Rabithah #1; Perspektif Ulama Tentang Rabithah

 
Rabithah #1; Perspektif Ulama Tentang Rabithah

LADUNI.ID. KOLOM- Para ulama dalam setiap perbuatan dan amaliah tetap berlandaskan kepada dalil syar’i berupa al-quran dan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan lainnya. Al-quran telah memerintahkan kepada kita untuk berabithah. Pembahasan ini diungkapkan dalam firman-Nya yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT, supaya kamu beruntung (sukses)” (Q.S. Ali Imran 3 : 200).

Dalam ayat diatas, perkataan " Warabitu" telah dijelaskan penafsiran dan ulasannya oleh para ahli tafsir. Paparan  dan ulasan mereka itu meliputi penafsiran secara dhahir dan maknawi sehingga melahirkan aspek rabitah zahir dan rabitah batin. Antara rabitah zahir yang dimaksudkan seperti yang diuraikan oleh ahli tafsir itu seperti yang diutarakan Syekh Ibnu kasir dalam tasirnya, beliau menafsirkan “ribath” dalam ayat diatas kepada dua makna yaitu:

Pertama, sentiasa berada di tempat ibadat dan tetap iman. Selalu  menanti-nantikan sembahyang selepas mengerjakan sembahyang. Misalnya, selepas sembahyang Maghrib, terus duduk berwirid untuk menantikan waktu 'Isya'. Hal ini berdasarkan hadist yang diriwatkan oleh Ibnu Hatim juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Nasai dari malik bin Anas dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW bersabda : “Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang dengannya bisa menghapuskan dausa dan meninggikan derajat?”. Para sahabat menjawab: “Mau ya Rasulullah”, beliaupun menyebutkan untuk menyempurnakan wudhu pada saat sulit (seperti pada saat udara dingin), banyak melangkah kaki ke masjid dan menunggu shalat setelah shalat.

Kedua, keteguhan melawan musuh, mempertahankan kemulian islam serta menjaga musuh tidak masuk ke daerah Islam. Pengertian rabitah ini berdasarkan hadist :“Ribath (bersikap siaga diperbatasan) selama satu hari dijalan Allah lebih baik dari pada dunia dan seisinya”.(HR. Imam Bukhari)

Penafsiran rabithah dari persfektif rohani telah dipaparkan keterangannya secara umum oleh beberapa ahli tafsir. Misalnya Syaikh al-Alusi di dalam kitab tafsirnya, “Ruh al-Ma 'ani”, beliau menyebutkan bahwa berabitahlah kamu pada tingkat roh itu ialah diri kamu (hati dan sirr kamu) sehingga kamu tidak ditimpa lemah (iman) dan kelalaian dan bertaqwalah kepada Allah (dengan menjaga diri) dari pada (sifat) menentang Allah, mengikari Allah dan membenci Allah. Sedangkan Syaikh Fakhruddin al-Razi di dalam kitabnya “Mafatih al-Ghaib” juga mengomentari pengertian " Warabitu" di dalam ayat di atas merupakan sebuah perintah merabitah diri dengan hati seperti sifat bersabar, tetap dalam keimanan, gigih dan lainnya. kesemuanya itu prosesinya terjadi di dalam qalbu baik ketika berjihad atau mengerjakan ibadat seperti sembahyang dan lain sebagainya.

Berdasarkan keterangan ahli tafsir di atas, maka dapatlah kita pahami perintah Allah supaya kita berabitah (warabitu) itu tidaklah terhadap yang dhahir saja, tetapi juga mencakup rabithah batin atau di dalam hati. Malahan rabitah di dalam hati itu lebih diprioritas dan diutamakan. Diceritakan ketika Umar meinta izin kepada Rasulullah untuk menunaikan umrah, baginda nabipun bersabda: “Wahai saudara mudaku, serikatkan (libatkan) kami dalam doamu dan jangan lupakan kami”.(Sunan al-Tirmidzi, V, hal, 559; Musnad Ahmad, II, hal, 59; Sunan Ibn Majah, II, hal. 966).

Pada kesempatan lain dalam kasus yang berbeda saidaina Umar bin Khaththab RA yang mengikutsertakan paman Rasulullah SAW yang bernama Abbas RA. ketika beliau berdoa dimusim kemarau supaya  diturunkan hujan: "Ya Allah, dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan nabi-Mu, lalu Engkau memberi kami hujan. sekarang, kami bertawassul kepada-Mu dengan paman nabi-Mu, maka berilah kami hujan. mereka pun kata perawi hadis diberi hujan oleh Allah”. (Shahih Imam Bukhari, I, hal. 342, Shahih Ibn Hibban, VII, hal. 110- 111 dan Sunan Imam Baihaqi Al-Kubra, III, hal. 352, Al-Mu’jam Al-Kabir, I, hal. 72)


bersambung..

Wallahul Muwafiq Ila’aawamith Thariq,

Wallahu ‘Allam Bishawab

 

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Staf pengajar Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga

dan Jamaah Tariqat Naqsyabandiah Aceh