Klasifikasi Atom dan Aksiden

 
Klasifikasi Atom dan Aksiden
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Firmansyah Djibran El'Syirazi

Laduni.ID, Jakarta – Jika dengan berubahnya atom dan aksiden dari suatu wujud dapat mengubah seluruh atributnya, maka pertanyaan selanjutnya adalah apa macam atom dan aksiden yang mungkin sehingga dapat membentuk bermacam-macam mawjudat (existences; realitas)? Untuk menjawab persoalan ini tampaknya kita perlu mengutip ungkapan al-Ghazali yang berbunyi:

Yaqsimu al-‘arad ila ma tushtaratu fihi al-hayat min al-‘ilm wa al-iradah wa al-qudrah wa al-kalam wa al-sam’ wa al-basar wa ila ma yastaghni ‘anha ka al-lawn wa al-rih wa al-ta’m. Wa yaqsimu al-jawhar ila al-hayawān wa al-nabat wa al-jamadat wa yubayyinu anna ikhtilafaha bi al-anwa’ aw bi al-a’rad.

Satu hal yang perlu digaris bawahi, ke semua macam atom tidak memerlukan mawdu’ untuk dapat dikatakan ada, seperti halnya aksiden. Secara umum matrik tersebut menunjukkan pembagian aksiden dan atom. Pertama, ungkapan ma tushtaratu fihi al-hayat. Di sini al-Ghazali mengidentifikasikan aksiden sebagai sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk dapat dikatakan hayat (hidup; ada).

Jika kita bawa kepada prinsip sesuatu dikatakan hidup setidaknya ada dua, prinsip esensial (dzatiy) dan prinsip eksistensial (‘aradiy). Untuk memahami perbedaan keduanya kita ambil permisalan dalam dua hal, pertama, baju hitam dan kedua orang Ethiopia hitam. Warna hitam pada baju tidak menunjukkan kekhususan yang tidak dimiliki oleh baju lain. Sebab baju memiliki bermacam-macam warna.

Adapun pada kasus hitam pada orang Ethiopia, merupakan ciri-ciri esensial (dzatiy; khusus) yang melekat pada orang tersebut. Sebab, meskipun banyak orang berkulit hitam, namun sulit rasanya membayangkan orang Ethiopia berkulit selain hitam. Perbedaan keduanya terletak pada tingkat “kelekatan” warna hitam pada penghapus dan orang Ethiopia. Singkatnya, peran warna hitam sebagai pembeda sesuatu tidaklah sama dengan hitam sebagai karakteristik khusus suatu hal.

Lanjutan ungkapan di atas juga telah menegaskan bahwa hal-hal seperti al-‘ilm (ilmu; informasi), al-iradah (kehendak), al-qudrah (kemampuan), al-kalam (perkataan), al-sam’ (pendengaran), al-basar (penglihatan), ataupun segala yang dapat diindra oleh pancaindra seperti al-lawn (warna), al-rih (bau), al-ta’m (rasa) merupakan elemen-elemen khas dari aksiden. Alasannya, ke semua hal tersebut bersifat umum. Dengan demikian, oleh al-Ghazali aksiden setidaknya terbagi dua, yaitu esensial (dzatiy) dan eksistensial (‘arad)

Kedua, tentang jawhar; yaqsimu al-jawhar ila al-hayawan wa al-nabat wa al-jamadat. Secara tegas al-Ghazali membedakan antara atom satu dengan lainnya berdasar pada prinsip individualitas. Maksudnya, sesuatu akan menampakkan kekhususannya setelah mampu menjawab pertanyaan ma huwa (what-ness; ke-apa-an) dari suatu realitas (wujud) yang diinvestigasi, menunjukkan esensi serta perbedaan dengan hal lainnya.

Misalnya, untuk membedakan Andi sebagai nama orang, dengan Gajah. Secara logis pertanyaan, apakah persamaan yang substansi antara Andi dan Gajah? Jawabnya baik Andi dan gajah keduanya merupakan hewan (hayawan; istilah mantiq). Setelah selanjutnya, lantas apakah perbedaan esensial dari keduanya? Jawabnya Andi adalah berpikir logis (natiq), sedangkan gajah tidak berpikir (ghair natiq).

Dari soal-jawab tentang kedua hal tersebut, kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, kumpulan pertanyaan tentang Andi dan gajah, merupakan pertanyaan yang sifatnya menunjukkan “individualitas” dari kedua hal tersebut. Kedua, jawaban hayawan (hewan), yang berlaku baik

bagi Andi dan gajah menunjukkan persamaan keduanya. Karena itu, ia disebut sebagai prinsip “identitas” (principle of identity; mahiyah al-ittifaq).

Prinsip yang menggambarkan persamaan keduanya. Terakhir, dari jawaban natiq dan ghair natiq, menggambarkan perbedaan secara esensial antara keduanya. Poin ini disebut prinsip “pembeda” (principle of difference; mahiyah al-iftiraq). Dalam bahasa al-Ghazali prinsip identitas disebut al-jawhar al-kulliyah, sedangkan prinsip pembeda disebut al-jawhar al-shakhsi ataupun al-jawhar al-juz`iy.

Adapun untuk menunjukkan hal-hal yang tidak bersifat substantif dapat dilakukan menggunakan berbagai macam kategori atribut (a’rad}) seperti kuantitas (al-kamm), kualitas (al-kayf), relasi (al-mudaf), tempat (al-ayn), waktu (mata), posisi (al-wad’u), positivitas (lahu), keadaan (an yanfa’il) dan aksi (an yaf’al), sebagaimana disebut sebelumnya.

Hal ini yang setidaknya dapat dipahami dari ungkapan al-Ghazali, “wa yubayyinu anna ikhtilafaha bi al-anwa’ aw bi al-a’rad.” Dengan demikian secara umum al-Ghazali mengklasifikasikan atom menjadi al-kulliyah (identity), dan al-shakhs atau dapat disebut al-juz`iy (difference).

Oleh: Gus Firmansyah Djibran El'Syirazi


Editor: Daniel Simatupang