Rabithah Sosok Roh Ilmu

 
Rabithah Sosok Roh Ilmu

LADUNI.ID, HIKMAH- Dalam dunia tarbiyah, seseorang tidak akan memperoleh ilmu tanpa melalui perantaraan muallim (guru) baik secara langsung atau tidak langsung.

Seorang murid dengan sungguh-sungguh menunut ilmu dari gurunya, dan seorang guru dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dan pengajaran kepada muridnya, hingga dengan demikian terjadilah hubungan yang harmonis antara keduanya.

Murid yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari gurunya dengan cara demikian akan memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat.

Seperti yang telah disebutkan diatas, dalam menjalani kehidupan sehari-hari prosesi rabitah (ikatan bathin) itu banyak yang telah kita lakoni walaupun dalam berbagai versi aplikasinya sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.

Didunia pendidikan umpamanya, rabithah antara murid dengan guru biasa adalah menyalurkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), sejauh mana seorang murid mampu mencerna dan menangkap apa yang telah disalurkan oleh sang gurunya tersebut.

Sebenarnya itulah yang diperoleh oleh anak didiknya. Sedangkan dalam persoalan kerohaniahan, rabithah antara murid dengan guru mursyid yakni menyalurkan masalah kerohaniahan atau yang sering disebut denagn “transfer of spiritual”.

Persamaanya “tranferisasi” nya membutuhkan seorang mursyid (guru), sebab tanpa perantaraan guru tidak mungkin murid memperoleh “keilmuan”nya. Bahkan sinilah letak perbedaannya.

Transfer of knowledge tidak akan sempurna tanpa peranan guru, terlebih lagi “transfer of spiritual “ yang jauh lebih spesifik dan tinggi perkaranya, maka tidak akan terkoneksi  spritualnya  tanpa guru mursyid. 

Bahkan Imam Abu Yazid Al-Bustami menyebutkan :”Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syaitan”.(Tafsir Ruhul Bayan Juz V, hal 203).

Bentuk rabitah seorang pelajar dengan gurunya, mereka menghoramti guru dan ahlinya dan menjalankan apa yang telah diketahuinya, dengan berbuat apa yang diketahui Allahpun akan memberikan ilmu yang belum diketahuinya.

Sebuah kisah menarik diceritakan, pada suatu hari Imam Syafi’i RA yang sedang mengajar ribuan para santrinya, secara tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan seseorang badui yang berpakaian lusuh, kumal dan kotor.

Akan tetapi Imam Syafi’i langsung mendekati dan memeluknya. Namun Para santri merasa kaget dan heran melihat perilaku gurunya itu.

 Setelah selesai mengajar, merekapun bertanya: “Siapa dia wahai guru, sampai engkau memeluknya erat-erat. Padahal dia merupakan seorang badui yang kumuh, kotor, dan menjijikkan?”

Imam Syafi’i menjawab: “ Beliau  adalah guruku. Dia  yang telah mengajariku tentang perbedaan antara anjing yang cukup umur dengan anjing yang masih kecil. Aku pun bertanya hal tersebut kepada badwi yang ku peluk tadi. Baduwi itu menerangkan bahwa anjing yang cukup umur mengangkat sebelah kaki belakang apabila kencing, sedangkan anjing yang belum baligh tidak mengangkat kakinya bila kencing. Dengan panduan baduwi itulah, maka aku dapat menyiapkan kitabku itu.”

Sungguh mulia akhlak Imam Syafi’i. Beliau menghormati semua guru-gurunya, meskipun dari masyarakat biasa.

Wallahul Muwafiq Ila’aawamith Thariq,

Wallahu ‘Allam Bishawab

Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Staf pengajar Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga dan Jamaah Tariqat Naqsyabandiah Aceh

 

Simak juga:

Diagram Sanad dan Biografi Keturunan Rasulullah dalam Sanad Assadat Al Baalawi