Munajat Imam Uwais Al Qarani RA

 
Munajat Imam Uwais Al Qarani RA
Sumber Gambar: Taryn Elliott dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta – Abu Amru Uwais bin Amir bin Jaza bin Harb al-Qarni al-Muradi al-Yamani, lahir pada tahun 594 M, dihormati sebagai sahabat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam (ada yang mengatakan seorang ulama tabi'in). Uwais Al-Qarni merupakan orang Yaman, kemudian dia pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, tetapi harus segera kembali untuk merawat ibunya yang sakit.

Setelah mendengar kabar bahwa seorang pria datang untuk bertemu beliau, tetapi harus segera kembali tanpa bertemu, karena ibunya, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam meminta Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma untuk memberikan Al-Qarni jubah milik Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memang tidak pernah bertemu dengan Uwais Al Qarni. Namun, nama Uwais disebut oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Uwais hidup pada zaman Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan tinggal  di Yaman dengan ibunya. Setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat, Uwais baru bisa pergi ke Mekkah mengantarkan ibunya melaksanakan ibadah haji.

Dikutip dari laman pecihitam.orang, Uwais Al Qarni mendapatkan ujian berupa penyakit sopak. Seluruh tubuhnya menjadi belang belang karena penyakit sopak tersebut. Ibunya sudah tua dan sakit lumpuh, namun Uwais Al-Qarni senantiasa merawat ibunya dengan telaten dan penuh kesabaran.

Dia juga berusaha selalu memenuhi semua permintaan ibunya yang lumpuh itu. Tapi hanya satu permintaan yang belum dikabulkan dan kesulitan untuk memenuhinya.

“Wahai anakku, Uwais ! mungkin aku tidak akan lama lagi bisa bersamamu. Tolong, ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan ibadah haji,” kata ibunya.

Setelah mendengar permintaan dari ibunya tersebut, Uwais terdiam dan termenung memikirkan caranya agar sang ibu bisa menunaikan ibadah haji. Jika memakai kendaraan berupa unta maupun keledai jelas tidak mungkin karena tidak punya biaya.

Jalan satu satunya yakni menggendong ibunya dari kota kelahirannya Al Qarn, Yaman meski harus menempuh jarak yang sangat jauh perjalanan menuju ke Mekkah (Yaman ke Mekkah kira kira 1.119 Km). Selain itu juga akan melewati padang tandus yang luas dan sangat panas.

Setelah berpikir cukup lama mencari jalan keluarnya, kemudian Uwais memutuskan untuk membeli anak lembu dan membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi, Uwais bolak-balik menggendong anak lembu tsb naik turun bukit. Bahkan ia sampai disebut gila oleh orang orang yang melihat tingkah lakunya.

Setelah delapan bulan berlalu, dan masuk pada musim Haji. Lembu milik Uwais pun beratnya telah mencapai 100 kilogram, begitupun dengan otot Uwais yang semakin kuat. Ia semakin bertenaga mengangkat barang. Akhirnya orang orang pun mengetahui maksud dari Uwais menggendong lembunya setiap hari itu ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.

Uwais pun menggendong ibunya berjalan dari Yaman menuju ke Makkah. Begitu besar cintanya Uwais terhadap ibunya. Ia rela menempuh perjalanan yang jauh dan tidak mudah itu hanya demi ibunya.

Ketika Wukuf pun Uwais dengan tegap dan gagah, ia tetap menggendong ibunya melaksanakan wukuf di Ka’bah. Melihat perjungan anaknya tersebut, ibunya pun terharu dan bercucuran air mata bahagia telah melihat Baitullah sebelum ia meninggal.

Di hadapan Ka’bah, Uwais berdo’a “ Ya Allah, Ampunilah semua dosa ibuku,” ibunya pun bertanya .” Lalu bagaimana dgengan dosamu?”, Lalu uwais menjawab “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”

Seketika itu juga penyakit sopaknya sembuh atas izin Allah subhanahu wa taala, hanya tertinggal bulatan putih di tengkuknya. Yang mana bulatan putih tersebut sengaja di sisakan sebagai tanda bagi Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib agar dapat mengenali Uwais Al-Qarni kelak.

Ketika dalam perjalanan pulang dan sampai di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi shalallahu alaihi wasallam, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya.

Segera saja Uwais Al Qarni menyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Sayyidatina Aisyah Radhiyallahu Anha., istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit2an itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”

Akhirnya, karena ketaatanya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Sayyidatina Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.

Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang ibunya, ia adalah penghuni langit.

Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah ra. dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khathab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Setelah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam wafat, dan umar bin khattab menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah, beliaupun mengingatkan kepada Ali bin Abi Thalib tentang Uwais Al Qarni yang diceritakan Nabi. Setiap kafilah yaman datang, dua sahabat ini selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qarni.

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka.

Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. Setelah mengakhiri salatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putihdi telapak tangan Uwais Al Qarni.

Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.

Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Seperti kebanyakan tokoh bersejarah lainnya, makam al-Qarni dipercaya berada di Al-Raqqah, Suriah. Tetapi, lainnya mengaku bahwa tempat pemakamannya disebutkan berada di Oman dan Pakistan.

Pada tahun 657 M, Al-Qarni berperang bersama Ali bin Abi Thalib melawan Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam perang Shiffin dimana Ia gugur sebagai syuhada, seperti yang dikabarkan Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah atau Ibnu Batutah rahimahullah (wafat 1369 M, pada usia 65 tahun di Marrakesh Maroko pada Zaman Bani Marin).

Sejak saat itu, keturunan Qarni –lah yang menjadi penjaga dari kain terkenal berwarna emas. Keluarga tersebut tinggal di Irak sampai dengan abad ke-8 H, hingga ketika mereka dipaksa pindah ke Asia Barat. Dengan demikian,mereka tinggal di Aegean, Kusadasi, Turki.


Sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA'AH SARINYALA Kabupaten Gresik
Editor: Nasirudin Latif