Mengasah Kepedulian dan Kejuangan Melalui Puasa

 
Mengasah Kepedulian dan Kejuangan Melalui Puasa
Sumber Gambar: Foto oleh Thirdman dari Pexels

Laduni.ID, Jakarta -Saat menjalankan ibadah puasa sebenarnya sedang mencoba merasakan kepedihan lapar, haus dan dorongan syahwat. Ikut merasakan langsung pederitaan yang dialami oleh orang yang berkekurangan adalah metode yang paling efektif untuk mengasah kepedulian sosial dan mau berkorban untuk kepentingan orang lain. Karenanya, di bulan Ramadhan dianjurkan banyak bersedekah dan merayakan kemenangaan saat lebaran dengan mengeluarkan zakat fitrah. Rasulullah Saw adalah orang yang dermawan, dan lebih dermawan saat di bulan Ramadhan.

Sedekah berasal dari kata shadaqah (benar) dan satu akar kata dengan shadaaqah (persahabatan). Berarti sedekah menunjukkan bahwa orang bersedekah adalah benar dan bersahabat. Ada dua makna sedekah: yaitu makna sedekah secara umum dan khusuh. Secara umum, apapun yang diberikan untuk kebaikan yang lain adalah sedekah; seperti senyum, kalimat santun bahkan memberi makan kepada hewan dan ikan adalah sedekah. Secara khusus, sedekah adalah sesuatu yang dikeluarkan dari dirinya untuk menghilangkan kekikiran.

Jika Al-Qur‟ȃn atau Al-Sunnah menyebut sedekah berarti zakat, infak atau wakaf. Zakat adalah kadar minimal dari kewajiban harta yang dimiliki untuk berbagi dengan orang lain. Zakat bukan kedermawanan tetapi kewajiban yang tujuannya untuk menyebarkan kesejahteraan. Infak adalah pemberian untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya seperti belanja rumah tangga atau derma karena empati kepada yang lain dan biaya perjuangan. Adapun wakaf adalah derma untuk kepentingan kemanusiaan jangka panjang. Sebab, benda wakaf tidak boleh dikonsumsi dan dihabiskan tetapi harus dikelola oleh nazhir (pengelola) sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Saat orang berwakaf berarti telah menyadari untuk memenuhi kepentingan umat yang hidup di dunia dan bekal untuk dirinya di alam baka selamanya.

Dalam tradisi Islam, Nabi Saw dan para sahabat tak pernah meninggalkan berwakaf. Wakaf bagaikan tradisi kedermawanan untuk kepentingan umat dan dirinya untuk jangka panjang. Dalam sejarah Islam, peradaban dan kemajuan banyak dibangun dengan basis wakaf. Seperti, Universitas Al-Qurawiyin di Fes, Maroko yang didirikan pada tahun 245 H/859 M adalah universitas pertama dalam sejarah dan dibangun atas biaya wakaf. Ilmuan yang lahir dari Universitas Qurawiyin adalah Ibnu Khaldun, Ibnul „Arabi, Ibnu Maimun Al-Ghamari, Ibnu Ajrumi dan ilmuan lainnya. Perpustakaan terbesar di zaman khalifah Al-Ma‟mun dibiayai dari wakaf. Universitas Al-Azhar juga berdiri dan aktifitasnya berbasis wakaf, bahkan pemerintah mesir pernah meminjam dana kepada Al-Azhar ketika kekurangan untuk menutupi belanja negaranya.

Di Indonesia popular digerakkan wakaf produktif. Yaitu wakaf yang tidak hanya orientasi akhirat seperti kuburan dan masjid tetapi juga bernilai ekonomi. Ini paradigma baru perwakafan untuk mengembalikan arti wakaf yang sebenarnya. Seperti wakaf pertama yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ra berupa kebun di Khaibar adalah lahan subur agrobisnis yang didermakan untuk kesejahteraan masyarakat dengan cara ditahan pokoknya untuk dikelola dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Wakaf adalah bentuk sedekah yang didorong oleh rasa kedemawanan untuk memenuhi kepentingan umat jangka panjang. Saat seseorang mengeluarkan wakaf maka ia mendapat pahala, dan setelah wakafnya dikelola maka pahalanya telah mendatangkan pahala yang berkelanjutan. Maka wakaf pada dasarnya adalah produktif secara pahala dan ekonomi.

Ramadhan mengajarkan kedermawanan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan sebenarnya sedang menjalankan terapi asa dan rasa agar tertanam pada dirinya kepribadian empati kepada yang berkekurangan, namun sekaligus menanamkan nilai juang untuk kepentingan umat di masa depan. Puasa itu bukan hanya kepentingan diri dalam satu bulan tetapi untuk kepribadian manusia yang peduli dan berjuang untuk jangka panjang.

Di bulan ramadhan hendaklah dijadikan bula mengasah kepedulian bagi orang yang membutuhkan dengan zakat dan infak, juga dijadikan bulan perjuangan untuk kemajuan dan peradaban umat dengan sedekah wakaf.


Source: Buku menyingkap tabir puasa Ramadhan (penulis KH. Cholil Nafis, Lc, Ph.D diterbitkan oleh Mitra Abadi Press, Jagakarsa Jakarta Selatan)