Hukum Permainan Catur

 
Hukum Permainan Catur
Sumber Gambar: Foto Getty Images (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Manusia adalah makhluk yang telah diberikan akal potensial oleh Allah SWT untuk menjalankan setiap aktiftas serta menangkap semua peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Salah satu media akal potensial yang telah diberikan kepada manusia adalah organ tubuh yang bernama otak.

Proses berfikir manusia pada umumnya akan mengalami peningkatan dan upgrade seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman. Akal manusia bisa diupgrade olehnya dengan berbagai metode dan cara yang salah satunya adalah dengan bermain permainan-permainan yang bisa melatih otak kita seperti bermain catur, game, dan sebagainya.

Baca Juga: Hukum Lomba Berhadiah dengan Biaya Pendaftaran

Namun terdapat perbedaan pandangan ulama prihal permainan yang mengasah otak seperti catur. Sebagian ulama ada yang mengharamkannya, ada yang memakruhkannya, dan ada juga yang memperbolehkannya. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab I'anatuth Thalibin berikut ini:

قوله (وهو) أي لعب الشطرنج (وقوله حرام) عند الأئمة الثلاثة وهم أبو حنيفة ومالك وأحمد بن حنبل رضي الله عنهم وإنما قالوا بالحرمة للأحاديث الكثيرة التي جاءت في ذمه قال في التحفة لكن قال الحافظ لم يثبت منها حديث من طريق صحيح ولا حسن وقد لعبه جماعة من أكابر الصحابة ومن لا يحصى من التابعين ومن بعدهم وممن كان يلعبه غبا سعيد بن جبير رضي الله عنه

"(Permainan itu) main catur (haram) menurut tiga imam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menyatakan haram atas dasar sejumlah hadits yang mencela permainan catur. Tetapi penulis At-Tuhfah (Ibnu Hajar) dari Mazhab Syafi’I mengutip Imam Al-Hafidz Al-Asqalani mengatakan bahwa kualitas hadits yang mengecam permainan catur tidak diriwayatkan berdasarkan jalan yang sahih dan hasan. Bahkan sejumlah sahabat terkemuka Rasulullah dan banyak tabi’in sepeninggal mereka juga bermain catur. Salah seorang yang bermain catur adalah Sa’id bin Jubair". (Sayid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz IV, halaman 286).

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj menyatakan bahwa madzhab Syafi’i menyatakan bahwa permainan catur pada prinsipnya mubah dalam Islam. Tetapi permainan ini dapat menjadi haram karena unsur lain atau dengan catatan, yaitu bila melalaikan para pemainnya dari kewajiban atau menyertainya dengan hal yang diharamkan (taruhan, judi, sambil minum khamr, dan lain sebagainya). Sedangkan main catur sesekali tidak masalah.

Sedangkan Syekh Zakaria Al-Anshari menghukumi boleh bermain catur dengan mendasarkan padangannya pada kaidah hukum Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Asnal Mathalib sebagai berikut:

وَاحْتُجَّ لِإِبَاحَةِ اللَّعِبِ بِهِ بِأَنَّ الْأَصْلَ الْإِبَاحَةُ وَبِأَنَّ فِيهِ تَدْبِيرُ الْحُرُوبِ وَلِلْكَرَاهَةِ بِأَنَّ صَرْفَ الْعُمْرِ إلَى مَا لَا يُجْدِي وَبِأَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرَّ بِقَوْمٍ يَلْعَبُونَ بِهِ فَقَالَ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ

"Hujjah atas kebolehan permainan catur ini didasarkan pada kaidah hukum Islam bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah mubah; dan pada unsur maslahat permainan catur yang mengasah otak dalam bersiasat perang. Sedangkan hujjah atas kemakruhan permainan ini didasarkan pada unsur penyia-nyiaan umur pada hal yang tidak bermanfaat; dan pada ucapan Sayyidina Ali saat melewati mereka yang sedang bermain catur, ‘Apakah ini patung-patung yang kalian sembah?". Syekh Abu Zakaria Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun]).

Baca Juga: Inilah Hukum Mengikuti dan Menerima Undian Berhadiah

Hal senada juga pernah disampaikan dalam Keputusan Muktamar NU Ke-1 di Surabaya pada tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926 M sebagai berikut:

"Segala macam permainan guna melatih otak seperti main catur dan lain-lain apabila tidak menimbulkan kerusakan dan tidak dipergunakan berjudi, itu hukumnya makruh. Adapun permainan yang bersifat menipu, seperti main dadu, main kodok-ula atau beng-jo (tombola) walaupun tidak terdapat untung rugi, maka hukumnya haram".

Adapun dasar yang dijadikan keterangan dalam keputusan tersebut adalah kitab Hasyiyah al-Jamal ala Fath al-Wahab sebagai berikut:

وَفَارَق النَّرْدُ الشِّطْرَنْجَ حَيْثُ يُكْرَهُ إِنْ خَلاَ عَنِ الْمَالِ بِأَنَّ مُعْتَمَدَهُ الْحِسَابُ الدَّقِيْقُ وَالْفِكْرُ الصَّحِيْحُ فَفِيْهِ تَصْحِيْحُ الْفِكْرِ وَنَوْعٌ مِنَ التَّدْبِيْرِ وَمُعْتَمَدُ النَّرْدِ الْحَزْرُ وَالتَّخْمِيْنُ الْمُؤَدِّى إِلَى غَايَةٍ مِنَ السَّفَاهَةِ وَالْحَمْقِ. قَالَ الرَّافِعِيُّ مَا حَاصِلُهُ وَيُقَاسُ بِهِمَا مَا فِيْ مَعْنَاهُمَا مِنْ أَنْوَاعِ اللَّهْوِ وَكُلِّ مَا اِعْتَمَدَ الْفِكْرَ وَالْحِسَابَ كَالْمِنْقَلَةِ وَالسِّيْجَةِ وَهِيَ حُفَرٌ أَوْ خُطُوْطٌ يُنْقَلُ مِنْهَا وَإِلَيْهَا الْحَصَى بِالْحِسَابِ لاَ يَحْرُمُ إِلَى أَنْ قَالَ وَكُلُّ مَا مُعْتَمَدُهُ التَّخْمِيْنُ يَحْرُمُ

"Permainan dadu itu berbeda dengan permainan catur yang dimakruhkan jika tidak mempergunakan uang, yaitu dasar permainan catur itu adalah perhitungan yang cermat dan olah pikir yang benar. Dalam permainan catur terdapat unsur penggunaan pikiran dan pengaturan strategi yang benar. Sedangkan permainan dadu berdasarkan spekulasi dan perkiraan yang menyebabkan kebodohan dan kedunguan yang maksimal. Menurut Imam Rafi’i, hukum semua bentuk permainan bisa dianalogkan pada dadu dan catur, dan segala hal yang berdasarkan pikiran dan hitung-hitungan, seperti al-Minqalat dan al-Sijah (jenis permainan di Arab) yakni permainan dengan membentuk garis dan lobang-lobang untuk mengisi bebatuan yang dilakukan dengan perhitungan tersendiri. Permainan semacam ini tidak haram. Sedangkan semua permainan yang berdasarkan spekulasi, hukumnya haram". ( Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ‘ala Fath al-Wahab, [Beirut: Dar al-Fikr, t. th], Jilid V, h. 379-380).

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 09 Juni 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Dikutip dari Artikel Bahtsul Masail yang dimuat di NU Online
2. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 23