Gus Baha Dan Peran Kewalian Di Era Digital

 
Gus Baha Dan Peran Kewalian Di Era Digital
Sumber Gambar: Youtube Official Menara Kudus

Laduni.ID, Jakarta - Setiap zaman selalu ada Walinya. Secara esensi, peran kewalian seorang Waliyullah, selalu sama. Hanya, piranti dan variabel uborampe kewaliannya saja yang mungkin kontekstual terhadap zaman.

Seorang Wali selalu hadir di setiap zaman. Para Waliyullah hadir sebagai penjaga keseimbangan hidup. Tanpa itu, semesta akan njomplang dan tak seimbang.

Jangankan di sebuah negara atau sebuah kota, di tiap desa saja, pasti ada sosok Walinya. Entah dalam kategori Mastur atau Masyhur, pasti ada. Tentu sebagai pengingat bagi yang lupa, atau penentram bagi yang gupuh pada dunia.

Tak hanya ada. Tugas kewalian seolah selalu kontekstual terhadap zaman. Di zaman serba cepat, serba tergesa dan serba gupuh ini, pasti masih ada sosok-sosok yang La Khaufun Alaihim wa La Hum Yaḥzanụn sebagai penyeimbang.

Dan saya meyakini hal tersebut. Meyakini bahwa kekasih Allah selalu ada di tiap zaman. Bahwa sosok yang oleh Gus Mus diistilahkan sebagai balane (teman-Nya, red) Gusti Allah, selalu ada.

Saat ini, tak berlebih jika banyak orang menganggap sosok Syaikhina Bahauddin Nursalim (Gus Baha) sebagai seorang Waliyullah. Hal ini pernah juga terjadi di awal era kemunculan Gus Dur secara nasional beberapa dekade lalu.

Sebagai orang awam, kita akan su’ul adab jika sampai berani mengklasifikasikan Gus Baha ke dalam kategori maqam kewalian tertentu. Itu tidak sopan.

Tapi sebagai orang awam yang sejak kecil tumbuh dalam keluarga yang dekat dengan konsep karomah dan wasilah, kita pasti bisa merasakan betapa Gus Baha memang seorang Waliyullah.

Di tengah gupuhnya hidup di zaman kecepatan informasi, mengingat Gus Baha adalah pengingat ketentraman ukhrowi. Dan ini tentu sesuai konsep La Khaufun Alaihim wa La Hum Yaḥzanụn — sebagai legitimasi tanda kewalian.

Sebagai senjata atau keistimewaan khusus, seorang Wali pasti memiliki karomah. Dan karomah setiap Wali, pasti kontekstual terhadap zamannya. Jika zaman dulu Wali identik sosok sakti mandraguna, itu sesuai zaman.

Sebab, kolonialisme dan transisi perang kemerdekaan, membutuhkan kedigdayaan fisik sebagai pelengkap tugas kewalian. Tak heran jika zaman kecil dulu, kita kerap dengar ada sosok wali yang bisa berjalan di atas air, tak mempan ditembak, atau sholat di Makkah dalam waktu sekejap.

Di era digital, wajar jika karomah — sebagai fasilitas kewalian — mengalami metamorfosis pada perkara-perkara yang lebih uptodate agar bisa dirasakan manusia pada zamannya. Meski tak bisa dilihat dengan indera, setidaknya bisa dirasakan dampaknya.

Disadari atau tidak, dirasakan secara langsung atau tidak, karomah Gus Baha begitu terasa mengisi hari-hari masyarakat digital akhir-akhir ini. Terutama dalam perkara hadirnya sebuah kesadaran atau hadirnya sebuah kebermanfaatan bagi orang lain.

Berikut sedikit di antara banyaknya karomah Gus Baha di era digital.

Wasilah Rezeki di Tengah Paceklik Ekonomi

Kita tentu pernah dengar seorang Wali yang memiliki karomah bisa menurunkan hujan dalam sekejap, menghentikan badai, atau membuat tanah yang semula tak bisa ditanami, menjadi lahan subur.

Begitupun Gus Baha. Di tengah paceklik ekonomi akibat pandemi, beliau mampu membagi-bagi rezeki pada banyak youtuber. Banyak akun YouTube yang kini membuat konten tentang Gus Baha. Dan dari sana, mereka semua bisa dapat sponsor lalu menuai rizki.

Padahal Gus Baha tak mengenal mereka. Tapi, toh karomah Gus Baha mampu menjangkau mereka. Terlepas rizki yang didapat dari konten Gus Baha digunakan untuk jalan dakwah atau ditabung untuk investasi, setidaknya banyak youtuber yang kini membuat konten lebih bermanfaat.

Meningkatkan Popularitas Sebuah Lembaga

Saat masih kecil dulu, kita pasti tak asing dengan kisah seorang wali yang mampu mendatangkan makanan dari langit. Atau seorang wali yang mampu menyulap pohon kelapa menjadi emas.

Di era ketika popularitas menjadi sesuatu yang pentingnya melebihi pentingnya makanan dan emas (karena dengan populer bisa mendatangkan pengaruh, emas, makanan dan kekuasaan), Gus Baha pun mampu mendatangkan bagi yang menginginkannya.

Cukup poster sebuah lembaga ditempel di belakang tubuh Gus Baha, konon popularitas akan datang begitu saja. Kita tentu tahu berapa banyak lembaga universitas yang mendatangi Gus Baha, lalu menempel nama lembaganya di belakang Gus Baha, dan tiba-tiba akun YouTube-nya bisa langsung dipenuhi subscribers.

Bahkan, ada tokoh tak terkenal yang meminta wajahnya ditempel di dekat foto Gus Baha dalam sebuah poster, demi agar bisa nyadong berkah bisa ikut terkenal. Hingga tokoh rektor yang bersedia digojlok Gus Baha, karena dengan digojlok Gus Baha, dia yakin bisa terkenal. Itu bukti betapa karomah Gus Baha menerobos kemustahilan.

Wasilah Kesadaran Masyarakat

Memberitahu masyarakat yang belum tahu, dan menyadarkan umat yang tersesat, adalah tugas kewalian paling inti yang diemban para Wali di tiap zaman. Jika dulu proses menyadarkan masyarakat melalui pertemuan langsung atau frekuensi telepati, kini ada sedikit perbedaan. Yakni lewat sinyal internet.

Saat ini, YouTube dengan keyword “Gus Baha” selalu jadi wasilah pencerahan. Kalau tak percaya, coba cek. Di tiap konten berjudul Gus Baha, selalu dipenuhi komentar-komentar yang penuh rasa syukur. Komentar-komentar yang intinya takhadus binnikmah atas pertemuannya dengan Gus Baha.

Suatu hari saya tak sengaja membaca sebuah komentar yang isinya begini: “Ditakdir mendengar ceramah (Gus Baha) saja, saya sudah beruntung”. Saat membaca komentar itu, entah kenapa, tubuh saya bisa bergetar begitu saja.

Komentar semacam itu tentu amat sederhana. Tapi juga terasa amat mendalam dan seksama. Bagaimana tidak, di saat berbuat “maksiat mata” via YouTube bisa dengan mudah dilakukan, Gus Baha hadir untuk memperkecil potensinya.

Memuliakan Para Wali dengan Cara Memanusiakannya

Saat mendengar kata “Waliyullah”, biasanya identik dengan sosok sakti yang kadang dominan unsur mistisnya. Padahal, para Waliyullah tetaplah manusia biasa yang hidup di zamannya. Hanya, karomah mereka yang hanya bisa diketahui lewat cerita, membuat unsur manusianya sulit dijangkau indera kita.

Dan disadari atau tidak, Gus Baha mampu memurnikan makna Wali. Gus Baha sering memperkenalkan cara dan orientasi hidup para Waliyullah, peran kewalian, hingga betapa pentingnya punya cita-cita hidup sebagai seorang Waliyullah dari jalur ilmu fiqih.

Gus Baha kerap bercerita bahwa Waliyullah tak hanya identik sosok misterius atau jadzab atau sakti. Tapi banyak Waliyullah yang ahli fiqih, hafidz Qur’an, dan sangat manusia biasa, namun punya peran penting dalam kemajuan agama Islam melalui ilmunya. Bukan sekadar melalui kesaktiannya.

Gus Baha seolah berpesan bahwa Waliyullah, berarti orang yang dekat dengan Allah. Bukan sekadar menjadi sakti mandraguna dan bisa terbang. Waliyullah, berarti orang yang sering “bertransaksi” dengan Allah. Yang tak lagi mementingkan “transaksi” dengan kepentingan dan penilaian manusia.

Di setiap zaman selalu ada Walinya. Secara esensi, peran kewalian seorang Waliyullah selalu sama. Hanya, piranti dan variabel uborampe kewaliannya yang mungkin kontekstual terhadap zaman. Dan Syaikhina Bahauddin Nursalim tentu satu diantara banyak Waliyullah yang berperan di era digital.

 

Oleh: Ahmad Wahyu Rizkiawan