Pertaruhan Mencintai Nusantara Seutuhnya

 
Pertaruhan Mencintai Nusantara Seutuhnya
Sumber Gambar: depositphotos.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Cukup sering mendengar seorang ukhti bilang ke saya "ya akhi", dan terdengar kata antum untuk khitob pada saya. Begitu khas dialek berbahasa Arab yang digunakan dalam dialog tersebut. Meski bukan dalam hiwar (dialog) dengan Bahasa Arab. Entahlah kenapa diksi ini kini jadi yang sudah terbiasa saat berbincang dengan "sahabat hijrah" atau "sahabat sunnah".

Arab dan budayanya seperti (menjadi) representasi keislaman yang kaffah (sempurna). Mengkritiknya dianggap sebagai anti-Islam, anti-syariat Islam. Tapi malamnya saya tertuduh kemenis, syingah dan liberal. Tiga hal itu jadi tuduhan lengkap ke saya, jikapun dibelah lalu yang mana kemenis, mana pula yang singah, dan liberal itu, justru saya tanggapi dengan gelengan kepala "weleh-weleh".

Terkadang ingat ucapan antum, ente, akhi dan ukhti, Ikhwan dan akhwat itu saat belajar di madrasah. Jika demikian, maka berarti saya ini sudah "hijrah" dan "kaffah" jauh-jauh hari, kalau hanya dialek obrolan seperti itu dianggap Islami. Namun ini pula yang jadi perhatian ketika huruf dan kalimat Arab dibilang paling Islami atau paling syar'i. Sementara ucapan tersebut adalah perbendaharaan Bahasa Arab dan biasa diucap Orang Arab.

Kita Bangsa Indonesia, lahir dan hidup di bumi Nusantara. Ucapan bahkan diskusi sehari-hari dengan kata kamu, kami, saya, aku, dia, dan mereka, ini yang memang kita punya. Ini pula tradisi bahasa persatuan kita, meski di daerah-daerah se-nusantara dialeknya beda-beda, tapi "genuine" Nusantara atau paling tidak tela disepakati sejak dulu oleh para founding fathers.

Kebudayaan Nusantara adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional Nusantara dan sebagai perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabatnya sebagai bangsa.

Indonesia setidaknya memiliki 742 bahasa atau dialek, dan terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub-suku bangsa yang jumlahnya 478 suku bangsa. Tentunya ini keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Banyak warisan kebudayaan Nusantara memberikan kebanggaan bagi Indonesia di mata dunia, begitu kata para peneliti.

Umumnya kita kerap mengartikan budaya hanya sebatas kesenian saja, padahal kebudayaan mencakup keseluruhan sistem gagasan, tindakan, serta hasil cipta karsa yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk sosial dengan cara dipelajari melalui interaksi sosial (Koentjaranigrat, 1991).

Kebudayaan juga dapat dimaknai sebagai seni hidup (the art of living) atau kehidupan sosial manusia (human social life) yang merupakan hasil dari interaksi sesama manusia sebagai individu atau kelompok.

Karena kebudayaan bersifat "dipelajari", artinya kebudayaan perlu terus digaungkan, diturunkan, dikomunikasikan dan diajarkan oleh masyarakat kepada generasi berikutnya. Jika tidak, bukan tidak mungkin suatu kebudayaan akan punah secara perlahan dan tergantikan oleh kebudayaan lain.

Ketika bicara cinta tanah air, maka sebagai santri sudah seharusnya memantapkan hati menguatkan cinta pada Nusantara, sebagaimana para kyai mengajarkannya. Para kyai Nusantara telah mempertaruhkan segalanya untuk tanah air ini. Apalagi ketika keyakinan mencintai tanah air adalah sebagain dari Iman. Tentu tidak akan tanggung dalam mewujudkan berbagai hal terbaik untuk Nusantara, tanah airnya. Dengan begitu kebanggaan, kekuatan akan tetap utuh dan menjadi kemuliaan bagi generasi berikutnya. Mari kembali ke jati diri sebagai bangsa yang lahir, hidup dan mati di Nusantara. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 23 November 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Hamdan Suhaemi

Editor: Hakim