Syafaat Itu Hoax? #1

 
Syafaat Itu Hoax? #1
LADUNI. ID I KOLOM- Dalam khazanah keilmuan Islam, istilah syafaat terkenal di kalangan ahli kalam (teolog). Disiplin ilmu teologi mengartikan syafaat ialah sebuah pertolongan Nabi Muhamad Saw. terhadap umatnya -pada hari kiamat- untuk membebaskan atau memberi keringanan atas hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
 
Kapasitas rasio tidak mampu memprediksi secara tepat dan benar dengan peristiwa yang belum terjadi, apalagi yang berkaitan hal-hal metafisik. Itu harus disadarinya karena keterbatasan dan kemampuan rasio manusia hanya pada sesuatu yang tampak mata.
 
Namun, atas jasa wahyu, manusia menjadi tahu akan planing (rencana) Allah pada hari kiamat.
Seumpama pemberian syafaat di hari itu Tanpa bantuan wahyu, kesulitan-kalau tidak dikatakan mustahil-manusia akan mengetahuinya. Diakui memang Nabi Muhamad yang membawa kabar itu, tapi substansinya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .,wa mâ yanthiqu ’an al-hawâ in huwa illâ wahyun yûhâ.
 
Oleh karenanya, kebodohan dan keterbatasan akal, bukan alasan untuk menyangkal berita-berita yang dibawa Nabi. Dari sini pula, ketika antara wahyu dan filsafat (alam pikiran) bertolak belakang, tentu yang diutamakan ialah wahyu.
 
Dalam ranah ini, meski akal tidak mampu memberi informasi tentang syafaat, tapi karena Nabi Muhamad sebagai utusan Tuhan, dengan perintah-Nya telah menyampaikan berita itu maka yang logis justru menjadikan wahyu sebagai suatu keniscayaan. (Syekh Islam Ibrahim bin Muhamad al-Baijuri, Tuhfah al-Murid, al-Hidayah Surabaya, h.116.)
 
Berdasarkan penjelasan diatas, tentu Nabi SAW bisa menolong umatnya sekalipun beliau setelah wafat, semua atas kehendak Allah, mengingat Nabi SAW sudah bisa dipastikan mendapat Ridha Allah untuk memberi syafa’at.
 
Namun ada sebagaian orang yang mengemukakan argumentasi bahwa tidak bisa lagi kita meminta syfaat  kepada orang yang telah wafat dengan alasan bahwa orang mati tidak bisa lagi memberi manfaat pada orang hidup didunia, dalilnya hadist: ” Apabila telah meninggal seorang anak adam,,,,,,,,,(,H.R Muslim.).
 
Seharusnya mereka  saat membedakan antara orang hidup dan orang telah mati, bukankah orang hidup dan orang mati sama dalam pemahamantidak bisa memberikan manfaat juga tidak bisa mendatangkan mudharat kecuali mendapat izin-Nya. 
 
Sepengetahuan al-faqir (penulis) belum ada  ulama yang berfaham sebagaimana yang di utarakandi atas. Justru semua ulama sepakat bahwa orang hidup dan orang mati sama dalam hal tidak bisa memberikan manfaat juga tidak bisa mendatangkan mudharat.
 
***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Aceh