pak Suroso dan yang satunya saya lupa namanya. Ketika keduanya pamit pulang itu masyarakat merasa sangat kehilangan. Ada yang ngasih uang 500. Ada yang satu juta. Pokoknya sesuai kemampuan masyarakat sebagai tanda terimakasih. Semua masyarakat dari kecil sampai tua menangis semua," jelas seorang masyarakat.

Saya pun kemudian ditunjukkan rekaman video perpisahan itu yang memang bikin hati haru. Ternyata kedua babinsa itu ditugaskan dikampung dekat daerah wisata Wayag selama setahun.

"Kasihan anak-anak. Keinginan mengaji mereka bagus tapi tidak ada gurunya. Padahal mas, sebelum ada babinsa itu di sini, semua anak-anak bodoh-bodoh," sambungnya lagi yang menambah deretan panjang saya tentang daerah di Papua yang sangat membutuhkan tenaga agama Islam.

"Tapi kan itu sudah diajari sama yang besar-besar!"

"Tapi yang besar-besar itu kan tidak seberapa tahu agama!?," desahnya yang meninggalkan suatu keresahan di hati saya.

Dan seperti biasa-biasanya saat mendengar keluhan orang seperti ini, saya pun hanya bisa membatin semoga ada orang yang dikirim Allah ke tempat itu. Semoga program SGTP sebagaimana yang saya jalani selama ini bisa dilaksanakan di banyak tempat di Papua, termasuk di Kampung Bianci. Syukur-syukur, bisa didirikan Madrasah Diniyah-Madrasah Diniyah seperti yang dimiliki oleh suku Kokoda saat ini. Aamiin.(*)

***


Sumber: Ustadz Agus, Pengajar di Madrasah Diniyah Al-Ibriz Iru Nigeiyah Program Santri Goes to Papua (SGTP)

===============================================================
Catatan tambahan:
Anda bisa turut serta membantu dalam bentuk dana untuk pengembangan dakwah Islam di wilayah pedalaman Papua Barat dengan mengirimkan ke:
Rekening bank Mandiri
atas nama Yayasan Dakwah Islam Aswaja
nomor rekening 070.00.0664.8054.
Konfirmasi ke Koordinator SGTP III dengan bapak Aidy Ilmy HP/WA 0812.1011.796.
Mohon menambahkan jumlah transfer dengan akhir digit "99", contoh Rp 500.099;

Catatan:
1. Kami tidak memungut biaya administrasi dan menyalurkan keseluruhan dana ke kegiatan di Papua Barat.
2. Untuk mengunjungi lokasi dapat menghubungi koordinator di tempat dengan Ustadz Agus Setyabudi di HP./WA. 0852.2774.8441.
3. Bangunan Madrasah Diniyyah Al-Ibriz Iru Nigeiyah di kompleks pemukiman suku Kokoda di Kurwato adalah sumbangan dari kegiatan SGTP I-III.
4. Yayasan Dakwah Islam Ahlussunnah wal Jamaah memperoleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor AHU: 0028651.AH.01.04.