Al-Iqdu Ats-Tsamin: Kitab Fiqh Karya Syaikh Nawawi Banten yang Jarang Beredar

 
Al-Iqdu Ats-Tsamin: Kitab Fiqh Karya Syaikh Nawawi Banten yang Jarang Beredar
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Syaikh Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani (w. 1314H) adalah salah satu ulama nusantara yang mendunia. Terbukti beliau dijuluki 'Sayyid Ulama' al-Hijaz'. Tercatat dalam Tsabat Al-Indunisi karya Gus Nanal Ainal Fauz, Syaikh Nawawi memiliki lebih dari 80 karya kitab. Kalau dilihat rata-rata karya dari al-Bantani ini berupa komentar (Syarah)  atas kitab lain.

Di antara sekian banyak kitab yang ditulis oleh Al-Bantani, kitab 'Iqd at-Tsamin. Yaitu Syarah atas kitab "Fath al-Mubin" yang berbentuk prosa (Mandzumah), menjelaskan tentang 60 masalah keagamaan. Bilangan 6o ini menurut al-Bantani adalah untuk menunjukkan banyaknya pembahasan di dalamnya. Mandzumah tersebut ditulis oleh Syaikh Mustofa bin Utsman Al-Jawi Al-Qoruti (Garut). Menurut analisisnya ust. Ginanjar Sya'ban beliau termasuk sahabat Al-Bantani. Waallahu a'lam.

Baca juga: Kitab Terbitan Pertama Ditulis Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari tahun 1940

Mandzumah ini di dalamnya menjelaskan 1) pokok dasar Iman, 2)Rukun Islam yang berjumlah 5,  atau - lebih familiarnya- Ubudiyah; Thoharoh, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji. Terdapat di dalamnya 129 bait. Titik mangsa selesainya penulisan Mandzumah pada tahun 1300 Hijriyyah.

Hal menarik yang terdapat dalam syarah ini adalah penjelasan Al-Bantani mengenai hukum Bedug dan Kentongan untuk memberitahu akan datangnya waktu shalat. Di dalam hal 70 dijelaskan, bahwa hukum memakai bedug untuk hal itu (لإعلام دخول الوقت)  adalah boleh. Jika dengannya itu syiar agama Islam bertambah. Sebaliknya jika dengannya syiar agama islam redup, seperti menggunakan bedug sebagai ganti dari Adzan dan Iqomah maka hukumnya makruh atau haram. Seperti yang telah difatwakan oleh guru al-Bantani, Sayyid Ahmad Dahlan.

Untuk hukum Kentogan, yang mana pada masa itu banyak ulama Nusantara yang banyak membahasnya. Ada sebagian yang memperbolehkan nya, diqiyaskan dengan bedug. Ada juga yang melarangnya, karena digunakan untuk penanda waktu ibadahnya kaum Nasrani. Hingga ada sebagian dari mereka mengarang kitab khusus tentang hal itu. Diantaranya KH. Hasyim Asy'ari dalam Al-Jasus, KH. Faqih Maskumambang dalam Hazz ar-Ru'us, Syaikh Nahrawi Banyumas dalam Risalah fi hukm an-Naqus, dan ulama-ulama yang lain. Untuk Al-Bantani beliau cenderung kepada pendapat yang mengharamkannya. Tentu dari mereka mempunyai argumentasi masing-masing.

Baca Juga: Kitab Yang Tidak Diawali Dengan Tulisan Basmalah

Al-Bantani juga memberikan fatwa kepada penduduk desa yang terpencil, yang mana penduduknya tidak sampai batas minimum sahnya mendirikan shalat Jum'at. Beliau berpendapat sah mendirikan shalat jumat yang hanya dihadiri 12 orang. Beliau dalam masalah ini mengutip pendapatnya An-Nawawi, dan Ahmad bin Thohir bin Jam'an. Beliau berpedoman dari pendapatnya Syaikh Sulaiman: " Tetap lah kamu dengan pendapat ini, tanpa perlu taqlid kepada madhab yang lain, dan tidak perlu mengulangi lagi. Karena Allah telah memberi kelonggaran kepada mu dengan pendapat qodim-nya Imam Syafi'i". Karena beramal dengan pendapat yang lemah di dalam satu madhab lebih utama dari pada taqlid pendapat di madhab yang berbeda. Mungkin dari pendapatnya Al-Bantani ini bisa diamalkan untuk kaum muslimin yang hidup terpencil di desa-desa, atau di daerah yang mayoritas non muslim. Dengan tetap mendirikan Shalat jumat agar syiar Islam tampak.

Ditulis oleh: Ilham Zihaq 13 Ramadhan, 1441.