Kebohongan Abu Nawas Melihat Surga dan Bidadari-Bidadari Cantik di Dalam Topinya

 
Kebohongan Abu Nawas Melihat Surga dan Bidadari-Bidadari Cantik di Dalam Topinya
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Al Kisah, Abu Nawas sedang berjalan di tengah pasar. Dia melihat ke dalam topinya dan  penuh bahagia. Orang-orang pun yang melihatnya heran, lalu bertanya.

Orang:“hai Abu Nawas apa yang kamu lihat ke dalam topimu itu yang membuatmu tersenyum bahagia?”

Abunawas:“Aku sedang melihat Surga yang dihiasi barisan bidadari-bidadari.” yang cantik nan menawan (dengan ekspresi meyakinkan).

Seseorang: "Coba aku lihat ?

Baca Juga: Cerita tentang Tingkatan Surga yang Paling Rendah

Abunawas: Tapi saya tidak yakin kamu bisa melihat seperti apa yang saya lihat.”

Orang orang; “Mengapa ?".(serempak, karena sama-sama semakin penasaran).  

Abunawas: “Karena hanya orang yang  beriman saja dan shaleh yang bisa melihat Surga dan Bidadarinya di topi saya ini"

Seseorang: "Coba aku lihat !!"

Abunawas: “Silahkan”

Orang itu pun melihat ke dalam topi, lalu sejenak menatap ke arah Abu Nawas, kemudian menengok ke orang-orang di sekelilingnya dan berkata : "benar-benar aku melihat surga dan bidadari luarbiasa” dengan (penuh kagum).

Orang-orang pun heboh ingin menyaksikan Surga dan bidadari di dalam topi Abu Nawas, tetapi Abu Nawas mewanti-wanti, bahwa hanya orang-orang yang ber-Iman dan Shaleh saja yang bisa melihatnya.

Dari sekian banyak yang melihat ke dalam topi itu banyak yang mengaku melihat Surga dan bidadari tetapi banyak juga yang tidak bisa melihat sama sekali. Mereka yang tidak bisa melihat berkesimpulan "Abu Nawas telah berbohong".

Mereka pun melaporkan Abu Nawas kepada Raja, dengan tuduhan telah menebarkan isu kebohongan di tengah-tengah masyarakat. Akhirnya, Abu Nawas dipanggil menghadap Raja untuk diadili. Dalam Sidang Pengadilan Raja

Raja: "Benarkah di dalam topimu bisa terlihat surga dengan bidadarinya?”

Abunawas: "Benar paduka Raja, tetapi hanya orang yang beriman saja dan shaleh  yang bisa melihatnya. Sementara yang tidak bisa melihatnya, berarti dia belum beriman dan tidak Shaleh. Kalau paduka Raja mau menyaksikannya sendiri, silahkan..”

Baca Juga; Kebohongan Ibu: Refleksi Hari Ibu 22 Desember

Raja: "Baiklah, kalau begitu saya mau menyaksikannya sendiri.” Sudah pasti Raja tidak melihat surga apalagi bidadari di dalam Topi Abu Nawas tersebut.

Raja berpikir, kalau ia mengatakan tidak melihat surga dan bidadari, berarti ia termasuk tidak beriman, maka akan berakibat bisa merusak reputasinya sebagai Raja.

Raja: (setengah berteriak dan pura-pura  kagum) “Engkau benar Abu Nawas, aku menyaksikan Surga dan Bidadari di dalam topimu itu!!!"

Maka Rakyat yang menyaksikan reaksi Rajanya itu, lalu diam seribu bahasa dan tak ada lagi yang berani membantah Abu Nawas.

Mereka takut berbeda dengan Raja dan khawatir di cap belum beriman dan tidak Shaleh. Konspirasi kebohongan yg ditebar oleh Abu Nawas, mendapat legitimasi dari Raja.

Abunawas :  "(dalam hati tertawa sinis sambil bergumam)" beginilah akibatnya kalau ketakutan sudah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan pun akan merajalela. Ketika keberanian lenyap dan ketakutan telah menenggelamkan kejujuran, maka kebohongan akan melenggang kangkung sebagai sesuatu yg “benar.”

Ketakutan untuk berbicara jujur, juga karena faktor gengsi. Gengsi dianggap belum beriman atau dengan alibi/alasan lainnya. Padahal, label gengsi itu hanyalah rekayasa opini publik yang dipenuhi dengan kebohongan.

Kepercayaan diri sebagai pribadi yang mandiri untuk berkomitmen pada kebenaran berdasarkan prinsip kejujuran telah dirontokkan oleh kekhawatiran label status yang sesungguhnya sangat subyektif dan semu.

Baca Juga: Menyikapi Suami yang Sering Berbohong Menurut Prof. Habib Quraish Shihab

Kecerdikan konspirasi (kebohongan) opini publik Abu Nawas, telah menumbangkan kebenaran dan kejujuran.

Akhirnya, kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian, takluk di bawah kecerdikan yang dilakonkan degan penuh keberanian dan kepercayaan diri meski pun itu adalah kebohongan yang besar dan nyata.

Kasus legitimasi kebohongan versi Abu Nawas ini, mungkin telah terjadi disekitar kita. Tentu dengan aneka versinya.Bagaimana dengan kondisi kita saat ini dan kemarin, hari ini dan esok lusa???. Hanya kita sendiri yang dapat mengubah sikap kita ini.

---------
Editor: Nasirudin Latif