Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf pada Abad I dan II H

 
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Tasawuf pada Abad I dan II H
Sumber Gambar: foto ist

Laduni.ID, Jakarta - Bila berbicara masalah sejarah perkembangan tasawuf dalarn Islam, maka sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan tasawuf itu sama dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri. Hal ini mengingat keberadaan tasawuf adalah sama dengan keberadaan agama Islam itu sendiri. Karena pada hakikatnya agarna Islam itu ajarannya hampir bisa dikatakan bercorak tasawuf. Dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Nabi Muhammad diangkat secara resmi oleh Allah sebagai Rasul, kehidupan beliau sudah mencerminkan ciri-ciri dan perilaku kehidupan sufi, dimana bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya dalam beribadah dan bertaqarmb pada Tuhannya.

Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Adapun ciri tasawuf pada fase ini adalah sebagai berikut: 1. Bercorak praktis (amaliyah) Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya.

Amaliah ini menjadi lebih intensif terutama pasca terbunuhnya sahabat Utsman. Para sahabat Nabi SAW digambarkan oleh Allah SWT sebagai orang yang ahli rukuk dan sujud.

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Karnu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orangorang mukmin).

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar (al-Fath:29).

Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertama, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya Utsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam mumi, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsip masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama.

Peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum muslimin. Betapa tidak, Utsman adalah termasuk kelompok pertama orang-orang yang memeluk Islam (al-Sabiqun al-Awwalun), salah seorang yang dijanjikan masuk surga, orang yang dengan gigih mengorbankan hartanya untuk perjuangan Islam dan orang yang mengawini dua putri Nabi. Peristiwa Utsman mendorong munculnya kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politik memilih tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta konsentrasi untuk beribadah.

Sehingga al-jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam ibadah yang juga salah seorang santri lbn Mas'ud berkata, "Aku bersyukur kepada Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak seratus rakaat dan ketika terjadi perang Jamal dan Shiffin aku bersyukur kepada Allah dan aim menambahi shalat dua ratus rakaat dernikian juga aku menambahi masing-masing seratus rakaat ketika aku tidak ikut hadir dalarn peristiwa Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair".

1. Bercorak kezuhudan

Tasawuf pada pase pertama dan kedua hijriyah lebih tepat disebut sebagai kezuhudan. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi SAW, yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenamya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Dan secara logikapun tidak masuk akal seandaikata Nabi s.a.w., yang menganjurkan untuk hidup zuhud sementara dirinya sendiri tidak melakukannya.

Kezuhudan para sahabat Nabi s.a.w., digambarkan oleh Hasan al-Bashri salah seorang tokoh zuhud pada abad kedua Hijriyah sebagai berikut, "Aku pemah menjumpai suatu kaum (sahabat Nabi) yang lebih zuhud terhadap barang yang halal dari pada zuhud kamu terhadap barang yang haram". Pada masa ini, juga terdapat fenomena kezuhudan yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul saw. yang di sebut dengan ahl al-Shuffah. Mereka tinggal di emperan rnasjid Nabawi di Madinah.

Nabi sendiri sangat menyayangi mereka dan bergaul bersama mereka. Peketjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di masjid, seperti belajar, memahami dan membaca al-Quran, berdzikir, berdoa dan lain sebagainya. Allah swt. sendiri juga memerintahkan Nabi untuk bergaul bersama mereka.

Artinya: Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannyaa di pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu tidak memiliki tanggung jawab sedikitpu terbadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memiliki tanggung jawab sedikitpun terbadap perbuatanm, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingg, kamu termasuk orang-orang yang zalim). ( al-A11'am:52)

Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul SAW, dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang sosial sejati dan sekaligus sebagai prototip fakir sejati, si miskin yang tidak memiliki apapun tapi sepenuhnya dimiliki Tuhan, menikmati hartanya yang abadi, Salman al-Faritsi, seorang fuk.ang cukur yang

dibawa ke keluarga Nabi dan menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohaniannya kemudian dianggap sebagai unsur menentukan dalarn sejarah tasawuf Parsi dan dalam pemikiran Syiah, Abu Hurairah, salah seorang perawi Hadits yang sangat terkenal adalah ketua kelompok ini, Muadz lbn J abal, Abd Allah Ibn Mas'ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, lbn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut.

Menurut Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al-Shuffah sebenamya bukan karena dorongan ajaran Islam, akan tetapi corak itu didorong oleh keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, sehingga mereka tinggal di rnasjid. Keadaan itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka (para sahabat) yang secara ekonomi berkecukupan dan tidak melakukan sebagaimana ahl al-Shuffah pun juga menjadi panutan bagi orang-orang bijak.

2. Kezuhudan didorong rasa khauf

Khauf sebagai rasa takut akan siksaan Allah SWT sangat menguasai sahabat Nabi s.a.w dan orang-orang shalih pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Informasi al-Quran dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka. Rasa khauf menjadi semakin intensif terutama pada pemerintahan Umayah pasca jaman kekhilafahan yang empat. Pada masa pemerintahan Umayah, khauf tidak hanya sebatas sebagai rasa takut terhadap kedasyatan dan kengerian tentang kehidupan diakhirat akan tetapi khauf juga berarti kekhawatiran yang mendalam apakah pengabdian kepada Allah bakal diterima atau tidak. Pada masa ini pula, khauf menjadi sebuah pendekatan untuk mengajak orang lain pada kebenaran dan kebaikan. Pendekatan indzar (menakutnakuti) lebih dominan dari pada pendekatan tabsyir (memberi kabar gembira). Semangat kelompok keagamaan pada masa ini adalah penyebaran rasa takut kepada Allah, kritik terhadap kehidupan yang melenceng jauh dari nilai-nilai keagamaan pada masa Nabi dan dua khalifah sesudahnya dan memperbanyak ibadah. Tokoh utama keagamaan pada rnasa ini adalah Hasan al-Bashri. Bahkan para asketis-yang nantinya disebut sebagai para shufi-mengidentikkan pemerintah dengan kejahatan.

3. Sikap zuhud dan rasa khaufberakar dari nash (dalilAgama)

Al-Quran dan al-Hadits memberikan informasi tentang kebenaran sejati hidup dan kehidupan. Keduanya memberikan gambaran tentang perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Keduanya memberikan informasi tentang kengerian kehidupan akhirat bagi orang-orang yang mengabaikan hukum-hukum Allah. Selanjutnya orang-orang mukmin benar-benar meyakini informasi itu. Dan keyakinan itu melahirkan rasa khauf. Rasa khauf selanjutnya memunculkan sikap zuhud yaitu sikap menilai rendah terhadap dunia dan menilai tinggi terhadap akhirat. Dunia dijadikan sebagai alat dan lahan (mazraah) untuk mencapai kebahagian abadi dan sejati yaitu akhirat.

4. Sikap zuhud untuk meningkatkan moral

Cinta dunia telah membuat saling bunuh dan sating fitnah antar sesama. Cinta dunia melahirkan ketidaksalehan ritual, personal maupun sosial. Itulah sebabnya Hasan al-Bashri sebagai salah seorang zahid dalam mengajak baik masyarakat maupun pemerintah (para pemimpin kerajaan Umayah) selalu mengajak untuk bersikap zuhud sebagaimana sikap ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sahabat Nabi yang setia.

5. Sikap zuhud didukung kondisi sosial-politik.

Meski sikap zuhud tanpa adanya keadan sosial politik tertentu masih tetap eksis lantaran al-Quran dan perilaku serta perkataan Nabi SAW mendorong untuk bersikap zuhud, namun keadaan sosial politik yang kacau turut menyuburkan tumbuhnya sikap zuhud.

Selama abad pertama dan kedua hijriyah terutama setelah sepeninggal Rasul SAW terdapat dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan kekhalifahan (khilafah nubuwah) dan sistem pemerintahan kerajaan (mulk).Pemerintahan pertama berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah Nabi Muhammad SAW yaitu sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakar hingga Ali bin Abi thalib tepatnya dari tahun 11 H/ 632 M. sampai dengan tahun 40 H./ 661 H. Mereka adalah para pengganti Nabi yang berpetunjuk (al-khulafa 'al-Rasidun). Sistem pemerintahan yang pertama ini mekanisme penggantiannya melalui pemilihan. Pemerintahan kedua sejak pemerintahan dinasti Umayyah tepatnya sejak tahun 41 H./661 M.

Dan pemerintahan kedua ini mekanisme pengangkatan pemimpin tertinggi melalui petunjuk atau wasiat penguasa berdasarkan pertalian darah. Pemerintahan kekhalifahan, dalarn pandangan banyak orang rnuslirn, suatu bentuk kesalihan dan rasa tanggungjawab yang sangat dalam, sedangkan dinasti umayyah pada umumnya hanya tertarik pada kekuasaan itu sendiri. Kecaman yang sering ditujukan pada dinasti Umayyah adalah dinasti ini tidak menerapkan kebijakan untuk membuat asas Islam sebagai dasar bagi keputusan-keputusan administratif, oleh karenanya dinasti Umayyah lebih menomorsatukan politik dan menomorduakan agama. Mereka pada umumnya dianggap menghamba duniawi dan kurang beriman.

Menurut Abd al-Hakim Hassan, abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan spiritual. Pertarna, kehidupan spiritual sebelum terbunuhnya U tsman dan kedua, kehidupan spiritual pasca terbunuhnya Utsman. Kehidupan spiritual yang pertama adalah Islam murni, sementara yang kedua adalah produk persentuhan dengan lingkungan, akan tetapi secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar kehidupan spiritual Islam pertama.


Source: Buku Tarekat dan Mistisme dalam Islam penulis Awaliah Musgami