Biografi Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah)

 
Biografi Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah)

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Riwayat Keluarga
1.3       Nasab Sunan Gunung Jati
1.4       Wafat          

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

3          Penerus Beliau
3.1       Anak-anak Beliau
3.2       Murid-murid Beliau

4         Metode Dakwah Beliau    
4.1      Metode maw’izhatul hasanah wa mu jadah billati hiya ahsan.
4.2      Metode al-hikmah
4.3      Metode tadarruj atau tarbiyatul ummah

5         Karomah Beliau 
5.1      Merubah Pohon Menjadi Emas
5.2      Memindahkan Istana Hindu Pakuan ke Alam Ghaib
5.3      Dibantu Bala Tentara Tikus
5.4      Mengubah Bokor yang Ditaruh di Perut Menjadi Hamil Beneran

6         Keteladanan Sunan Gunung Jati

7         Peninggalan Sunan Gunung Jati
7.1      Pesantren
7.2      Keraton Kasepuhan
7.3      Masjid Agung Sangiptarasa

8         Referensi

9         Chart Silsilah Sanad

 

1    Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir


Sunan Gunung Jati merupakan salah satu anggota Wali Songo, yakni wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa. Beliau memiliki nama asli Syarif Hidayatullah atau dalam bahasa Arab disebut dengan Sayyid Al-Kamil. Sedangkan sebutan Gunung Jati sendiri merupakan gelar yang diberikan umat muslim kepadanya untuk jasa yang dilakukannya.
Syaikh Syarief Hidayatullah yang dilahirkan Tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syech Syarief Hidayatullah adalah Syarif Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke 23 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran.Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.

Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung pamannya, Tumenggung Ceribon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan didukung Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja idengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479. Nama Sunan Gunung Jati begitu banyak, antara lain: Syarif Hidayatullah dan Makhdum Gunung Jati, yang paling terkenal ialah dengan nama Falatehan atau Fatahillah.

1.2 Riwayat Keluarga

 Berikut daftar nama isti Syarif Hidayatullah beserta keturunannya.

1. Nyaimas Babadan
Anak : tidak memiliki keturunan

2. Nyai Kawunganten
Anak :
1.    Ratu Winaon
2.    Pangeran Sebakingkin (Maulana Hasanudin)

3. Ratu Pakungwati
Anak : Tidak memiliki keturunan

4. Nyaimas Rara Jati
Anak :
1.    Pangeran Jaya Kelana
2.    Pangeran Brata Kelana

5. Putri Ong Tien
Anak : Pangeran Arya Kuningan

6. Rara Tepasan
Anak :
1.    Ratu Ayu Wanguran
2.    Pangeran Pasarean

1.3 Nasab Sunan Gunungjati

1.    Rasulullah Muhammad S.A.W.
2.    Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti 
3.    Sayyidina Husain bin 
4.    Sayyidina Ali Zainal Abidin bin 
5.    Sayyidina Muhammad al-Baqir bin 
6.    Sayyidina Ja'far ash-Shadiq bin 
7.    Sayyid al-Imam Ali Uradhi bin 
8.    Sayyid Muhammad an-Naqib bin 
9.    Sayyid ‘Isa Naqib ar-Rumi bin 
10.  Sayyid Ahmad al-Muhajir bin 
11.  Sayyid al-Imam ‘Ubaidillah bin 
12.  Sayyid Alawi Awwal bin 
13.  Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin 
14.  Sayyid Alawi ats-Tsani bin
15.  Sayyid Ali Kholi’ Qosam bin 
16.  Sayyid Muhammad Shahib Mirbath (Hadramaut) bin 
17.  Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadramaut) bin 
18.  Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin 
19.  Sayyid Abdullah Azmatkhan bin 
20.  Sayyid Ahmad Jalal Syah Azmatkhan bin
21.  Sayyid Jamaluddin Akbar Azmatkhan al-Husaini (Syekh Jumadil Kubro) bin 
22.  Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan bin 
23.  Syarif Abdullah Umdatuddin Azmatkhan bin 
24.  Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati putera bin

1.4       Wafat

Sunan Gunung Jati yang merupakan anggota Wali Songo ini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia yang sudah tidak muda lagi, yaitu pada usia 120 tahun. Beliau meninggal pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriyah atau pada tahun 1568 Masehi. Bila dilihat berdasarkan penanggalan jawa, maka Sunan Gunung Jati meninggal pada 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Bisa dibayangkan bagaimana perjalanan hidup yang telah dilalui oleh seseorang dengan umur yang sudah begitu lama. Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun, dimana putra dan cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu, melainkan cicitnya lah yang memimpin Kesultanan Cirebon setelah wafatnya Syarif Hidayatullah.Meskipun Syarif Hidayatullah telah wafat meninggalkan dunia, namun peranannya membuahkan hasil dimana banyak orang Indonesia khususnya orang Jawa yang telah memeluk agama Islam tanpa paksaan. Disandingkan dengan kebudayaan memakai gamelan Jawa maka proses terjadinya

2   Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

Sunan Gunung Jati mewarisi kecenderungan spiritual dari kakek buyutnya, Jamaluddin Akbar al-Husaini, sehingga ketika telah selesai menimba ilmu di pesantren Syekh Datuk Kahfi beliau meneruskan pembelajaran agamanya ke Timur Tengah. Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Sunan Gunung Jati mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

2.2 Guru-guru Beliau

1.    Jamaluddin Akbar al-Husaini
2.    Syekh Datuk Kahfi

2.3  Mendirikan dan Mengasuh Pesantren

Sesampainya di Cirebon Sunan Gunung Jati mengambil tempat di Pesambangan. Bertempat dipondok pesantren Sunan Gunung Jati memulai dakwahnya yang terorganisir di Cirebon, meneruskan guru dari ibunya Nyai Endang Geulis/Syarifah Muda’im. Langkah Islamisasi mela lui pondok pesantren dilakukan guna mengajari Islam secara bertahap dan menyeluruh.

3  Penerus Beliau

3.1  Anak-anak Beliau

1.    Ratu Winaon
2.    Pangeran Sebakingkin (Maulana Hasanudin)
3.    Pangeran Jaya Kelana
4.    Pangeran Brata Kelana
5.    Pangeran Arya Kuningan
6.    Ratu Ayu Wanguran
7.     Pangeran Pasarean

3.2  Murid-murid Beliau


1.    Syekh Jana Pura
2.    Sunan Kalijaga

4  Metode Dakwah Beliau    

Dalam naskah-naskah tradisi Cirebon, diketahui banyak metode yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam proses Islamisasi. Sunan Gunung Jati adalah seorang propagandis Islam di Jawa Barat (the propagator of Islam in West Java), dalam aktivitasnya ia melakukan perjalanan dakwah kepada penduduk Pulau Jawa bagian barat untuk menganut Islam.16 Dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati dalam pengislaman masyarakat Cirebon banyak dijumpai keajaiban, keanehan, dan tidak rasional.

Oleh karena itu, pembatasan metode dakwah dalam penulisan ini menjadi dakwah yang umumnya dilakukan para walisongo dalam mengislamkan tanah Jawa yaitu metode struktural dan metode kultural. Kesuksesan Sunan Gunung Jati dalam mengislamkan Tanah Sunda terkait dengan metode yang juga digunakan oleh para wali di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada waktu-waktu tertentu, para wali ini bertemu dan bermusyawarah di Demak, Tuban, atau Cirebon. 

Pertemuan ini biasanya membahas mengenai perkembangan Islam ditempat masing-masing wali mengemban tugas. Oleh karena medan dan tantangan disetiap da erah berbeda, maka metode yang digunakan para wali pun berbeda. Beberapa metode dakwah yang dilakukan para
wali, yaitu :

4.1      Metode maw’izhatul hasanah wa mu jadah billati hiya ahsan.

Metode dakwah ini digunakan saat berhadapan dengan tokoh khusus, seperti Raja, penguasa, bangsawan, atau orang terpandang. Para tokoh itu diperlakukan personal.  dihubungi secara istimewa, dan bertemu secara pribadi. Kepada mereka diberikan keterangan, pemahaman, dan perenungan (takzir) tentang islam. Pengislaman yang penuh toleransi dengan bertukar pikiran, memberi peringatan dengan halus agar mau melihat kebenaran
dan memeluk Islam.

4.2     Metode al-hikmah 

Adalah metoda dakwah yang dlakukan para wali dengan jalan kebijaksanaan yang dilakukan dengan popular, atraktif, dan sensasional, biasanya masyarakat dikumpulkan secara massal. Dengan tata cara yang bijaksana melakukan pertunjukkan yang sensasional terkadang ganjil, unik, dan aneh sehingga menarik perhatian.

4.3    Metode tadarruj atau tarbiyatul ummah

 Metode ini dipergunakan sebagai proses klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat agar pendidikan Islam dapat dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat secara merata, maka tampaklah metode yang ditempuh para Walisongo didasarkan atas pokok pikiran "li kulli maqam maqal", yaitu memerhatikan bidang materi, dan kurikulumnya. Sesuai dengan cara ini, penyampaian aturan-aturan agama (fiqih) ditujukan terutama bagi masyarakat awam dengan jalan mendirikan pesantren dan lembaga sosial.

5  Karomah Beliau

Sebagai seorang wali, sunan Gunung Jati juga memiliki karomah yang merupakan anugerah dari Allah. Simak beberapa karomah sunan Gunung Jati berikut ini:

5.1 Merubah Pohon Menjadi Emas

Salah satu karomah beliau adalah merubah pohon menjadi emas. Peristiwa ini terjadi ketikaSunan Gunung Jati hendak pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah. Beliau dibekali uang oleh ibunya sejumlah 100 dirham. Ditengah perjalanan beliau dihadang oleh kawanan perampok. Namun beliau dengan tersenyum menyerahkan uangnya yang berjumlah 100 dirham tadi.

Sang perampok masih tidak percaya kalau beliau hanya memiliki uang itu. Mereka masih memaksa untuk mendapatkan uang lagi dari Syarif Hidayatullah. Melihat kejadian ini, Sunan Gunung Jati malah tersenyum dan menunjuk pohon di dekatnya seraya berkata, “Silahkan, ini ada satu lagi sebuah pohon yang terbuat dari emas, silahkan bagi-bagikan ke semua kawan-kawanmu.” Ternyata pohon yang ditunjuk oleh Sunan Gunung Jati berubah menjadi emas. melihat hal ini para perampok menjadi tersadar bahwa yang dihadapinya bukan orang biasa. Dan akhirnya malah para perampok tersebut menjadi murid Sunan Gunung Jati dan memeluk agama islam.


5.2      Memindahkan Istana Hindu Pakuan ke Alam Ghaib

Karomah yang dimiliki oleh sunan Gunung Jati lainnya adalah dengan memindahkan istana Hindu Pakuan ke alam ghaib. Hal tersebut dilakukan karena para pendeta hindu menolak untuk memeluk islam dan pindah dari istana Pakuan. Mereka bersikeras untuk tetap berada di istana Pakuan.

Dengan adanya hal ini, maka Sunan Gunung Jati memindahkan istana Hindu tersebut ke alam ghaib beserta para pendetanya. Bagi yang mau memeluk islam tetap tinggal di istana Pakuan di dunia nyata.Dan bagi yang tidak ingin memeluk islam namun mau ditempatkan di luar ibukota Pakuan. Orang-orang inilah yang menjadi cikal bakal suku Baduy yang tinggal di pegunungan daerah Banten. Mereka dikenal sebagai 40 keluarga yang tinggal di Baduy dalam sebagai penerus 40 pengawal istana Pakuan. Bagi yang tidak terpilih menjadi anggota 40 keluarga, maka tinggal di Baduy luar.

5.3 Dibantu Bala Tentara Tikus

Sunan Gunung Jati memiliki karomah salah satunya dapat mengeluarkan bala tentara tikus. Kejadian ini terjadi ketika beliau membantu peperangan antara kerajaan Demak dalam melawan kerajaan Majapahit.
Dalam peristiwa peperangan tersebut, beliau mengibaskan surban yang dipakainya. Dan munculah bala tentara tikus yang sangat banyak jumlahnya dan membantu prajurit Demak perang melawan pasukan Majapahit. Hal ini membuat pasukan Majapahit kocar-kacir dan lari tunggang langgang, karena serangan dari bala tentara tikus ini yang sangat membabi buta.

5.4 Mengubah Bokor yang Ditaruh di Perut Menjadi Hamil Beneran

Karomah sunan Gunung Jati yang sangat luar biasa adalah merubah bokor yang ditaruh di perut seorang putri untuk pura-pura hamil menjadi benar-benar hamil. Kejadian ini dimulai dari kemahsuran nama sunan Gunung Jati yang membuat beliau diundang oleh raja di China untuk menguji kesaktiannya.

Beliau diuji dengan menebak beberapa gadis yang sedang hamil dan gadis yang didandani seperti orang hamil. Dan salah satunya adalah putri raja sendiri yaitu putri Ong Tin Nio. Putri tersebut diberi bokor diperutnya agar terlihat gendut dan ketika ditutup dengan bajunya akan terlihat hamil. Dan akhirnya waktu pengujian tiba, Sunan Gunung Jati menunjuk kalau sang putri Ong Tin Nio-lah yang sedang hamil. Melihat kejadian ini sang raja dan seluruh penghuni istana tertawa keras dan mengejek Sunan Gunung Jati.

Namun Sunan Gunung Jati tetap meyakinkan kalau putri Ong Tin Nio benar-benar hamil. Karena semua tidak percaya, maka akhirnyaSunan Gunung Jati meminta ijin untuk pulang ke Cirebon. SetelahSunan Gunung Jati pergi dan putri Ong Tin Nio masuk ke kamarnya bersama dayang-dayangnya. Dan ketika mau membuka bokor diperutnya sang putri dan para dayang terkejut, bokor di perut sang putri menghilang dan perut sang putri benar-benar gendut alias hamil.
Hal ini membuat dia menangis dan sedih, maka ia minta ijin untuk menyusul Sunan Gunung Jati ke Tanah Jawa. Sang kaisar mengijinkan dengan diiringi pasukan lautnya dan beberapa pasukannya. Akhirnya sang putri bertemu dengan Sunan Gunung Jati dan memohon maaf atas perbuatannya dan perbuatan ayahnya yang menguji beliau. Dan akhirnya putri Ong Tin Nio menikah dengan Sunan Gunung Jati dan terkenal dengan panggilan Nyi Ong Tin Nio atau Nyi Ratu Rara Semanding.

6  Keteladanan Sunan Gunung Jati

Keteladanan dari Sunan Gunung Jati yang perlu dicontoh menyangkut tiga aspek keteladanan, yaitu keteladanan ketika beliau menjadi sorang laki-laki bagi keluarganya, keteladanan ketika beliau menjadi seorang Raja dan Keteladanan ketika beliau menjadi seorang penyebar agama Islam.

Keteladanan Sunan Gunung Jati yang perlu dicontoh ketika beliau menjadi sorang laki-laki bagi keluarganya adalah sikap dan sifatnya yang begitu menghormati kedua orang tuanya. Sunan Gunung Jati sejak kecil dikenal sebagai sosok penurut, beliaupun sangat disayangi ibunya. Sunan Gunung Jati sebetulnya calon pewari tahta di Mesir, sebab ayahnya merupakan seorang Amir di Mesir, akan tetapi beliau rela meninggalkan tahta karena diperintahkan oleh ibunya untuk mendakwahkan Islam di tanah kelahiran Ibunya (Pasundan). Kalau Sunan Gunung jati bukan seorang penurut tentu beliau tidak akan pernah mau menuruti keinginan ibunya.

Keteladanan lainnya adalah sikap tegas Sunan Gunung Jati kepada anaknya, beliau tidak membela anaknya yang berbuat durhaka, beliau juga tidak segan-segan untuk memuji anaknya yang berbuat Shaleh. Dahulu Sunan Gunung Jati pernah menjatuhkan hukuman pada anaknya yang bernama “Pangeran Jaya Kelana” ketika melakukan kesalahan, bahkan Sang Pangeran dilucuti jabatan kepangerannya karena melanggar perintah agama.

Adapun ketaladanan Sunan Gunung Salah satu bukti keberhasilan dakwah Sunan Gunung Jati yang masih diajarkan oleh keturunannya melalui Sultan Kasepuhan dan kerabat keraton Cirebon adalah pengamalan petatah-petitih Sunan Gunung Jati, yakni ungkapan atau ucapan yang mengandung ajaran hidup berupa nasihat, pesan, anjuran, kritik, dan teguran yang disampaikan (atau diajarkan) dalam keluarga, kerabat, dan putra-putri Sunan Gunung Jati. 

Petatah-petitih Sunan Gunung Jati ini secara umum mengandung makna yang luas dan kompleks.  mengungkapkan unsurunsur dari petatah-petitih Sunan Gunung Jati, yakni petatah-petitih dalam nilai ketaqwaan dan keyakinan, kedisiplinan, kearifan dan kebijakan, kesopanan dan tatakrama, dan kehidupan sosial. Petatah-petitih tersebut adalah:

1.    Petatah-Petitih yang berkaitan dengan ketaqwaan dan keyakinan: 

a) Ingsun titipna tajug lan fakir miskin (Aku (Sunan Gunung Jati) titip tajug dan fakir miskin). 
b) Yen sembahyang kungsi pucuke pnah (jika shalat harus khusu dan tawadhu seperti anak panah yang menancap kuat). 
c) Yen puasa den kungsi tetaling gundewa (jika puasa harus kuat seperti tali gondewa). 
d) Ibadah kang tetap (ibadah itu harus terus menerus). 
e) Manah den syukur ing Allah (hati harus bersyuklur kepada Allah). 
f) Kudu ngakehaken pertobat (banyak-banyaklah bertobat).

2.    Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kedisiplinan:
 
a) Aja nyindra janji mubarang (jangan mengingkari janji). 
b) Pemboraban kang ora patut anulungi (yang salah tidak usah ditolong). 
c) Aja ngaji kejayaan kang ala rautah (jangan belajar untuk kepentingan yang tidak benar atau disalahgunakan).

3.    Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kearifan dan kebijakan adalah: 

a) Singkirna sifat kanden wanci (jauhi sifat yang tidak baik). 
b) Duwehna sifat kang wanti (miliki sifat yang baik) 
c) Amapesa ing bina batan (jangan serakah atau berangasan dalam hidup).
d) Angadahna ing perpadu (jauhi pertengkaran). 
e) Aja ilok ngamad kang durung yakin (jangan suka mencela sesuatu yang belum terbukti kebenarannya).
 f) Aja ilok gawe bobat (jangan suka berbohong). 
g) Kenana ing hajate wong (kabulkan keinginan orang). 
h) Aja dahar yen durung ngeli (jangan makan sebelum lapar). 
i) Aja nginum yen durung ngelok (jangan minum sebelum haus).
j) Aja turu yen durung katekan arif (jangan tidur sebelum ngantuk).
 k) Yen kaya den luhur (jika kaya harus dermawan). 
l) Aja ilok ngijek rarohi ing wong (jangan suka menghina orang). 
m) Den bisa megeng ing nafsu (harus dapat menahan hawa nafsu). 
n) Angasana diri (harus mawas diri). 
o) Tepo saliro den adol (tampilkan perilaku yang baik). 
p) Ngoletena rejeki sing halal (carilah rejeki yang halal). 
q) Aja akeh kang den pamrih (jangan banyak mengharap pamrih). 
r) Den suka wenan lan suka memberih gelis lipur (jika bersedih jangan diperlihatkan agar cepat hilang).
 s) Gegunem sifat kang pinuji (miliki sifat terpuji). 
t) Aja ilok gawe lara ati ing wong (jangan suka menyakiti hati orang). 
u) Ake lara ati, namung saking duriat (jika sering disakiti orang hadapilah dengan kecintaan tidak dengan aniaya). 
v) Aja ngagungaken ing salira (jangan mengagungkan diri sendiri). 
w) Aja ujub ria suma takabur (jangan sombong dan takabur). 
x) Aja duwe ati ngunek (jangan dendam).

4.    Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kesopanan dan tatakrama: 

a) Den hormat ing wong tua (harus hormat kepada orang tua). 
b) Den hormat ing leluhur (harus hormat pada leluhur). 
c) Hormaten, emanen, mulyaken ing pusaka (hormat, sayangi, dan mulyakan pusaka). 
d) Den welas asih ing sapapada (hendaklah menyanyangi sesama manusia). 
e) Mulyakeun ing tetamu (hormati tamu). 

5.    Petatah-Petitih yang berkaitan dengan kehidupan sosial:

a) Aja anglakoni lunga haji ing Makkah (jangan berangkat haji ke Mekkah, jika belum mampu secara ekonomis dan kesehatan). 
b) Aja munggah gunung gede utawa manjing ing kawah (jangan mendaki gunung tinggi atau menyelam ke dalam kawah, jika tidak mempunyai persiapan atau keterampilan). 
c) Aja ngimami atau khotbah ing masjid agung (jangan menjadi imam dan berkhotbah di Mesjid Agung, jika belum dewasa dan mempunyai ilmu keIslaman yang cukup). 
d) Aja dagangan atawa warungan (jangan berdagang, jika hanya dijadikan tempat bergerombol orang) 
e) Aja kunga layaran ing lautan (jangan berlayar ke lautan, jika tidak mempunyai persiapan yang matang). 

Petetah-petitih Sunan Gunung Jati di atas secara umum mengandung makna yang luas dan kompleks, sehingga dapat berguna, tidak saja untuk anak dan keturunannya, melainkan juga bagi masyarakat luas. Pada dasarnya ada enam makna yang terkandung dalam petatahpetitih Sunan Gunung Jati, yaitu nasihat tentang perbuatan yang baik dan bijak yang pada akhirnya keturunan sultan dan masyarakat luas diharapkan menjadi manusia yang arif dan bijaksana dalam berhubungan dengan sesamanya serta sabar dan tawakal beribadat kepada Allah Swt

Keteladanan Sunan Gunung Jati ketika menjadi Raja adalah  profesionalisme ketika memerintah, beliau memerintah tidak semena-mena, kebijakan-kebijakan yang diambil berdasarkan musyawarah dengan para bawahannya yang dilakukan setiap malam jumat kliwon pada bulan-bulan yang ditentukan, maka tidaklah mengherankan Kerajaan Cirebon dizaman Sunan Gunung Jati berada pada puncak kejayaan, wilayah-wilayah kekuasannyapun tidak pernah memberontak, hal tersebut karena beliau memerintah dengan adil.

7 Peninggalan Sunan Gunungjati

Tiga sarana yang digunakan Sunan Gunung Jati mendukung dakwahnya, yang menjadi peninggalan adalah:

7.1 Pesantren

Syarif Hidayat kemudian mendirikan pesantren Dukuh Sembung wilayah Pasambangan dan mengajar agama Islam di Kampung Babadan. Dalam tahun-tahun pertamanya di Cirebon ia banyak aktif menjadi pendidik/guru sebagai pengganti Syekh Datuk Kahfi sekaligus menyesuaikan diri dengan adat kebiasaaan dan nilai-nilai yang berkembang pada masyarakat Cirebon yang baru dikenalnya saat itu.

Pada masa Syarif Hidayatullah, sebagai kepala negara dan penyebar agama Islam, ia banyak memprioritaskan pengembangan Islam dengan jalan mendirikan masjid jami-masjid jami di setiap wilayah bawahan Cirebon, dengan masjid Cipta Rasa sebagai sentra sekaligus pesantrennya. Masa pengembangan Kerajaaan Cirebon kemudian dilanjutkan dengan masa pemantapan yang diisi oleh upaya pembangunan mental dan spiritual di kalangan rakyat Cirebon Sejak 1528 M., Syarif Hidayatullah banyak berkeliling untuk menyebarkan agama Islam ke segenap lapisan masyarakat. Walaupun ia merupakan pemimpin dan pengasuh Pesantren Cipta Rasa, ia tampaknya tidak hanya diam dengan memfokuskan memberikan pengajaran Islam di pesantren Ciptarasa, tetapi juga bersikap proaktif dengan terjun langsung menyebarkan agama Islam dengan mendatangi masyarakat pedalaman Priangan. 

Syarif Hidayatullah banyak mencurahkan perhatiannnya dalam bidang dakwah Islam. Dalam rangka merealisasikan usahanya, ia sering mengadakan perjalanan keliling atau mengirimkan utusan ke daerah-daerah pedalaman seperti Luragung(Kuningan), Sindangkasih, Rajagaluh, Talaga (Sekarang ketiganya berada di wilayah Majalengka), Ukur (Bandung), Cangkuang (Garut) Cibalagung, Kluntung Bantar, Pagadingan, Pasir Luhur, Indralaya, Batulayang, (semunya berada di sebelah barat dan selatan Sumedang), Timbanganten, dan Cianjur.
 
Demikianlah penyebaran Islam ke daerah pedalaman dilakukan dari Kerajaan Cirebon yang berpusat di Masjid Cipta Rasa yang sekaligus sebagai pesantrennnya. Bila diamati, keberadaan daerahdaerah tersebut dlihat dari arah Cirebon tampaknya usaha yang dilakukan Syarif Hidayatullah sudah cukup jauh ke arah barat pedalaman Tanah Sunda.

7.2 Keraton Kasepuhan

Selain dengan media seni dan tradisi, sarana Keraton yang dibangun Sunan Gunung Jati juga digunakan sebagai sarana dakwahnya. Penggabungan kebudayaan peninggalan Hindu-Budha yang sudah melekat pada masyarakat Cirebon tidak dihilangkan,sebagai contoh dibagian ruang tamu di Keraton Kasepuhan yang merupakan ukiran yang sudah ada sejak zaman Hindu tetap dilestarikan bahkan dikalangan keraton. motif gapura wadasan juga merupakan salah satu langkah Sunan Gunung Jati dalam berdakwah. Gapura ini terletak di depan banguna n utama Keraton bermotif mega mendung (awan hujan) diatasnya dan batu wadas dibawahnya.

7.3 Masjid Agung Sang Ciptarasa

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Cirebon. Bangunan ini juga dikenal dengan nama Masjid Agung Cirebon atau Masjid Sunan Gunung Jati.

8 Referensi

1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
3. Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati: Naskah Mertasinga,Wahju Amman N. . 2005. Cetakan ke-1, Bandung: Pustaka.
4. Jalan Hidup Sunan Gunung Jati, Sejarah Faktual Serta Filosofi Kepemimpinan Seorang Pandhita Raja. Bandung, Eman Suryaman, . 2015. Nuansa Cendikia.
5. https://www.perpusnas.go.id/magazine-detail.php?lang=id&id=8197
6. https://p2kp.stiki.ac.id

9 Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 20 Juni 2022, dan terakhir diedit tanggal 09 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya