Hukum Patungan Hewan Qurban Kambing

 
Hukum Patungan Hewan Qurban Kambing
Sumber Gambar: EKATERINA BOLOVTSOVA / Pixels /Laduniid

Laduni.ID, Jakarta - Syariat Islam telah menetapkan standar maksimal jumlah kapasitas mudlahhi (orang yang berqurban) untuk per satu ekor hewan qurban, yaitu Unta dan Sapi untuk tujuh orang, sementara Kambing hanya sah dibuat qurban satu orang. Oleh sebab itu, bila melampaui batas ketentuan ini, binatang yang disembelih tidak sah menjadi qurban, misalnya patungan sapi untuk delapan orang atau kambing untuk dua orang. Ketentuan ini berlandaskan pada hadis :

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ فَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ

Artinya: “Dari jabir, beliau berkata kami keluar bersama Rasulullah seraya berihram haji, lalu beliau memerintahkan kami untuk berserikat di dalam unta dan sapi, setiap tujuh orang dari kami berserikat dalam satu ekor unta.” (HR. Imam Muslim rahimahullah).

Para ulama bermazhab Syafi'i (syafi'iyah) telah sepakat bahwa hewan qurban seperti Unta, Sapi, dan kerbau boleh diatasnamakan maximal tujuh orang saja. Hukumnya tidak boleh diatasnamakan lebih dari tujuh orang.

Imam An-Nawawi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1277 M di Nawa Suriah) dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, bahwa hewan kurban jenis unta hanya boleh di atas namakan maksimal tujuh orang, begitu juga sapi.

Adapun untuk qurban seekor Kambing hanya boleh diatasnamakan satu orang saja. Tidak boleh satu kambing diatasnamakan untuk banyak orang.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami Al-Makki Asy-Syafi'i rahimahullah (1503 M, Mesir-1566 M di Mekkah) dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj sebagai berikut :

تُجْزِئُ ( الشَّاةُ ) الضَّائِنَةُ وَالْمَاعِزَةُ ( عَنْ وَاحِدٍ ) فَقَطْ اتِّفَاقًا لَا عَنْ أَكْثَرَ

"(Seekor kambing) baik domba maupun kambing kacang itu mencukupi (sah) untuk qurban (satu orang) saja berdasarkan kesepakatan ulama, tidak untuk lebih satu orang."

Sunah Kifayah

Hukum berkurban menurut Imam Syafi’i rahimahullah (wafat 820 M di Fustat Mesir) bernilai sunnah muakad. Cukup sekali berkurban dalam seumur hidup. Tidak perlu dilakukan selama setahun sekali. Dalam Mazhab Syafi’i terdapat dua hukum cara untuk melaksanakannya qurban.

1. Sunnah ‘Ain, yaitu sunnah kurban yang dilakukan secara perorangan, bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berkurban.

2. Sunnah kifayah, yaitu apabila ada satu keluarga, berapapun jumlahnya, jika salah satunya ada yang berkurban, maka cukup untuk mewakili semua keluarganya. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah yang diriwayatkan dalam hadis.

Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi Al-Azdi radliyallahu anhu (wafat 680 M di Kufah Iraq) berkata : “Ketika kami berkumpul bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, aku mendengar beliau berkata : Wahai para sahabat, untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.” (HR. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, Imam Ibnu Majah rahimahullah dan Imam At-Tirmidzi rahimahullah. Hadis Hasan Gharib).

Yang dimaksud dengan hadis hasan gharib adalah hasan (bagus) secara sanad dan tidak dikenal/asing (gharib) disebabkan karena salah seorang perawinya meriwayatkan hadits tersebut seorang diri.

Kambing hanya boleh atas nama satu orang dan tidak boleh lebih. Namun jika salah satu keluarga (suami, istri, anak anak) ada satu orang saja yang berqurban, maka pahala kesunahan merata untuk mereka semua. Ini namanya sunnah kifayah. Dan unta hanya boleh diatasnamakan maximal tujuh orang, begitu juga sapi.

Misal : Yang seperti ini boleh-boleh saja seandainya masing-masing patungan uang Rp 1 juta, maka terkumpul uang Rp 3 juta, untuk beli satu kambing.

Namun perlu diingat, bahwa atas namanya harus tetap satu saja. Misal atas nama suami saja ketika berqurban. Walaupun tadi beli kambingnya patungan tidak masalah. Atas namanya tetap satu orang saja, maka secara otomatis pahala kurban merata ke istri dan anak-anaknya. Inilah yang disebut dengan istilah sunnah kifayah.

Oleh karena itu, jika seseorang berqurban dengan seekor kambing misalnya, dan itu diniatkan sebagai qurban untuk satu keluarga (terlebih keluarga besar), maka hal itu dihukumi tidak sah.

Namun jika dia berqurban diniatkan untuk qurban dirinya sendiri, sekaligus membagi pahala qurbannya untuk keluarga besarnya, maka hal itu dinilai sah dan semua keluarga besarnya mendapatkan pahala qurbannya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut ini :

هل يجوز لأهل بيت أن يشتركوا في شراء شاة ليضحوا بها ? الشاة لا يصح الاشتراك فيها، ولكن يجوز لأهل البيت أن يجمعوا ثمنها ويهبوه لأحدهم ليضحي ، ويكون لهم أجر الصدقة، وهو يشركهم في الثواب.

"Apakah boleh bagi satu keluarga patungan membeli satu kambing dan dijadikan qurban mereka ? tidak sah berserikat dalam kambing qurban. Akan tetapi, boleh bagi satu keluarga mengumpulkan uang seharga kambing dan kemudian mereka hibahkan kepada satu orang sebagai qurbannya. Semua anggota keluarga, mendapatkan pahala sedekah dan hendaknya orang yang berqurban mengikutkan mereka dalam pahala qurbannya."

Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat !!

Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jamaah Sarinyala Kabupaten Gresik