Islam Membatasi Talak sebagai Bentuk Kepedulian terhadap Perempuan

 
Islam Membatasi Talak sebagai Bentuk Kepedulian terhadap Perempuan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Talak merupakan salah satu persoalan yang tidak disukai oleh Islam (makruh), oleh sebab itu kemudian Islam kerap menghalangi kaum muslim agar tidak tergerus ke dalam kubangan tersebut. Berbagai upaya dipromosikan oleh al-Qur’an agar suami-istri agar selalu bersabar menghadapi tingkah laku, kondisi fisik, maupun karakter yang tidak disukai dari masing-masing. Orang-orang yang berada dalam daftar ini oleh Allah akan diganjar dengan pahala yang begitu besar, seperti tertera dalam Surat An-Nisa’ ayat 19:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا ١٩

“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa. Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.”

Tentu saja, adanya aturan ini tidak lain untuk meminimalisir jumlah talak yang sebelumnya dilakukan dengan seenaknya dan terkesan mempermainkan perempuan hingga kemudian al-Qur’an membatasinya dengan tiga kali; tidak boleh mengambil kembali hak-hak istri yang diberikan waktu nikah seperti mahar dan lain-lain, baik mencakup sebagian atau keseluruhan; dan tidak boleh mewariskan perempuan kepada anak atau keluarganya yang ditinggal wafat ayahnya. Siklus seperti inilah yang ingin nabi tegakkan. Pesan moral yang diemban nabi tidak lain bertujuan untuk merekonstruksi sistem sosial yang awalnya timpang menjadi imbang.

Ayat ini sejalan dengan klaim nabi yang sangat mencela talak, sebab Allah juga membencinya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ancaman agar seseorang tidak gegabah menjatuhkan talak. Demikianlah, Islam akan terus bertransformasi untuk meruntuk meruntuhkan tradisi-tradisi tersebut yang begitu tampak merugikan perempuan.  Selanjutnya, tirani kaum laki-laki terhadap perempuan juga terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 229:

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٢٢٩

“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya) Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim.”

Tradisi-tradisi buruk Arab jahiliyah lainnya juga terlihat pada ruju’ dan iddah, di mana dalam talak tersebut tiada batasan dan jumlah tertentu. Misal seperti dalam kasus talak yang dijatuhkan dengan mengedepankan nafsu dan didorong oleh kemarahan, lalu si suami menyatakan ruju’ kepada istri, maka hal itu sebelum Islam datang diperbolehkan, dan mereka bisa menegakkan lagi rumah-tangganya. Misal si suami hendak bermaksud menyiksa istrinya, maka ia rujuk kepada istrinya dalam masa iddah dan tidak lama kemudian ia ceraikan lagi, dan kejadian yang seperti itu berulang-ulang terjadi. Hal tersebut memperlihatkan betapa wanita tidak ubahnya barang mainan di tangan laki-laki. Akan tetapi setelah datangnya Islam, persoalan pelik ini pelan tapi pasti dapat diatasi.

Jika melihat latar belakang turunnya ayat ini termuat dalam sebuah riwayat yang mengatakan:

وَحَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ إِذَا طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثُمَّ ارْتَجَعَهَا قَبْلَ أَنْ تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا كَانَ ذَلِكَ لَهُ وَإِنْ طَلَّقَهَا أَلْفَ مَرَّةٍ فَعَمَدَ رَجُلٌ إِلَى امْرَأَتِهِ فَطَلَّقَهَا حَتَّى إِذَا شَارَفَتْ انْقِضَاءَ عِدَّتِهَا رَاجَعَهَا ثُمَّ طَلَّقَهَا ثُمَّ قَالَ لَا وَاللَّهِ لَا آوِيكِ إِلَيَّ وَلَا تَحِلِّينَ أَبَدًا فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ فَاسْتَقْبَلَ النَّاسُ الطَّلَاقَ جَدِيدًا مِنْ يَوْمِئِذٍ مَنْ كَانَ طَلَّقَ مِنْهُمْ أَوْ لَمْ يُطَلِّقْ

“Ada seorang laki-laki menceraikan istrinya sekehendak hatinya. Kalau ia bermaksud ruju’ kembali, ia lakukan hal itu pada masa ‘iddah, kendatipun talak telah ia jatuhkan sebanyak seratus kali atau lebih, sampai-sampai laki-laki itu berkata kepada istrinya: Demi Allah, aku tidak akan mentalakmu sehingga engkau berpisah dariku, tapi aku tidak akan berkumpul denganmu selama-lamanya. Si wanita bertanya: apa maksudmu? Laki-laki itu menjawab: sekarang aku mentalakmu, namun begitu ‘iddahmu akan berakhir, aku akan ruju’ kembali kepadamu. Wanita tersebut kemudian menemui nabi mengadukan persoalan tersebut. Nabi terdiam sejenak, sampai kemudian turunlah ayat 229 surah Al-Baqarah ini: “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik…”

Begitulah Islam hadir di tengah-tengah kaum jahiliyah yang jauh dari pesan moralitas. Nabi Muhammad mampu menjadi aktor yang berhasil melakukan itu dengan baik, terutama membangun sistem keadilan bagi perempuan. Tidak hanya dalam sisi ini, melainkan juga mencakup seluruh bentuk keadilan yang di suatu sisi terkesan menjatuhkan moralitas perempuan. Islam tidak hanya mengutuk keras sebuah tindakan amoral, melainkan juga memberikan jalan alternatif yang begitu berkeadilan. Allahu A’lam. []


Penulis : Kholaf Al Muntadar

Editor    : Hakim