Ilmu Para Abdal (9): “Pendengaran Batin” dan Penjelasan Ibnu `Arobi

 
Ilmu Para Abdal (9): “Pendengaran Batin” dan Penjelasan Ibnu `Arobi

Oleh: Nur Kholik Ridwan

Anggota PP RMINU

Berkaitan dengan pengalaman spiritual dan ahwal para Abdal, sebagian diceritakan oleh Syaikh Ibrohim bin Azhom ketika meriwayatkan tashbih “Al-`Aliyyid Dayyân”, seperti telah disinggung dalam tulisan sebelum ini. Syaikh Ibrahim bin Azhom seperti diceritakan oleh Imam al-Ghozali, dalam tulisan “Wirid Para Abdal” sebelum ini, menyebutkan bahwa tashbih “Al-`Aliyyid Dayyân” itu diperoleh dari sebagian Abdal, yang sedang sholat di pinggir laut dan mendengarkan suara yang keras dan kuat, dan ternyata berasal dari salah satu malak minal mala’ikah.

Pengalaman “mendengar suara-suara” ini bisa didengarkan oleh mereka yang mengalami dan yang dikehendaki Alloh untuk mendengarnya. Tidak semua yang hadir ketika seseorang yang dicintai Alloh, mendengarkan suara-suara seperti itu. Membaca kitab-kitab yang mengisahkan para sufi dan cerita-cerita tentangnya, pengalaman seperti ini, tampaknya bukan hanya dialami para Abdal saja, tetapi juga diberikan kepada mereka yang dikehendaki Alloh untuk itu, bahkan selain Abdal (sebagaimana nanti akan dijelaskan ini menurut beberapa kitab tasawuf di bagian setelah ini, insya Alloh).

Akan tetapi, soal pendengaran batin ini para Abdal memiliki ahwal khusus yang menjadi bagian dari ilmu-ilmu yang dimilikinya. Karena suara-suara batin itu berbeda-beda, beraneka ragam, dan para Abdal diuji dengan jenis ini, dan harus bisa mengatasinya, adalah kesimpulan yang bisa saya ambil dari kitabnya Ibnu Arobi, al-Futuhâtul Makkiyah. Kitab ini, banyak memberikan faedah untuk menjelaskan ahwal tentang pengalaman batin para Abdal. Ibnu `Arobi menjelaskan bahwa para Abdal harus menghadapi godaan dan ujian dari Alloh melalui empat arah godaan setan yang didengarnya: dari kanan, dari kiri, dari belakang, dan dari depan.

Ujian yang datang dari Alloh lewat suara-suara setan melewati empat jalan itu sangat kuat. Mengingat kekuatan para Abdal ini, yang memiliki niat yang bagus, kekuatan yaqin kepada Alloh (sebagaimana dicontoh tentang Ibrohim al-Kholil), dan kesabaran yang sangat kuat, sebagaimana dijelaskan dari atsar soal Abdal dan amalan mereka tentang husnin niyat, yaqin dan sabar, maka empat jalan setan itu dapat dilaluinya dengan mengalahkan setan dari arah-arah itu.

Oleh karena itu, para Abdal memiliki pengetahuan tentang empat arah itu, dan inilah yang diungkapkan oleh Ibnu Arobi. Menurut Ibnu Arobi: “Setan memperoleh bantuan dari tabiat manusia, karena tabiat manusia itu membantu mereka dengan memanggil manusia untuk mengikuti syahwat-syahwatnya, dan manusia diperintahkan untuk mengalahkan setan dari arah-arah itu” (Ibnu Arobi, al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, jilid I: 241).

Dari depan

Setan dari depan itu mengajak dan mendiktekan kalam-kalam yang meragukan tentang Alloh, kekuasaan Alloh, dan perbuatan-perbuatan Alloh di alam semesta. Maka menurut Ibnu Arobi, begini:

“Apabila setan mendatangi dari depan, lalu engkau bisa mengusirnya, akan muncul bagimu ilmu-ilmu yang bercahaya, sebagai bentuk anugerah dan balasan dari Alloh untukmu, karena engkau mendahulukan Alloh daripada nafsu-nafsumu. Ilmu-ilmu yang bercahaya ini dibagi dua: ilmu-ilmu kasyaf dan ilmu-ilmu burhan atau bukti-bukti yang nyata melalui pikiran-pikiran yang shahih. Dari ilmu-ilmu ini, orang yang mengalami itu, akan mendapatakan bukti (melalui kasyaf dan burhan tadi) tentang Wujudul Haqq, tauhid, Asma’-Nya-Nya, dan Af`al-Nya” (al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, I: 241).

Hikmah orang yang mengalami itu adalah, Alloh membuktikan kepada orang itu untuk menunjukkan bahwa Alloh itu al-Haqq, Asma’-Nya Haqq, dan Af`al-Nya itu Haqq dalam kehidupan mahkhluknya, agar dia mentauhidkan-Nya, karena ia telah dibukakan hakikat yang sebenarnya. Maka tugas orang yang sudah mendapatkan ilmu seperti ini adalah menerangkan, sedapat mungkin ia mampu di dalam posisinya di masyarakat dan di tengah umat manusia tentang itu dalam bahasa yang bisa difahami oleh mereka.

Dari Belakang

Setan yang datang dari belakang, mengajak manusia dengan kalam-kalam yang mengajak untuk mengatakan tentang Alloh yang tidak diketahuinya (berdasarkan dari Al-Qur’an, hadits, ijmas, qiyas, dan perkataan dari parta imam-imam di kalangan ulama), mengajak untuk mengklaim kenabian dan mendapat risalah wahyu. Bila setan berhasil diusir oleh orang yang diuji Alloh dengan ini, kata Ibnu Arobi:

“Jika engkau bisa mengusir setan-setan yang datang dari belakangmu, akan muncul bagimu ilmu-ilmu tentang kejujuran (`ulûmush shidqi), keikhlasan, dan manzilah-manzilahnya serta di mana para pemiliknya akan berakhir” (al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, I: 241).

Hikmah dari orang yang diuji Alloh melalui setan dari jalan ini, dan berhasil mengalahkannya, maka orang itu didudukkan oleh Alloh untuk berhias diri dalam perkataannya, perbuatannya, dan keadaannya untuk selalu jujur dan tulus dalam menjalankan hidup. Alloh memberikan kekuatan batin kepadanya untuk melazimkan kejujuran dan ketulusan, melalui jalan pengalaman mengalahkan dalam peperangan melawan setan dari belakang, dan balasan-balasan Alloh yang akan diberikan kepada-Nya di akhirat.

Dari peperangan melawan setan dari belakang, kata Ibnu Arobi: “Engkau akan memperoleh ilmu tentang keterkaitan kekuasaan dengan proses penjadian makhluk, tetapi hal ini katanya masih ada perdebatan di kalangan ahli hakikat di kalangan sahabat-sahabat kami.” Selain itu kata Ibnu Arobi: “Selain itu engkau akan memperoleh ilmu perlindungan (`ilmul ishmah al-ilâhî) dan penjagaan ilahi (ilmul hifzhi al-ilâhî), hingga waham dalam dirimu atau apapun dalam dirimu hilang, dan engkau akan menjadi orang yang ikhlas untuk Robbmu” (al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, I: 241).

Hikmah ini, menghantarkan orang yang mengalami kejadian seperti itu, adalah memiliki doa-doa, hizib-hizb, wirid-wirid, tawasul kepada para guru, dan sejenisnya untuk menjaga diri dari gangguan setan dengan idzin Alloh, karena dia membuktikan pengaruh dari jenis-jenis bacaan-bacaan yang dibaca dalam peperangan yang dilakukan dengan setan yang dari belakang, dengan bantuan Alloh. Berbagai jenis wirid itu memiliki rahasia-rahasianya tersendiri dalam peperangan melawan setan itu. Hal ini akan bermuara pada satu: kefaqiran makhluk akan penjagaan, yang mutlak adalah milik Alloh dan agar senantiasa memohon dengan doa-doa penjagaan.
.
Dari Kanan

Setan dari kanan sangat kuat dan menyeru untuk membuat ragu terhadap kasyaf-kasyaf yang dialami seseorang, karena memperoleh anugrah dari buah mujahadah yang dilakukan, atau dari kesabaran yang dimiliknya; kebagusan niat yang dimiliki, atau kejujuran yang dimilikinya, dan lain-lain . Maka setan akan memberikan penyerupaaan di alam imajinasi setelah kasyaf-kasyaf itu diperlihatkan. Dia meragukan dan membuat ragu terhadap kasyaf-kasyaf yang telah diperoleh seseorang, dengan penyerupaan-penyerupaan imajinal agar tidak percaya kepada apa yang diberikan kepada Alloh, dan akhirnya membuang keimanan kepada Alloh.

Kata Ibnu Arobi:

“Bila engkau tidak memiliki ilmu yang kuat dan kokoh yang melaluinya engkau bisa membedakan kebenaran dan apa yang diimajinasikan setan kepadamu, sehingga niscaya perkara tersebut menjadi kacau dan tidak jelas bagimu” (al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, I: 242).

Contoh yang seperti ini, misalnya seseorang memperoleh pengetahuan kasyaf setelah berdisplin wirid, beribadah, dan berakhlak baik, oleh Alloh dibukakan mampu melihat padang mahsyar, mampu melihat api berkobar-kobar, atau melihat umat manusia dibangkitkan dari alam kubur. Lalu, dengan kehendak Alloh pula, setan berusaha membelokkan penglihatan itu, melalui kekuatan imajinasi penyerupaan supaya orang itu ragu dan terus mengganggunya.

Hikmah orang yang mengalami seperti ini, agar orang yang menjalankan ibadah, berusaha mendekatkan diri kepada Alloh, dan berbuat baik, dan telah memperoleh pengalaman-penglaman spiritual, harus memiliki ilmu yang kuat untuk menahkiknya. Cara menimbang pengalaman-pengalaman spiritual itu, ada faedahnya untuk mengutip Syaikh Ibrahim al-A’zab, salah satu tokoh sufi yang diceritakan dalam kitab Khulâshotul Mafakhir oleh Imam al-Yafi’i, dan memiliki banyak karomah. Ketika menghadapi seperti itu katanya begini:

“Setiap hal (keadaan-pengalaman spiritual) yang engkau alami yang membuatmu ragu, hendaklah engkau mencari jawabannya dengan memakai ilmu (saya: kembalikan kepada Al-Qur’an, sunnah, ijma’, qiyas, dan bertanyalah kepad para guru). Jika engkau tidak menemukannya maka carilah dalam hamparan hikmah (saya: carilah dari para para guru atau kisah-kisah dalam kitab-kitab sufi sehingga engkau menemukan faedah-faedahnya). Dan jika engkau masih tidak menemukannya, maka timbanglah dari sudut tauhid (saya: apakah mengganggu peng-Esa-anmu dan penghambaan-mu kepada Alloh, kalau mengganggu tinggalkan). Namun jika engkau masih tidak menemukan, maka pukullah wajah setan itu (saya: artinya itu datang dari setan, bukan anugerah yang benar)” (Khulâshotul Mafâkhir, dalam hikayat ke-195).

Dari Kiri

Dari jalan ini adalah setan yang menyeru untuk ragu kepada Alloh dengan jalan menyekutukan kepada Alloh dan mengabdi kepada setan dalam berbagai bentuknya. Kata Ibnu Arobi:

“Apabila setan datang dari kiri datang dengan membawa keraguan untuk ta’thil (bisyubhatit ta’thil, syubhat untuk meniadakan keyakinan kepada Alloh), atau membawa keberadaan sekutu bagi Alloh (wujudusy syirki lillah) dalam ketuhanan-Nya, lalu kamu bisa menyingkirkannya, maka Alloh akan menguatkanmu tersebut melalui dalil-dalil tauhid (bidala’ilit tauhîd) dan menggunakan akal untuk membuktikannya (wa `ilmun nazhor)” (al-Futuhâtul Makkiyah, Beirut: Darul Kutub, I: 242).

Kalau disimpulkan, dari depan setan datang meragukan keberadaan Alloh (perbuatan, asma, dan sifat-sifat-Nya), dari belakang mengajak untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan terpuji yang diperintahkan agama, termasuk meninggalkan thoriqot atau ijazah wirid, (termasuk meninggalkan ibadah dan wirid yang telah dilakukan); dari kanan setan mengajak untuk ragu kepada anugerah yang diberikan Alloh berupa pengalaman-pengalaman batin sehingga imannya menjadi ternoda dan imannya akan dihilangkan oleh setan yang dari belakang; dan dari kiri, dibawakan tawaran-tawaran dari sekutu Alloh soal kehidupan ini untuk mengabdi kepada setan yang menawarkan harta, atau sejenisnya, sehingga dia agar jadi ragu kepada Alloh, dan tugas setan di belakang kemudian berusaha mencopot iman orang itu.

Peperangan menghadapi setan-setan dari empat arah ini, telah digariskan dalam Al-Qur’an yang juga dikutip Ibnu Arobi: “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (QS. Al-A’rof [7]: 17).
Godaan setan dari empat arah itu, bukan hanya diterima oleh para Abdal, dimana ilmu itu dibahas oleh Ibnu Arobi berkaitan dengan para Abdal dan para Autad. Hanya saja, para Abdal memiliki hal khusus soal itu, karena dia diberi pendengaran batin, termasuk mendengar setan-setan yang datang dari empat arah itu, dan memiliki ilmu pengetahuan batin soal itu untuk mengatasinya, karena diperlihatkan dan dijadikan pelaku peperangan yang nyata melawan setan dari empat arah itu.

Sedangkan manusia yang tidak dibukakan pendengaran batinnya, tidak terlepas dari gangguan dan godaan setan dari empat arah itu, dengan jalan adanya impuls-impuls yang mendorongnya untuk mengikuti jalan setan dari empat arah itu, meskipun dia tidak mendengar secara batin dalam bentuk kalam-kalam setan yang karakter dari empat arah itu telah dijelaskan di atas. Oleh karena itu, setiap orang beriman harus selalu waspada dan mengerti, tidak boleh lengah terhadap setan, sebab Al-Qur’an mengatakan: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin [36]: 60)

 

 

Tags