Hikayat Banjar: Riwayat Jatuhnya Majapahit Akibat ‘Pralaya’ (Huru-Hara)

 
Hikayat Banjar: Riwayat Jatuhnya Majapahit Akibat ‘Pralaya’ (Huru-Hara)

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam jejaring naskah Banten-Cirebon-Bali-Banjar dari era Wali Songo. Ada tiga korpus (keluarga) naskah, dalam bahasa Jawa, Bali dan Melayu Banjar, yang sama-sama punya nilai historis sebagai dokumen primer, karena masing-masing saling berdialog dan berkomunikasi satu sama lain dalam merekam peristiwa yang sezaman dengan kehidupan para wali.

Naskah Hikayat Banjar berjejaring secara tekstual dengan naskah primer Babad Cirebon (kodeks CS 114 dan CS 105 PNRI) dalam riwayat hidup Kangjeng Sunan Ampel.

Hikayat Banjar juga berjejaring secara tekstual dengan naskah Bali berjudul "Raden Patah" dalam menjelaskan faktor keruntuhan Majapahit.

Dialog dan komunikasi  di antara keduanya dibuktikan dari keberadaan kata “pralaya” di Majapahit era transisi ke Demak, yang diterjemahkan dalam naskah Hikayat Banjar dengan kata “haru-hara” (huru-hara).

Dalam Hikayat Banjar (British Library Add 12392), halaman 44r (foto di atas ini): "Maka negeri Majapahit tesalut [tersulut] haru-hara itu, maka orang dalam negeri itu habis, lari, ada yang kem [ke] Bali, ada yang ke Tuban, ada yang ke Madura, ada yang ke Sidayu [Gresik], ada yang ke Sadang, ada yang ke Demak, yang ke Pajang, ada yang ke Ludus [Kudus]". 

Dalam naskah koleksi perpus Dinas Kebudyaan Provinsi Bali ini, lempir 11a, disebut Majapahit "Pralaya", "Krajahan Wilwatiktha Pralaya".  Pralaya adalah sebutan untuk peristiwa mengerikan pada sesuatu yang pecah secara internal, chaos atau meledak dari dalam, hancur, cerai-berai, dari kesatuan ikatan golongan-golongannya sendiri dari dalam.

Sementara Sang Raja Brawijaya disebut "lina ing payudan", gugur dalam konflik pralaya tersebut. Lalu, pas mengetahui ayahandanya itu gugur, Raden Patah "praselsel", ungkapan batin tentang kesedihan mendalam, menyesal karena tidak sempat  menyelamatkan ayahandanya dari pralaya tersebut.

Kata pralaya dan haru-hara ini menunjukkan ada sesuatu yang terjadi dalam inetrnal Majapahit kala itu yang membuatnya roboh, dan bukan karena faktor Demak dan bukan pula dugaan serangan umat Islam dari pesisir.(*)

***

Penulis: KH. Ahmad Baso
Editor: Muhammad Mihrob