Inilah Macam-Macam Pujian yang Harus Diketahui

 
Inilah Macam-Macam Pujian yang Harus Diketahui
Sumber Gambar: ilustrasi tepuk tangan (pujian)/Clker-Free-Vector-Image/Pixabay

Laduni.ID, Jakarta – Pujian adalah menyatakan sesuatu yang baik dan bagus untuk diri sendiri dan oraang lain yang didasari dengan ketulusan dan kejujuran. Sehingga dapat membuat hati seseorang yang dipuji menjadi merasa tersanjung.

Pujian juga perlu dilakukan untuk diri sendiri dan orang lain supaya dapat memberikan motivasi dalam melakukan kebaikan. Karena dengan memuji orang lain kita dapat menunjukan bahwa kita benar-benar menyukainya baik dari tingkah laku, perbuatan , ucapan, maupun capaian seseorang tersebut.

Namun dalam hal tersebut kita harus mengetahui batasan-batasan dalam memuji seseorang agar tidak menjadi jumawa, begitun sebaliknya dengan diri kita. Dan tentu harus menyikapi setiap pujian yang dilontarkan oleh orang kita harus bijak dalam menyikapinya.

Mendapat pujian yang berlebihan, dapat membuat seseorang menjadi merasa dirinya telah puas melakukan satu hal itu secara terus menerus agar membuat dirinya selalu mendapatkan pujian. Sementara, sebenarnya jalan ke depannya masih panjang yang harus dilaluinya. Pujian jika dilihat dari objeknya ada dua macam berikut ini: 

Pertama, pujian untuk diri sendiri. Dalam hal ini Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar membagi dua macam hukum memuji diri sendiri:

1. Madzmum (tercela) jika dilakukan untuk membanggakan diri sendiri, menunjukkan keluhuran diri sendiri, serta membedakan dari orang lain dan semacamnya. Allah berfirman dalam Surat An-Najm ayat 31:

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ (النجم 31)

Dalam tafsir Al-Wajiz potongan ayat tersebut ditafsiri dengan:

 فلا تمدحوا انفسكم ولا تبرئوها من الذنوب

“Maka janganlah kalian memuji diri kalian dan jangan merasa bersih dari dosa.”

Begitu pula dalam Surat An-Nisa’ 49:

الم تر الى الذين يزكون أنفسهم بل الله يزكى من يشاء ولا يظلمون فتيلا (النساء 49)

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendakinya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (QS. An-nisa’ 49).

2. Mahbub (terpuji) jika demi kemaslahatan. seperti amar makruf nahi munkar, mendamaikan antara dua orang yang bertikai, memberikan nasihat, mendidik, dan sebagainya. Dalam hal ini boleh memuji diri sendiri dengan menuturkan kebaikan diri sendiri disertai dengan adanya tujuan kemaslahatan tersebut. Sehingga dengan menutur kebaikan diri sendiri, ucapan atau nasihatnya akan lebih mudah diterima serta lebih meyakinkan orang lain, sebagaimana ucapan nabi Yusuf As terhadap penguasa saat itu yang terekam dalam Al-Qur’an surat  yusuf 55:

قال اجعلنى خزائن الارض انى حفيظ عليم

“Yusuf berkata: jadikanlah aku bendaharawan Negara (mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.”

Nabi Yusuf menyebut kebaikan dirinya di hadapan penguasa agar penguasa tersebut mau mengangkatnya sebagai bendaharawan negara, sehingga Nabi Yusuf bisa menegakkan hukum-hukum Allah serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada yang mampu melakukan semua itu melainkan hanya beliau.

Begitu pula kisah Rasulullah SAW ketika beliau membagikan ghanimah (harta rampasan perang), di antara orang munafik ada yang menganggap Rasulullah tidak adil dalam membaginya sehingga Rasulullah berkata:

والله إني لأمين في السماء أمين في الأرض

“Demi Allah sesungguhnya aku adalah sejujur-jujurnya orang di langit dan di bumi.”

Kedua pujian untuk orang lain. Imam Al-Ghazali di dalam Ihya’ Ulumiddin menjelaskan bahwa bagi orang yang memuji, bahayanya antara lain sebagai berikut:

1. terkadang dia berlebihan (lebay) dalam memuji orang lain, sehingga ia terjerumus dalam kedustaan. Kholid bin Ma’dan berkata:

من مدح إماما أو أحدا بما ليس فيه على رؤوس الأشهاد بعثه الله يوم القيامة يتعثر بلسانه

Barangsiapa memuji seorang pemimpin atau seseorang di muka orang banyak dengan sesuatu yang tidak ada padanya, niscaya di hari kiamat Allah SWT akan membangkitkanya dengan tergelincir disebabkan lisannya.

2. Dia memuji dengan berpura-pura menampakkan rasa cinta atau simpati yang tinggi, padahal sesungguhnya di dalam hatinya tidak. Dalam hal ini dia berbuat hipokrit (munafiq) serta mencari muka (riya).

3. Dia menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan realita. Sehingga pernyataanya adalah sebuah kebohongan atau bualan belaka.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ أن رجلا ذكر عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فاثنى عليه رجل خيرا فَقَالَ النبي صلى الله عليه وسلم « وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ ، ». يقوله مِرَارًا – « ان كان احدكم مادحا لا مَحَالَةَ فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ كذا وكذا ، ان كان يرى انه كذالك وحسيبه الله ولا يزكى على الله احدا » رواه البخاري

Dari Abdirrahman bin Abi Bakroh dari ayahnya berkata sesungguhnya seorang lelaki disebut di dekat Rasulullah SAW. lalu lelaki yang lain memujinya maka Rasulullah berkata (berulang-ulang),“Celaka, kamu telah menebas leher temanmu.” “Jika salah satu di antara kalian harus (terpaksa) memuji maka hendaklah ia berkata, “Saya kira si fulan demikian kondisinya, jika dia menganggapnya demikian, dan yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah menyucikan seseorang di hadapan Allah SWT. (HR. Bukhori.)

4. Kadang-kadang dengan pujiannya, dia menyenangkan orang yang dipuji, padahal orang yang dipuji tersebut adalah orang dzalim atau fasik. sedangkan memuji orang dzalim atau orang fasik tidak diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

إن الله تعالى يغضب اذا مدح الفاسق (رواه ابن ابى الدنيا والبيهقي)

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT murka apabila ada orang fasik dipuji.” (HR. Ibnu Abiddunya dan Al Baihaqi.)

Selain di atas terdapat dua hal yang yang harus diketahui tentang bahayanya atau petaka yang bisa menimpa orang yang dipuji akibat pujian berikut ini:

1. Menculnya sifat takabbur (sombong) dan u’jub (bangga diri) pada orang yang di puji, sehingga memandang orang lain berada di bawahnya. Keduanya adalah sifat yang bisa membinasakan.

2. Dengan dipuji kebaikanya, maka dia akan merasa senang, puas dan bangga akan kebaikan tersebut, sedangkan orang yang membanggakan dirinya (atas kebaikanya) maka dia akan lengah atau teledor dalam beribadah kepada Allah, karena hanya orang yang memandang dirinya masih kurang amal kebaikanyalah yang selalu waspada dan bergegas dalam beribadah kepada Allah.

Namun jika pujian tersebut tidak membahayakan baik bagi pelaku maupun penerima pujian, maka pujian semacam itu tidaklah dilarang, bahkan terkadang dianjurkan. Karena itulah Rasulullah Saw pernah memuji sahabatnya antara lain sahabat Abu Bakar dengan ucapanya, “Jikalau iman Abu Bakar dan iman manusia seluruh alam ditimbang niscaya akan lebih berat iman Abu bakar.” Begitu pula pujian yang lain kepada para sahabat lainya.

Adapun bagi orang yang dipuji, Imam Al-Ghazali juga mengingatkan agar selalu waspada terhadap pujian dengan menjaga dirinya dari sifat sombong, membanggakan diri, serta menjaga dirinya agar tidak teledor terhadap amal-amal ibadahnya. Dan semua itu tidak dapat tercapai melainkan dengan cara memandang dirinya dengan pandangan hina dan lemah serta merenungkan akibat yang akan timbul seperti lembutnya riya dan bahaya yang lain, sesungguhnya dialah yang mengetahui pada dirinya tentang apa-apa yang tidak diketahui oleh orang yang memujinya. Dan hendaknya orang yang dipuji juga menampakkan ketidaksukaanya saat ia dipuji (kepada orang yang memujinya) jika pujian tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada pada dirinya, Rasulullah bersabda:

 احثوا التراب فى وجوه المداحين

“Taburkanlah debu pada wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Abu Dawud)

Serta hendaknya merasa malu terhadap pujian tersebut. sebagaimana dikatakan pula oleh Imam Atha’illah:

المؤمن إذا مدح استحيا من الله أن يثنى عليه بوصف لا يشهده من نفسه

Orang mukmin sejati adalah apabila mendapatkan pujian dia merasa malu terhadap Allah atas pujian yang diterimanya, jika sifat tersebut tidak dimilikinya sama sekali.

Begitu pula jika dia mendapat pujian yang telah terlontar dari mulut orang yang memuji hendaknya pula dia mengucapkan ucapan sebagaimana diucapkan Sayyidina Ali ketika menerima pujian:

اللهم اغفر لى ما لا يعلمون ولا تؤاخذنى بما يقولون واجعلنى خيرا مما يظنون

“Ya Allah ampunilah diriku karena sesuatu yang tidak mereka ketahui, dan janganlah Engkau menyiksa diriku karena apa yang mereka katakana dan jadikanlah diriku lebih baik dari apa yang mereka sangka.”


Editor: Nasirudin Latif