Buya Husein Muhammad: Bagaimana memahami Fenomena Kepulangan Gus Dur?

 
Buya Husein Muhammad: Bagaimana memahami Fenomena Kepulangan Gus Dur?
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Di latar Tugu Proklamasi, sejuta lilin duka dinyalakan mereka yang mencintai Gus Dur, meski dalam rinai hujan. Mereka yang hadir malam itu memakai baju keyakinan yang berwarna-warni, bagai pelangi, indah sekali.

Semua menunduk, berdo’a ke Hadirat Yang Maha Esa, tak peduli apa nama dan sebutan-Nya, untuk beliau; Gus Dur. Orang-orang yang paling rasional dan mungkin tak pernah taat dalam ritual-ritual agama atau kepercayaan, tiba-tiba hanyut dalam emosi melankoli tak terkendali, termangu dan menunduk begitu khusyuk. Logika rasional tiba-tiba membeku dihadapan realitas kematian bapak bangsa itu.

Lihatlah, para bikhu (bhiksu) dan bhikuni dengan pakaian khas mereka, kuning kunyit tua, bersimpuh, tepekur, di depan tanah liat basah, tempat Gus Dur dibaringkan dan diistirahatkan, sambil menunduk dan menggumamkan do’a-do’a. Saya dan mungkin kita, tak pernah menyaksikan pemandangan indah dan mengharukan seperti ini di manapun di negeri ini.

Lihatlah pula, bendera merah putih berkibar-kibar setengah tiang selama tujuh hari, memberi hormat padanya. Para pemimpin dari berbagai belahan dunia menyampaikan belasungkawa, terima kasih dan harapan-hrapan agar cita-cita Gus Dur diteruskan oleh siapa saja.

Do’a-do’a, wirid-wirid, zikir-zikir dan mantra-mantra mereka bergemuruh berhari-hari memenuhi ruang maya, menembus langit demi langit sampai ujung tanpa batas. Bukan hanya Yusuf Kalla, mantan wakil Presiden, tapi juga beribu-ribu orang, yang bersaksi:

“Sepanjang sejarah bangsa ini tak ada orang yang kematiannya diantarkan dengan kehormatan dan do’a oleh beragam identitas orang dan dalam jumlah yang begitu masif, kolosal, kecuali beliau: Gus Dur.”

Bagaimana kita bisa memahami fenomena kepulangan Gus Dur seperti itu? Suara apakah gerangan yang membisikkan dan menggerakkan nurani beribu bahkan berjuta orang untuk mengantar kepulangannya dan berziarah di pusaranya yang bersahaja itu?

Siapakah gerangan yang merasuk dan menyentuh relung hati beribu orang termasuk para Pendeta, Romo, Kardinal, Bhiku-Bhikuni, penganut Kong Hu Cu, Ahmadi, Bahai, pengamal dan penghayat kebatinan-kepercayaan dan lain-lain, sehingga mereka menangisi kepulangan Gus Dur?

Akal manakah yang sanggup menjelaskan fenomena kepiluan, kerinduan dan mabuk kepayang seperti ini? Tak ada jawaban rasional dan logis. Ia mungkin hanya bisa dijelaskan oleh para bijak-bestari, para sufi dan orang-orang yang hatinya bening dan memancarkan cahaya Ketuhanan.

Rabu, 29 Desember 2021

Oleh: KH. Husein Muhammad


Editor: Daniel Simatupang