Biografi KH. Asmuni Sjamsuri, Pendiri Pesantren As-Syamsuriyyah Brebes

 
Biografi KH. Asmuni Sjamsuri, Pendiri Pesantren As-Syamsuriyyah Brebes

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mendirikan Pesantren
3.2  Kiprah di Nahdlatul Ulama

4.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Asmuni Syamsuri lahir di Jagalempeni, 25 Desember 1947, beliau merupakan putra ketiga dari pasangan Nyai Khumaerah dengan Kyai Syamsuri Al-Khafid. Dengan jumlah saudara 12, yang hidup hingga dewasa ada 7 orang.

1.2 Wafat
KH. Asmuni Syamsuri wafat pada hari Kamis, 23 Februari 2017, setelah shalat subuh berjamaah, karena kondisi kurang sehat, yang awalnya menyimak bacaan Surat Yasin dan duduk bersama santrinya di aula, beliau kemudian masuk kamar, ditemani salah salah satu santri yang biasa bersama beliau.

Karena terlihatnya sakitnya semakin memburuk, maka santri tersebut memanggil putra-putri beliau. Sesampai di kamar, Kyai Asmuni mohon maaf dan mewasiatkan kepada anak-anaknya untuk Istiqomah memperjuangkan segala aspek kesantrian & kepesantrenan di Pondok Pesantren Asy-Syamsuriyyah.

Setelah wasiat disampaikan, tidak lama kemudian beliau wafat. Innalillahi wa inna Ilahi Roji’un. Semoga Allah membalas jasa beliau dan ditempatkan pada tempat yang mulia di sisi-Nya. Amin.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
KH. Asmuni Sjamsuri mendapat didikan disiplin dari ayahnya sejak di pondok. Pernah Kyai Asmuni pulang ke rumah dari pondok karena sakit panas yang cukup parah. Namun oleh ayahnya disuruh kembali lagi ke pondok, sebab jangan karena sakit menjadi alasan untuk meninggalkan pondok. Meskipun sang Ibu menangis karena melihat kondisi anak yang sedemikian, namun Kyai Asmuni kecil menurut pulang kembali ke pondok yang jauh sekali dari rumahnya, yaitu di Kaliwungu Kendal.

2.2 Guru-Guru

  1. Nyai Hj. Khumaerah 
  2. Kyai Syamsuri Al-Hafidz
  3. KH. Dimyati Rais
  4. KH. Abdullah Faqih Langitan

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Kebiasaan KH. Asmuni Sjamsuri berdakwah, sudah dimulai ketika masih menjadi santri pondok. Ketika KH. Asmuni Sjamsuri liburan dari pondok dan berada di rumah, sang ayah selalu menyuruh anaknya untuk dakwah di kampungnya sendiri dan kampung-kampung sekitar dengan mengisi pengajian-pengajian di masyarakat yang sedang membutuhkan atau punya hajat.

Dengan semangat sang ayah, selalu mengawal & memantau selama kegiatan pengajian yg diisi oleh KH. Asmuni Sjamsuri berlangsung, sekaligus sang ayah ingin mengembangkan bakat anaknya dan mengasah mentalnya. Alhasil, selesai nyantri di Kaliwungu, masih usia sangat muda, KH. Asmuni Sjamsuri sudah menjadi da'i kondang, berdakwah ke seluruh daerah di Nusantara, termasuk mimbar-mimbar dakwah yg diselenggarakan oleh Pertamina seluruh Indonesia.

Kegigihan berdakwah dan usaha KH. Asmuni, mewarisi kesuksesan dakwah dari orang tuanya, yang lebih dulu aktif berdakwah. Baik di majelis taklim yang didirikan sendiri maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Termasuk pula kesuksesan usaha kain yang digeluti oleh orang tuanya, di sela-sela tidak mengajar Al-Qur'an. KH. Asmuni Sjamsuri adalah seorang sosok yang ringan tangan dalam membantu dan sangat patuh terhadap perintah kyai.

3.1 Mendirikan Pondok Pesantren
Dari amanat duta perdamaian di Kupang inilah yang mengantarkan KH. Asmuni Sjamsuri akhirnya mendirikan pondok pesantren di desa kelahirannya. Saat KH. Asmuni Sjamsuri selesai melakukan misi dakwahnya, beliau pulang ke Brebes dengan diamanati oleh tokoh-tokoh masyarakat Kupang sejumlah 45 anak, yang saat itu sempat terbengkalai kehidupan & pendidikannya akibat peristiwa kemanusiaan yg terjadi di sana, agar dapat mendapatkan pendidikan terbaik dari KH. Asmuni Sjamsuri di Brebes.

Semula beliau hanya berniat membangun sebuah gedung Majelis Taklim untuk masyarakat sekitar, akhirnya bangunan gedung yang ada menjadi asrama santri sekaligus tempat mengaji (pendidikan) para santri, khususnya bagi anak-anak yang datang dari Kupang, juga anak-anak di lingkungan masyarakat sekitar Pondok Pesantren As-Syamsuriyyah. Termasuk perihal itulah yang menjadikan KH. Asmuni harus pulang kampung dan mengurusi santri.

Pondok Pesantren Asy-Syamsuriyah yang didirikan oleh KH. Asmuni, pada tahun 2001, tidak bisa lepas dari 3 (tiga) orang yang sangat berperan. Pertama, ayahnya sendiri, yaitu Kyai Syamsuri Al-Khafid, yang lebih dahulu membangun Majelis Taklim pada tahun 1964, sebagai tempat mengajarkan Al-Qur’an di kampungnya. Kedua, para Masyayikh Pondok Pesantren Kaliwungu, tempat KH. Asmuni mengaji & ngalap berkah. Ketiga, KH. Abdullah Faqih Langitan, yang selalu mendorong untuk mendirikan pondok pesantren, sekaligus memberi ijazah shalawat agar pondok segera terwujud.

Alhasil, pondok berhasil berdiri. Peresmian Pondok Pesantren Asy-Syamsuriyah dilakukan oleh KH. Hasim Muzadi, bertepatan dengan haul orang tua beliau, Kyai Syamsuri Al-Khafidz yang ke-16 pada tahun 2001. Selang tiga tahun kemudian tepatnya pata tahun 2003, Pondok Pesantren Asy-Syamsuriyah memiliki pendidikan formal MTs dan Aliyah, karena kebutuhan pengembangan pendidikan formal, pada saat itu kepala Kementrian Agama Brebes dipimpin oleh KH. Mashudi.

Maka pada tahun 2003 dilaksanakan Peletakan batu pertama pembangunan gedung 2 oleh KH. Hasyim Muzadi, dan pada tahun 2004 dilaksanakan peresmian gedung 3 oleh Presiden ke-4 Indonesia, yakni KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sedangkan KH. Fuad Hasyim pernah memimpin istighotsah di Pondok Pesantren Asy-Syamsuriyyah tepat jam 00.00 (tengah malam), dan satu minggu kemudian beliau wafat.

3.2 Kiprah di Nahdlatul Ulama
Beliau pernah diamanati oleh PBNU menjadi duta perdamaian di Kupang. Dan tugasnya ini cukup berhasil. Beliau mampu menyelesaikan permasalahan di Kupang saat itu. Alhamdulillah tempat ibadah yang awalnya dirusak dapat dibangun kembali dan komunikasi antar umat beragama berjalan dengan normal pula.

Saat itu KH. Asmuni, masih aktif menggeluti dakwah dan berkhidmah di PBNU, juga berkhidmah kepada para ulama sepuh NU, khususnya yg ada di pulau Jawa. Di antara para ulama sepuh NU yang paling sering beliau sowani adalah alm. KH. Abdullah Faqih (Langitan), alm. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), alm. KH. Fuad Hasyim, alm. KH. Hasyim Muzadi, alm. KH. Ahmad Abdul Haq Dalhar (Watucongol), alm. KH. Muntaha (Wonosobo), dan KH. Dimyati Rais.

4. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: Lukman Nur Hakim, gurusiana.id

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya