Bocah 3 Tahun Bicara Bahasa Arab seperti Presenter, Ternyata Rahasianya Cuma Satu!
Laduni.ID, Jakarta – Bayangkan anak kita yang masih balita, baru bisa bilang "mau mamam" atau "peluk". Sekarang bayangkan ada anak seusia itu yang sudah bicara bahasa Arab resmi dengan lancar, intonasi pas, dan tata bahasa sempurna seperti para ustadz atau presenter berita Al Jazeera. Kok bisa?
Ternyata, ada rahasia sederhana di baliknya, yang disebut "Teori Imersi Bahasa" atau "Al-Ghams Al-Lughawi" dari seorang ahli bahasa Arab, almarhum Dr. Abdullah Ad-Danan. Teori ini dibongkar dalam podcast "Faseeh" oleh penerusnya, Dr. Ahmed Shawwan.
Sebelum jauh, kita pahami dulu istilahnya. Bahasa Arab itu punya dua "wajah". Pertama, Arab Fushah yakni bahasa Arab standar, resmi, dan seragam. Digunakan di Al-Qur'an, berita TV, kitab kuning, kuliah, dan situasi formal. Mirip seperti Bahasa Indonesia baku yang kita gunakan di sekolah, koran, atau pidato.
Kedua, Arab Ammiyah, bahasa Arab sehari-hari atau dialek lokal. Bedanya tiap negara (Mesir, Lebanon, Maroko) beda Ammiyah-nya. Persis seperti bahasa daerah atau logat Jawa/Medan/Sunda dalam percakapan santai kita. Beda daerah, beda logat dan kosakatanya.
Nah, selama ini seringkali anak-anak Arab sekalipun, di rumah bicara Ammiyah (logat daerah), lalu di sekolah dihafalkan tata bahasa Fushah-nya. Hasilnya? Banyak yang merasa Fushah itu kaku, susah, dan "bukan bahasa hidup". Persis seperti orang Indonesia yang merasa "Bahasa Indonesia baku" itu canggung untuk ngobrol sehari-hari.
Baca Juga: Pentingnya Mempelajari Bahasa Arab
Dr. Ad-Danan prihatin melihat anak-anak jadi "asing" dengan bahasa resmi (Fushah) bangsanya sendiri. Lalu, pada 1977, dia mulai eksperimen dengan anak pertamanya, Basil.
Dia bilang ke istrinya, "Kamu, Mama, ngomong sama dia pake bahasa sehari-hari (Ammiyah) kaya biasa. Tapi aku, Papa, akan ngomong sama dia cuma pake Bahasa Arab Fushah yang bener, sampai akhiran katanya."
Ini kuncinya, konsisten sampai ke detail. Misal, bukan cuma bilang "Iftah al-bab" (buka pintu) dengan ucapan datar, tapi "Iftaḥi al-bāba" dengan harakat fathah di akhir yang jelas. Hal ini dilakukan setiap hari, dalam segala suasana, lagi senang, marah, main, atau makan.
Hasilnya? Saat usia Basil 3 tahun (yang belum bisa baca tulis), dia sudah lancar berbicara Fushah dengan tata bahasa otomatis benar. Eksperimen diulang ke anak keduanya, sukses lagi!
Kunci Rahasianya "Diterima" Bukan "Dipelajari"
Dr. Shawwan menjelaskan logika di balik keajaiban ini bahwa anak-anak di bawah 6 tahun adalah "Spons Bahasa", otak mereka punya kemampuan luar biasa untuk menyerap bahasa secara alami (disebut akuisisi). Mereka tak perlu diajari rumus "Subyek-Predikat". Mereka merasakan polanya dari mendengar. Sama persis dengan cara bayi Indonesia belajar bahasa Indonesia tanpa les! Mereka mendengar, meniru, dan jadilah bisa.
Orang dewasa "belajar" dengan rumus, kita yang belajar bahasa Arab baru di usia dewasa, melakukannya dengan hafalan rumus (ini Subyek, ini Predikat, ini harus pakai harakat nun). Hasilnya? Lama, sering salah, dan penuh keraguan. Mirip kalau orang asing belajar Bahasa Indonesia, mereka akan bingung dengan "di-" yang bisa berarti tempat atau imbuhan pasif.
Di Rumah Cukup Satu Orang Jadi "Sumber Fushah"
Nah, bagaimana caranya kalau kita mau coba? Pertama, pilih "Sumber Fushah", Cukup satu orang di rumah (Ayah atau Ibu) yang berkomitmen jadi "sumber" Bahasa Arab Fushah untuk anak.
Kedua, konsisten sampai gila. Orang ini HARUS selalu dan hanya bicara Fushah ke anak itu. Mau lagi marahin anak karena nakal? Tetap pake Fushah. Mau ajak main? Fushah. Jangan pernah selingi dengan bahasa lain atau Ammiyah.
Ketiga, yang lain bebas. Anggota keluarga lain boleh bicara bahasa apa pun (Indonesia, Jawa, Ammiyah). Anak akan paham sendiri: "Oh, kalau ngobrol sama Papa harus pake 'bahasa khusus' ini. Kalau sama Mama pake bahasa yang lain."
Keempat, jangan dicampur! Ini penting. Jangan Ayah-Ibu malah campur aduk Fushah dan bahasa sehari-hari saat bicara ke anak. Itu akan bikin anak bingung.
Bagaimana kalau kita sendiri tidak fasih Arab Fushah? Tenang, teorinya tetap bisa dipraktekkan! Dr. Shawwan kasih solusi, cari "Lingkungan Buatan". Masukkan anak ke playgroup, TPQ, atau sekolah yang memang punya program khusus "Imersi Bahasa Arab", di mana di lingkungan itu semua guru dan aktivitas menggunakan Fushah. Selain itu, manfaatkan media, Jadikan tontonan anak (video, kartun) berbahasa Arab Fushah sebagai "teman" yang selalu berbicara Fushah di rumah.
Apa Hubungannya dengan Kita di Indonesia?
Prinsip ini sebenarnya sangat dekat dengan pengalaman kita sendiri. Coba lihat, anak kita fasih berbahasa Indonesia (bahkan dengan logat daerah) tanpa sekolah formal di usia dini, karena terbenam (imersi) di lingkungan yang menggunakannya. Anak yang dibesarkan di lingkungan bilingual (misal, ibu bahasa Jawa, ayah bahasa Sunda) juga bisa menguasai dua bahasa itu secara alami.
Teori Dr. Ad-Danan mengajak kita memanfaatkan keajaiban alamiah otak anak untuk menguasai bahasa. Bukan dengan memaksa mereka menghafal, tapi dengan memberi mereka "kolam renang" bahasa sejak dini, lalu biarkan mereka "berenang" dan mahir dengan sendirinya.
Jadi, masalahnya bukan pada "sulitnya" bahasa, tapi pada bagaimana kita memperkenalkannya. Jika dari buaian, bahasa apa pun, termasuk Arab Fushah yang dianggap "tinggi" - bisa menjadi "bahasa hati" yang mengalir begitu saja. []
Penulis: Fathur
Editor: Hakim
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp45.000
Rp0
Rp137.000
Memuat Komentar ...