Jangan Mencari Ridha Manusia (Bagian 1)

 
Jangan Mencari Ridha Manusia (Bagian 1)
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Dalam konteks ini kita patut bertanya kepada diri sendiri: “Apakah selama ini kita sudah ridha terhadap Allah subhanahu wa ta'ala, Islam dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam? Dan mengapa kita perlu memohon ridha Allah?”

Arti Ridha

Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari radhiya - yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa cukup (qana’ah), berhati lapang. Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka, benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.

Ridha, adalah engkau berbuat sesuatu yang membuat Allah subhanahu wa ta'ala senang atau ridha, dan Allah subhanahu wa ta'ala meridhai apa yang engkau perbuat. Ridha hamba kepada Allah subhanahu wa ta'ala, berarti ia menerima dan tidak membenci apa yang menjadi ketetapan Allah subhanahu wa ta'ala. Sedangkan ridha Allah subhanahu wa ta'ala kepada hamba, berarti Dia melihat dan menyukai hamba-Nya, yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Kategori Ridha

Ada dua dimensi ridha, yaitu Ridha Billah dan Ridha ‘Anillah. Ridha billah atau rela dan cinta kepada Allah subhanahu wa ta'ala, berarti bersedia mengimani dan menjadikan-Nya sebagai Dzat yang wajib diibadahi, tidak menyekutukan-Nya, yang dimintai pertolongan, dan ditaati syariat-Nya. Sedangkan ridha ‘anillah, berarti hamba menerima ketentuan, takdir, rizki, dan segala sesuatu apapun di dunia yang telah ditetapkan oleh-Nya.

Ridha dalam konteks ini, tidak berarti menjadi hamba yang kalah, menyerah-pasrah tanpa usaha, tetap ikhtiar, berdoa dan bertawakkal. Sebaliknya, hamba diharuskan memahami hukum kausalitas (sebab-akibat), berusaha maksimal dan berdo serta Yaqin terhadap apapun yang diberi oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Jika ridha kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka ini berarti mengharuskan seorang hamba untuk selalu beriman kepada-Nya, termasuk percaya kepada qadha dan qadar-Nya; mencintai dan mentaati syariat-Nya; mencintai Rasul-Nya dan mengikuti keteladananya; menjadikan Islam sebagai agama pilihan hidupnya; dan mengorientasikan hidupnya dengan penuh keikhlasan untuk meraih cinta dan ridha-Nya.

Oleh karena itu, ada tiga kategori ridha, yang harus ditapaki para hamba Allah subhanahu wa ta'ala. Pertama, Ridha bi Syar’illah (syariat Allah) berarti menerima dan menjalankan syariat-Nya dengan ikhlas dan penuh dedikasi.

Kedua, Ridha bi Qadha’illah (ketentuan Allah) berati tidak menolak dan membenci apa yang telah ditetapkan Allah subhanahu wa ta'ala, termasuk segala sesuatu yang tidak menyenangkan (musibah), karena ujian dari Allah subhanahu wa ta'ala merupakan tangga peningkatan derajat iman.

Ketiga, Ridha bi Rizqillah (rezeki Allah) berarti menerima dan merasa cukup (qana’ah) terhadap rezeki yang dianugerahkan kepadanya, tidak rakus dan tidak serakah, meskipun sedikit dan belum mencukupi kebutuhannya.

Dengan demikian, menggapai ridha Allah subhanahu wa ta'ala itu, merupakan keharusan bagi setiap Muslim dan muslimah, karena Allah subhanahu wa ta'ala telah menjadikan ridha itu sebagai syiar meraih kehidupan akhirat yang bahagia.

Oleh: Gus Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik


Editor: Daniel Simatupang