Wasiat KH. R. As’ad Syamsul Arifin untuk Para Santri

 
Wasiat KH. R. As’ad Syamsul Arifin untuk Para Santri
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - KH. R. As’ad Syamsul Arifin pernah berwasiat kepada santri-santrinya untuk selalu mengamalkan Ratibul Haddad. Ternyata di balik perintah tersebut terdapat sejarah yang terpendam, sebagaimana disampaikan oleh putri beliau, Nyai Makkiyah As’ad.

Ketika zaman kolonial, banyak para kyai dan ulama menjadi korban pembunuhan oleh para penjajah, baik itu Belanda maupun Jepang. Salah satu ulama yang menjadi korban akibat kebengisan penjajah ialah KH. Abdul Jalil Sidogiri. Tragedi pembunuhan selanjutnya menyasar Pondok Pesantren Guluk-Guluk, Madura yang diketahui KH. Abdullah Sajjad Sumenep.

Pada saat itu, Kyai Syamsul dan Kyai As’ad selamat dari pembunuhan tersebut. Namun, semua armada penjajah sudah mulai memasuki kawasan Pesantren Sukorejo. Nyai Zubaidah Baidhowi (ibunda Nyai Makkiyah As’ad) bersama para santri perempuan pergi untuk menyelamatkan diri.

Kyai As’ad tertangkap dan akhirnya dipenjara karena telah melakukan pembabatan pada wilayah Sukorejo. Ketika itu, Kyai Syamsul pergi menghadapi para penjajah seorang diri dan melarang siapapun untuk membantunya.

Pada pertarungan itulah Kyai Syamsul membacakan Ratibul Haddad pada beberapa biji kacang hijau. Setelah dibacakan, Kyai Syamsul lalu menebarnya di sekeliling pondok pesantren dan secara ajaib tanaman kacang hijau tersebut berubah menjadi senjata yang mematikan. Bagaimana tidak, ketika tank para penjajah mendekat, secara ajaib tank tersebut meledak dan akhirnya membuat penjajah gagal membunuh Kyai Syamsul.

Setelah kejadian tersebut, para penjajah sowan kepada Kyai Syamsul dan berbincang-bincang mengenai pasukan mereka yang gagal menaklukkan Sukorejo. Para penjajah menyimpulkan bahwa Pondok Pesantren Sukorejo adalah pesantren yang suci.

Lalu, tibalah masa penjajahan Jepang. Saat itu Kyai As’ad sedang berada di Jember sementara pasukan Jepang telah mendarat dan memasuki daerah Jember. Setelah itu Kyai As’ad membaca Ratibul Haddad, dan dikisahkan bahwa semua pasukan Jepang yang ada di Jember merasa tidak betah.

Oleh karena itu, latar belakang yang sedemikian rupa, maka Kyai As’ad mewajibkan para santrinya untuk membaca Ratibul Haddad. Kyai As’ad juga mengatakan bahwa Ratibul Haddad berguna sebagai “pagar” yang dapat menyelamatkan diri dari musibah yang mengancam nyawa.

Barokahnya membaca Ratibul Haddad tidak hanya untuk menyelamatkan diri, namun bagi seseorang yang mengamalkan Ratibul Haddad dan menjadi seorang guru, maka ia akan memiliki banyak santri. Bagi mereka yang membacanya dan sedang menjalankan usaha, makin sukses usahanya.

Sebagai buktinya, telah nyata dari berkahnya Ratibul Haddad adalah Pondok Pesantren Sukorejo, ketika masa pergantian pengasuh santri Pesantren Sukorejo selalu bertambah, dan pendidikannya semakin maju.

Dahulu, ketika Kyai Syamsul pertama kali mendirikan Pesantren Sukorejo, beliau hanya memiliki sepuluh santri selama sepuluh tahun. Setelah Kyai As’ad, putra Kyai Syamsul menjadi pengasuh, Pondok Pesantren Sukorejo memiliki ribuan santri. Setelah itu dilanjutkan oleh Kyai Fawaid, putra Kyai As'ad, yang kemudian pesantren semakin pesat perkembangannya dengan memiliki puluhan ribu santri. Dan saat ini Pondok Pesantren Sukorejo memiliki belasan ribu santri.

Tidak hanya santri, segala usaha yang dilakukan Pesantren Sukorejo semuanya sukses. Bahkan masyarakat sekitar pondok juga ikut mendapat berkahnya Ratibul Haddad. Selain usaha, Allah juga akan melancarkan ekonomi orang yang mengamalkan Ratibul Haddad, sehingga ia akan mampu mengangkat perekonomian masyarakat dengan terbukanya lowongan pekerjaan. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 07 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim